Myanmar dan PBB Umumkan Kesepakatan Repatriasi Rohingya

Jum'at, 01 Juni 2018 - 11:15 WIB
Myanmar dan PBB Umumkan...
Myanmar dan PBB Umumkan Kesepakatan Repatriasi Rohingya
A A A
YANGON - Pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan PBB yang akan menjadi langkah pertama menuju kemungkinan pemulangan Muslim Rohingya ke negara itu.

Kesepakatan dengan PBB adalah prasyarat untuk pemulangan Rohingya ke Myanmar. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi bahkan memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa kondisi tindak kondusit untuk pemulangan kembali secara sukarela.

Sejumlah detail dari memorandum of understanding (MoU) itu telah dikeluarkan. Myanmar mengatakan badan-badan PBB akan bekerja sama dengan pemerintah untuk pemulangan orang-orang yang terlantar yang telah diverifikasi secara sah sehingga mereka dapat kembali secara sukarela dengan aman dan bermartabat.

“Ratusan ribu pengungsi yang melarikan diri dari Myanmar hidup dalam kondisi yang tidak berkelanjutan. Kami harus melakukan yang terbaik untuk menciptakan kondisi di Rakhine sehingga mereka dapat kembali ke rumah," kata Knut Ostby, pejabat PBB dan koordinator kemanusiaan di Myanmar.

"Perjanjian itu langkah pertama dalam melakukan repatriasi, dalam membantu orang mulai membangun kembali kehidupan mereka," imbuh Ostby, seperti dikutip dari New York Times, Jumat (1/6/2018).

Sejauh ini, PBB belum diberikan akses penuh ke pusat kekerasan di Negara Bagian Rakhine utara. Upaya bilateral oleh Bangladesh dan Myanmar untuk memulangkan Rohingya telah menghasilkan sejumlah pemulangan.

Mulai bulan Agustus tahun lalu, sekitar 700.000 orang Rohingya melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar ke negara tetangga Bangladesh dalam eksodus kemanusiaan paling mendesak dalam satu generasi.

Rohingya, etnis minoritas Muslim di Myanmar yang mayoritas beragama Budha, melarikan diri dari kampanye militer terkoordinasi seperti pembantaian, pemerkosaan dan pembakaran desa mereka yang menurut beberapa pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mungkin menjadi genosida.

Meskipun Rohingya menganggap diri mereka sebagai satu dari banyak etnis minoritas yang tinggal di Myanmar, sebagian besar telah kehilangan kewarganegaraan mereka dan tidak memiliki kewarganegaraan. Pemerintah Myanmar telah menepis laporan yang luas dan konsisten tentang kekerasan mengerikan yang dilakukan oleh geng militer dan sipil negara itu terhadap Rohingya.

Pada hari Kamis, kantor presiden di Myanmar mengatakan akan membentuk komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi setelah serangan militan Rohingya Agustus lalu. Penggerebekan oleh gerilyawan Rohingya di pos polisi dan tentara memicu serangan brutal militer terhadap warga sipil Rohingya.

Namun pemerintah Myanmar telah membentuk setengah lusin komisi seperti itu dalam beberapa bulan terakhir. Tidak satu pun yang menghasilkan pencarian jiwa yang berarti oleh militer untuk tindakan yang telah dianggap Amerika sebagai pembersihan etnis. Sebaliknya, para pejabat Myanmar telah memfokuskan pada serangan oleh militan Rohingya, yang mereka sebut "teroris."

Dalam beberapa tahun terakhir, Muslim Rohingya di Myanmar semakin dianiaya, tidak dapat bepergian dengan bebas, menghadiri kuliah atau beribadah sesuai keinginan. Sejak 2012, sekitar 120.000 telah diinternir di kamp-kamp di Rakhine tengah.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1119 seconds (0.1#10.140)