Mata-matai Laut China Selatan, Australia Beli Drone AS Rp70,9 T

Rabu, 27 Juni 2018 - 01:26 WIB
Mata-matai Laut China Selatan, Australia Beli Drone AS Rp70,9 T
Mata-matai Laut China Selatan, Australia Beli Drone AS Rp70,9 T
A A A
CANBERRA - Pemerintah Australia akan membelanjakan lebih dari USD5 miliar atau lebih dari Rp70,9 triliun untuk drone pengintai jarak jauh buatan Amerika Serikat (AS). Canberra akan menggunakan pesawat nirawak itu untuk memata-matai Laut China Selatan guna meningkatkan keamanan maritimnya.

Investasi militer bernilai miliaran dolar itu diumumkan pada hari Selasa (26/6/2018). Pemerintah Australia memutuskan untuk membeli enam MQ-4C Triton AS.

Program ini akan menelan biaya sebesar USD5,1 milIar, termasuk pembelian drone dan investasi infrastruktur.

Northrop Grumman MQ-4C Triton memiliki lebar sayap yang setara dengan Boeing 737, dan dapat tetap di udara lebih dari 30 jam pada suatu waktu. Selain itu, drone canggih ini dapat menyurvei hampir 3 juta mil persegi laut dalam satu penerbangan.

Triton pertama Australia akan memakan waktu lima tahun untuk beroperasi. Sedangkan enam pesawat kuat itu akan mulai beroperasi pada akhir tahun 2025.

Drone-drone Triton akan bergabung dengan armada pesawat P-8A Poseidon Angkatan Udara Australia."Bersama-sama melakukan berbagai tugas intelijen, pengawasan dan pengintaian," kata pemerintah Australia dalam sebuah pernyataan.

"Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anti-kapal selam dan maritim tempur Australia, perlindungan perbatasan dan membuat wilayah lebih aman," lanjut pernyataan pemerintah.

Investasi untuk drone canggih ini telah memicu perdebatan di parlemen. Anggota Partai Liberal Australia Kevin Andrews mempertanyakan apakah pesawat nirawak itu akan meningkatkan kemampuan militer dalam membela kepentingan nasional Australia atau tidak.

Menteri Industri Pertahanan Christopher Pyne membela investasi yang sangat mahal itu, meski telah membebani pembayar pajak Australia lebih dari dua kali lipat dari harga perkiraan pada tahun 2016.

“Salah satu hal terpenting yang kami lakukan sebagai bangsa, sebagai bagian dari Lima Mata adalah pengintaian dan pengawasan Samudra Hindia, Pasifik, Asia Tenggara dan tentu saja ke Antartika," kata Pyne kepada anggota parlemen.

Lima Mata atau The Five Eyes adalah aliansi intelijen global gabungan dari Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan AS.

Pyne mengatakan kepada Sky News, Rabu (27/6/2018), bahwa wilayah operasional drone akan menutupi Laut China Selatan. Dia menambahkan bahwa Canberra bersikeras pada haknya untuk kebebasan bernavigasi di Laut China Selatan yang nyaris seluruhnya diklaim China.

"Australia bertanggung jawab atas sekitar 10 persen permukaan dunia Samudra Hindia, Pasifik, Antartika hingga ke Laut China Selatan," kata Pyne.

Klaim China atas wilayah tersebut telah dilawan oleh beberapa negara Asia seperti Vietnam, Brunei, Malaysia, dan Filipina yang sama-sama memiliki klaim di wilayah serupa.

Selain untuk memata-matai Laut China Selatan, drone canggih itu akan digunakan untuk memantau kapal-kapal di perairan Australia, termasuk kapal-kapal angkatan laut negara-negara lain, serta untuk mengawasi para penyelundup manusia dan kegiatan penangkapan ikan ilegal.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7302 seconds (0.1#10.140)