Dua WNI Nonkuota Haji Telantar di Bandara Jeddah
A
A
A
JEDDAH - Dua warga negara Indonesia (WNI) nonkuota haji telantar di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi, kemarin. Jumailiah, 60, dan Mariana, 78, mengaku tiba dengan maskapai Saudi Arabia Airlines kemudian ditinggal rombongannya yang berangkat ke Mekkah. Keduanya kebingungan dan berjalan ke sana ke mari saat ditemukan petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi.
“Tolong Pak… tolong, bagaimana nasib saya ini,” kata Jumailiah. Dia mengaku berangkat dalam rombongan empat orang dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (7/8) malam. Mereka berangkat haji melalui jalur nonkuota.
Dalam keterangan visa yang dibawa Jumailiah, kedatangan ke Tanah Suci dengan status sebagai tamu kerajaan. Dalam visa itu juga tercantum biaya senilai 6.600 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp26 juta. Jumailiah mengklaim berasal dari Desa Robatan, Sampang, Jawa Timur.
Alamat paspornya didaftarkan di Tanjung Perak. “Saya ndak tahu bagaimana, pokoknya didaftarkan ponakan saya,” katanya. Sedangkan Mariana sedianya ditemani anak kandungnya. Namun, ketika turun dari pesawat sang anak meninggalkan mereka di Bandara Jeddah. “Terus ibunya dititipkan ke saya,” kata Jumailiah. Saat ditanyai, Mariana sudah agak sukar menjawab. Dia mengaku berasal dari Sukabumi, Jawa Barat dan hanya tahu bahwa dia didaftarkan anaknya berangkat haji.
Dari visanya, dia didaftarkan berangkat dengan paspor keluaran kantor imigrasi di Jakarta. “Sudah saya mau pulang saja, tolong antar ke rumah saya di Pasar Kemis,” kata Mariana. Sepanjang gelombang keda tangan haji Indonesia tahun ini, sudah tampak beberapa datang dengan jalur nonkuota atau yang awam disebut haji furodah tersebut.
Pada awalawal kedatangan gelombang kedua di Jeddah, belasan sudah terdeteksi datang melalui Bandara King Abdul Aziz. Pihak PPIH Arab Saudi tak punya kewenangan menangani jamaah yang datang dengan jalur tersebut seturut regulasi di Arab Saudi.
“Kita coba hubungi pihak penjemput, tapi belum berhasil,” kata salah satu petugas haji. Setelah lama terkatung-katung, akhirnya keduanya diberangkatkan ke Makkah. “Mereka langsung diurus Muasasah Asia Tenggara,” kata Kepala Daker Bandara PPIH Arab Saudi Arsyad Hidayat di Bandara Jeddah.
Muasasah Asia Tenggara merupakan lembaga nonstruktural di pemerintahan Kerajaan Arab Saudi yang ditunjuk melayani jamaah haji dari kawasan tersebut. Oleh pihak muasasah, mereka bakal ditempatkan di maktab nonkuota di Mekkah.
Mereka rencananya dipondokkan di salah satu hotel yang berjarak 4 kilometer dari Masjidil haram dan akan tinggal di Mekkah selama dua bulan. Arsyad mengatakan, terlepas dari cara haji furodah memperoleh visa haji, mereka akan dilayani muasasah Arab Saudi.
Namun, Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi hanya bertanggung jawab atas jamaah dalam kuota yang disepakati Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah RI. Jika ada persoalan yang nanti menimpa jamaah furodah, hal tersebut akan diurusi KJRI Jeddah.
Sebelum diberangkatkan, dua jamaah furodah lansia kemarin sempat diberi makan dan ditenangkan para petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi. “Kita tak ada regulasinya mengurus mereka. Ini dilakukan atas dasar kemanusiaan,” katanya.
“Tolong Pak… tolong, bagaimana nasib saya ini,” kata Jumailiah. Dia mengaku berangkat dalam rombongan empat orang dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (7/8) malam. Mereka berangkat haji melalui jalur nonkuota.
Dalam keterangan visa yang dibawa Jumailiah, kedatangan ke Tanah Suci dengan status sebagai tamu kerajaan. Dalam visa itu juga tercantum biaya senilai 6.600 riyal Arab Saudi atau sekitar Rp26 juta. Jumailiah mengklaim berasal dari Desa Robatan, Sampang, Jawa Timur.
Alamat paspornya didaftarkan di Tanjung Perak. “Saya ndak tahu bagaimana, pokoknya didaftarkan ponakan saya,” katanya. Sedangkan Mariana sedianya ditemani anak kandungnya. Namun, ketika turun dari pesawat sang anak meninggalkan mereka di Bandara Jeddah. “Terus ibunya dititipkan ke saya,” kata Jumailiah. Saat ditanyai, Mariana sudah agak sukar menjawab. Dia mengaku berasal dari Sukabumi, Jawa Barat dan hanya tahu bahwa dia didaftarkan anaknya berangkat haji.
Dari visanya, dia didaftarkan berangkat dengan paspor keluaran kantor imigrasi di Jakarta. “Sudah saya mau pulang saja, tolong antar ke rumah saya di Pasar Kemis,” kata Mariana. Sepanjang gelombang keda tangan haji Indonesia tahun ini, sudah tampak beberapa datang dengan jalur nonkuota atau yang awam disebut haji furodah tersebut.
Pada awalawal kedatangan gelombang kedua di Jeddah, belasan sudah terdeteksi datang melalui Bandara King Abdul Aziz. Pihak PPIH Arab Saudi tak punya kewenangan menangani jamaah yang datang dengan jalur tersebut seturut regulasi di Arab Saudi.
“Kita coba hubungi pihak penjemput, tapi belum berhasil,” kata salah satu petugas haji. Setelah lama terkatung-katung, akhirnya keduanya diberangkatkan ke Makkah. “Mereka langsung diurus Muasasah Asia Tenggara,” kata Kepala Daker Bandara PPIH Arab Saudi Arsyad Hidayat di Bandara Jeddah.
Muasasah Asia Tenggara merupakan lembaga nonstruktural di pemerintahan Kerajaan Arab Saudi yang ditunjuk melayani jamaah haji dari kawasan tersebut. Oleh pihak muasasah, mereka bakal ditempatkan di maktab nonkuota di Mekkah.
Mereka rencananya dipondokkan di salah satu hotel yang berjarak 4 kilometer dari Masjidil haram dan akan tinggal di Mekkah selama dua bulan. Arsyad mengatakan, terlepas dari cara haji furodah memperoleh visa haji, mereka akan dilayani muasasah Arab Saudi.
Namun, Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi hanya bertanggung jawab atas jamaah dalam kuota yang disepakati Kerajaan Arab Saudi dan Pemerintah RI. Jika ada persoalan yang nanti menimpa jamaah furodah, hal tersebut akan diurusi KJRI Jeddah.
Sebelum diberangkatkan, dua jamaah furodah lansia kemarin sempat diberi makan dan ditenangkan para petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi. “Kita tak ada regulasinya mengurus mereka. Ini dilakukan atas dasar kemanusiaan,” katanya.
(don)