Ajudan Khamenei: Suriah Akan Jadi Vietnam Kedua bagi AS
A
A
A
TEHERAN - Ajudan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Ali Akbar Velayati, mengutuk kehadiran militer Amerika Serikat yang tidak diundang di Suriah. Dia memperingatkan bahwa konflik Suriah bisa menjadi Perang Vietnam kedua bagi Washington.
Velayati, pembantu utama Khamenei untuk urusan internasional, menyalahkan Amerika Serikat atas munculnya kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Menurutnya, kehadiran militer Washington yang berkelanjutan di negeri Bashar al-Assad akan menyebabkan malapetaka.
"Amerika sendiri telah menciptakan (ISIS) dan Al-Nusra di Suriah dan sekarang mereka telah datang ke lokasi kejadian dan menduduki Eufrat Timur," kata Velayati sebagaimana dikutip Fars.
"Mereka harus tahu bahwa Suriah dan Eufrat Timur akan menjadi Vietnam lain bagi AS," ujarnya.
Ribuan pasukan khusus AS diduga akan ditempatkan dengan pasukan proxy di Suriah timur meskipun militer Washington tak pernah diundang untuk beroperasi di negara Assad. Meski perang melawan ISIS dianggap berakhir, pasukan proxy yang didukung AS saat ini menduduki kantong wilayah Suriah.
Para ahli mempertanyakan apakah Amerika Serikat memiliki kekuatan darat yang cukup untuk membuat operasi Suriah menjadi bencana seperti Perang Vietnam di masa lalu.
"Irak setelah 2003 lebih seperti Vietnam Kedua karena AS memiliki ribuan pasukan yang menduduki negara itu dan rentan diserang oleh pemberontak," kata Mark Almond, direktur Crisis Research Institute di Inggris, kepada Russia Today, semalam (22/6/2018).
"Di Suriah, Amerika (juga Inggris dan Prancis) memiliki lebih sedikit pasukan di darat—pasukan khusus—dan bergantung pada proxy untuk melakukan pertempuran sehingga kapasitas pasukan lokal untuk menimbulkan korban berat relatif rendah," ujarnya.
"Angkatan udara AS bersedia menyerang atas kecurigaan setiap pasukan di lapangan yang dianggapnya mengancam dan ada sedikit atau tidak ada apa pun yang dapat dilakukan pasukan Suriah atau milisi lokal terhadap pesawat AS."
Namun, Almond mencatat bahwa tanpa pasukan darat, Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya tidak akan dapat mengontrol wilayah Suriah dalam jangka panjang.
"Pejabat Iran berbicara secara teoritis; Jika kehadiran AS terus tumbuh di Suriah itu bisa menjadi Vietnam lain untuk mereka," kata Vladimir Batyuk, kepala Political and Military Research Unit di Russian Academy of Sciences Institute for USA and Canada Studies.
"Jika Amerika Serikat akan menumbuhkan kehadirannya atau tidak, itu pertanyaan besar. Tidak ada konsensus di Washington mengenai masalah ini. Jika Presiden AS Donald Trump akan menjadi satu-satunya yang memutuskan, maka pasukan AS akan meninggalkan Suriah besok. Tetapi ada tokoh kuat lainnya di Washington yang yakin bahwa kehadiran AS di Suriah diperlukan. Pada titik ini, AS tidak mungkin menumbuhkan kehadirannya jika situasinya tidak akan berubah secara drastis."
Batyuk mengatakan bahwa sejak stabilitas Suriah adalah prioritas utama bagi Teheran, pernyataan Velayati harus dilihat sebagai peringatan bagi Washington.
"Pada saat ini ada 2.000 pasukan khusus AS di Suriah. Tentu saja, itu tidak cukup untuk operasi militer di tanah di Suriah," kata Batyuk. "AS mendukung Kurdi dan apa yang disebut pemberontak moderat, yang sebenarnya adalah Islamis yang menyamar. AS dapat menggunakan dukungan udara dari koalisi anti-ISIS untuk beberapa tujuan tetapi tidak lebih. Jadi, kekhawatiran para pejabat Teheran tidak mungkin terwujud."
Velayati, pembantu utama Khamenei untuk urusan internasional, menyalahkan Amerika Serikat atas munculnya kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Menurutnya, kehadiran militer Washington yang berkelanjutan di negeri Bashar al-Assad akan menyebabkan malapetaka.
"Amerika sendiri telah menciptakan (ISIS) dan Al-Nusra di Suriah dan sekarang mereka telah datang ke lokasi kejadian dan menduduki Eufrat Timur," kata Velayati sebagaimana dikutip Fars.
"Mereka harus tahu bahwa Suriah dan Eufrat Timur akan menjadi Vietnam lain bagi AS," ujarnya.
Ribuan pasukan khusus AS diduga akan ditempatkan dengan pasukan proxy di Suriah timur meskipun militer Washington tak pernah diundang untuk beroperasi di negara Assad. Meski perang melawan ISIS dianggap berakhir, pasukan proxy yang didukung AS saat ini menduduki kantong wilayah Suriah.
Para ahli mempertanyakan apakah Amerika Serikat memiliki kekuatan darat yang cukup untuk membuat operasi Suriah menjadi bencana seperti Perang Vietnam di masa lalu.
"Irak setelah 2003 lebih seperti Vietnam Kedua karena AS memiliki ribuan pasukan yang menduduki negara itu dan rentan diserang oleh pemberontak," kata Mark Almond, direktur Crisis Research Institute di Inggris, kepada Russia Today, semalam (22/6/2018).
"Di Suriah, Amerika (juga Inggris dan Prancis) memiliki lebih sedikit pasukan di darat—pasukan khusus—dan bergantung pada proxy untuk melakukan pertempuran sehingga kapasitas pasukan lokal untuk menimbulkan korban berat relatif rendah," ujarnya.
"Angkatan udara AS bersedia menyerang atas kecurigaan setiap pasukan di lapangan yang dianggapnya mengancam dan ada sedikit atau tidak ada apa pun yang dapat dilakukan pasukan Suriah atau milisi lokal terhadap pesawat AS."
Namun, Almond mencatat bahwa tanpa pasukan darat, Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya tidak akan dapat mengontrol wilayah Suriah dalam jangka panjang.
"Pejabat Iran berbicara secara teoritis; Jika kehadiran AS terus tumbuh di Suriah itu bisa menjadi Vietnam lain untuk mereka," kata Vladimir Batyuk, kepala Political and Military Research Unit di Russian Academy of Sciences Institute for USA and Canada Studies.
"Jika Amerika Serikat akan menumbuhkan kehadirannya atau tidak, itu pertanyaan besar. Tidak ada konsensus di Washington mengenai masalah ini. Jika Presiden AS Donald Trump akan menjadi satu-satunya yang memutuskan, maka pasukan AS akan meninggalkan Suriah besok. Tetapi ada tokoh kuat lainnya di Washington yang yakin bahwa kehadiran AS di Suriah diperlukan. Pada titik ini, AS tidak mungkin menumbuhkan kehadirannya jika situasinya tidak akan berubah secara drastis."
Batyuk mengatakan bahwa sejak stabilitas Suriah adalah prioritas utama bagi Teheran, pernyataan Velayati harus dilihat sebagai peringatan bagi Washington.
"Pada saat ini ada 2.000 pasukan khusus AS di Suriah. Tentu saja, itu tidak cukup untuk operasi militer di tanah di Suriah," kata Batyuk. "AS mendukung Kurdi dan apa yang disebut pemberontak moderat, yang sebenarnya adalah Islamis yang menyamar. AS dapat menggunakan dukungan udara dari koalisi anti-ISIS untuk beberapa tujuan tetapi tidak lebih. Jadi, kekhawatiran para pejabat Teheran tidak mungkin terwujud."
(mas)