Terbitkan Buku Soal Rohingya, Tentara Myanmar Gunakan Foto Palsu
A
A
A
NAYPYIDAW - Sebuah buku baru tentang krisis Rohingya dikeluarkan oleh tentara Myanmar. Namun, buku tersebut banyak memuat foto-foto palsu, termasuk sebuah foto yang menyatakan anggota minoritas Muslim membunuh umat Buddha.
Buku setebal 177 halaman dengan judul Politik Myanmar dan Tatmadaw: Bagian 1 menampilkan narasi militer tentang penumpasan yang baru-baru ini digambarkan sebagai genosida oleh Penyelidik PBB.
Sebagian besar konten buku bersumber dari unit informasi militer "True News", yang sejak awal krisis Rohingya telah mendistribusikan peristiwa itu versi angkatan darat. Sebagian besar di posting pada halaman Facebook.
Dalam pengantar buku, penulis, yang terdaftar sebagai Letnan Kolonel Kyaw Kyaw Oo, mengatakan bahwa teks tersebut dikompilasi menggunakan foto dokumenter dengan tujuan mengungkap sejarah orang Bengali.
Namun, penyelidikan oleh Reuters menemukan banyak foto yang terkandung dalam publikasi tersebut telah sepenuhnya melenceng dari konteks aslinya.
Salah satunya yang menggambarkan seorang pria memegang alat pertanian berdiri di atas dua tubuh, diberi judul: "Bengali membunuh etnis lokal secara brutal."
Namun, foto itu sebenarnya diambil di Dhaka selama perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971, ketika ratusan ribu orang Bangladesh dibunuh oleh pasukan Pakistan.
Buku ini mencoba untuk menggambarkan Rohingya, yang menganggap diri mereka sebagai penduduk asli Myanmar barat, sebagai penghalang dan imigran gelap dari Bangladesh. Ini terbukti dengan berulang kali menyebut mereka sebagai "orang Bengali".
Salah satu gambar hitam-putih pudar menunjukkan kerumunan orang, yang tampak melakukan long march dengan punggung membungkuk, digambarkan sebagai etnis Rohingya tiba di Myanmar sebelum 1948.
"Orang-orang Bengali masuk ke dalam negeri setelah Kolonialisme Inggris menduduki bagian bawah Myanmar," bunyi tulisan itu seperti dikutip dari Independent, Sabtu (1/9/2018).
Namun sejatinya gambar itu adalah versi terdistorsi dari gambar pengungsi tahun 1996 yang melarikan diri dari genosida di Rwanda.
Foto buram lainnya, dengan caption “Bengali memasuki Myanmar melalui jalur air,” sebenarnya adalah gambar Rogingya tahun 2015 yang meninggalkan Myanmar dengan perahu di mana puluhan ribu dari mereka tiba di Thailand dan Malaysia.
Buku ini dijual di toko buku di seluruh Ibu Kota komersial Myanmar, Yangon.
Seorang anggota staf di Innwa, salah satu toko buku terbesar di kota, mengatakan 50 eksemplar buku yang dipesan telah terjual habis. Namun toko tersebut tidak ada rencana untuk memesan lebih banyak.
“Tidak banyak orang yang mencarinya,” tambah penjual buku, yang menolak disebutkan namanya.
U Myo Myint Maung, sekretaris tetap di kementerian informasi Myanmar, menolak berkomentar. Ia mengatakan belum membaca buku itu.
Lebih dari 700 ribu warga Rohingya telah melarikan diri dari negara Rakhine Myanmar ke Bangladesh dan negara-negara tetangga lainnya di tengah-tengah penganiayaan dalam beberapa tahun terakhir.
PBB mengatakan, pihaknya menemukan bukti pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan bergerombol dan pembakaran ketika tentara mengecam serangan oleh tentara Pemberontak Arakan Rohingya dalam reaksi sangat tidak proporsional.
Baca: PBB: Genosida Rohingya, Panglima dan 5 Jenderal Myanmar Harus Diadili
Buku setebal 177 halaman dengan judul Politik Myanmar dan Tatmadaw: Bagian 1 menampilkan narasi militer tentang penumpasan yang baru-baru ini digambarkan sebagai genosida oleh Penyelidik PBB.
Sebagian besar konten buku bersumber dari unit informasi militer "True News", yang sejak awal krisis Rohingya telah mendistribusikan peristiwa itu versi angkatan darat. Sebagian besar di posting pada halaman Facebook.
Dalam pengantar buku, penulis, yang terdaftar sebagai Letnan Kolonel Kyaw Kyaw Oo, mengatakan bahwa teks tersebut dikompilasi menggunakan foto dokumenter dengan tujuan mengungkap sejarah orang Bengali.
Namun, penyelidikan oleh Reuters menemukan banyak foto yang terkandung dalam publikasi tersebut telah sepenuhnya melenceng dari konteks aslinya.
Salah satunya yang menggambarkan seorang pria memegang alat pertanian berdiri di atas dua tubuh, diberi judul: "Bengali membunuh etnis lokal secara brutal."
Namun, foto itu sebenarnya diambil di Dhaka selama perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971, ketika ratusan ribu orang Bangladesh dibunuh oleh pasukan Pakistan.
Buku ini mencoba untuk menggambarkan Rohingya, yang menganggap diri mereka sebagai penduduk asli Myanmar barat, sebagai penghalang dan imigran gelap dari Bangladesh. Ini terbukti dengan berulang kali menyebut mereka sebagai "orang Bengali".
Salah satu gambar hitam-putih pudar menunjukkan kerumunan orang, yang tampak melakukan long march dengan punggung membungkuk, digambarkan sebagai etnis Rohingya tiba di Myanmar sebelum 1948.
"Orang-orang Bengali masuk ke dalam negeri setelah Kolonialisme Inggris menduduki bagian bawah Myanmar," bunyi tulisan itu seperti dikutip dari Independent, Sabtu (1/9/2018).
Namun sejatinya gambar itu adalah versi terdistorsi dari gambar pengungsi tahun 1996 yang melarikan diri dari genosida di Rwanda.
Foto buram lainnya, dengan caption “Bengali memasuki Myanmar melalui jalur air,” sebenarnya adalah gambar Rogingya tahun 2015 yang meninggalkan Myanmar dengan perahu di mana puluhan ribu dari mereka tiba di Thailand dan Malaysia.
Buku ini dijual di toko buku di seluruh Ibu Kota komersial Myanmar, Yangon.
Seorang anggota staf di Innwa, salah satu toko buku terbesar di kota, mengatakan 50 eksemplar buku yang dipesan telah terjual habis. Namun toko tersebut tidak ada rencana untuk memesan lebih banyak.
“Tidak banyak orang yang mencarinya,” tambah penjual buku, yang menolak disebutkan namanya.
U Myo Myint Maung, sekretaris tetap di kementerian informasi Myanmar, menolak berkomentar. Ia mengatakan belum membaca buku itu.
Lebih dari 700 ribu warga Rohingya telah melarikan diri dari negara Rakhine Myanmar ke Bangladesh dan negara-negara tetangga lainnya di tengah-tengah penganiayaan dalam beberapa tahun terakhir.
PBB mengatakan, pihaknya menemukan bukti pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan bergerombol dan pembakaran ketika tentara mengecam serangan oleh tentara Pemberontak Arakan Rohingya dalam reaksi sangat tidak proporsional.
Baca: PBB: Genosida Rohingya, Panglima dan 5 Jenderal Myanmar Harus Diadili
(ian)