Hari Terburuk di Nikaragua, 15 Demonstran Anti Presiden Tewas
A
A
A
MANAGUA - Lima belas orang tewas dan lebih dari 200 terluka pada dalam salah satu hari terburuk aksi kekerasan sejak protes terhadap Presiden Nikaragua, Daniel Ortega, dimulai lebih dari sebulan lalu. Demikian pernyataan pihak kepolisian setempat.
Pertumpahan darah itu dikutuk oleh konferensi Uskup Episkopal negara-negara Amerika Tengah. Mereka menyebutnya sebagai agresi terorganisir dan sistematis serta menunda pembicaraan dengan pemerintah.
Para saksi mengatakan kelompok bersenjata pro-pemerintah menembaki para demonstran selama demonstrasi pada hari Rabu, Hari Ibu Nikaragua. Pawai diadakan untuk mengingat anak-anak yang berada di antara lebih dari 80 yang tewas sejak dimulainya protes.
"Jumlah orang yang tewas dari tindakan kelompok penjahat yang beroperasi memakai topeng adalah 15," kata Sub-Direktur Polisi Nasional Francisco Diaz, mengatakan tujuh dari mereka meninggal di ibukota, Managua. Ia juga mengatakan 218 orang terluka seperti dikutip dari Reuters, Jumat (1/6/2018).
Sementara tentara mengatakan pihaknya merawat beberapa korban yang terluka, termasuk beberapa petugas polisi.
Pemerintah membantah tuduhan kelompok hak asasi bahwa para agresor adalah pendukung pemerintah. Pemerintah Nikaragua juga mengatakan tidak bertanggung jawab atas kekerasan sejak protes yang dipimpin mahasiswa dimulai pada bulan April lalu. Aksi ini dipicu oleh perubahan yang diusulkan untuk sistem jaminan sosial.
Parlemen Eropa pada hari Kamis mengutuk apa yang disebut penindasan brutal di Nikaragua dan menyerukan pemilihan umum, mempertegas seruan untuk Ortgea untuk mempercepat pemilu presiden yang dijadwalkan pada 2012.
Dalam sebuah isyarat Ortega menanggapi tekanan internasional, pemerintah dan Organisasi negara-negara Amerika mengeluarkan pernyataan yang mengatakan kepala komisi pemilu, Roberto Rivas, telah mengundurkan diri.
Pada bulan Desember, AS memberlakukan sanksi terhadap Rivas, mengutip tuduhan bahwa ia mengumpulkan kekayaan di luar penghasilannya termasuk jet dan yacht pribadi, dan menuduhnya melakukan penipuan dalam pemilu.
Ortega terpilih untuk masa jabatan ketiga berturut-turut pada tahun 2016 dengan lebih dari 70 persen suara, hasil yang dipertanyakan oleh pengamat yang mengatakan pemerintah telah menekan oposisi.
Dalam sebuah surat kepada Ortega yang diterbitkan di Twitter, asosiasi bisnis COSEP mendesak presiden berusia 72 tahun itu untuk mendorong pemilu 2021 ke tanggal yang disepakati oleh pemerintah dan perwakilan sipil.
“Mengingat besarnya krisis ini, kami mendesak Anda untuk melakukan segala upaya dalam kekuatan Anda untuk menemukan solusi damai sebelum kita menemukan diri kita tenggelam dalam situasi yang lebih tragis,” bunyi surat itu.
Menanggapi surat COSEP, Ortega mengatakan kepada pendukungnya bahwa Nikaragua bukan milik pribadi, surat kabar La Prensa melaporkan.
Pertumpahan darah itu dikutuk oleh konferensi Uskup Episkopal negara-negara Amerika Tengah. Mereka menyebutnya sebagai agresi terorganisir dan sistematis serta menunda pembicaraan dengan pemerintah.
Para saksi mengatakan kelompok bersenjata pro-pemerintah menembaki para demonstran selama demonstrasi pada hari Rabu, Hari Ibu Nikaragua. Pawai diadakan untuk mengingat anak-anak yang berada di antara lebih dari 80 yang tewas sejak dimulainya protes.
"Jumlah orang yang tewas dari tindakan kelompok penjahat yang beroperasi memakai topeng adalah 15," kata Sub-Direktur Polisi Nasional Francisco Diaz, mengatakan tujuh dari mereka meninggal di ibukota, Managua. Ia juga mengatakan 218 orang terluka seperti dikutip dari Reuters, Jumat (1/6/2018).
Sementara tentara mengatakan pihaknya merawat beberapa korban yang terluka, termasuk beberapa petugas polisi.
Pemerintah membantah tuduhan kelompok hak asasi bahwa para agresor adalah pendukung pemerintah. Pemerintah Nikaragua juga mengatakan tidak bertanggung jawab atas kekerasan sejak protes yang dipimpin mahasiswa dimulai pada bulan April lalu. Aksi ini dipicu oleh perubahan yang diusulkan untuk sistem jaminan sosial.
Parlemen Eropa pada hari Kamis mengutuk apa yang disebut penindasan brutal di Nikaragua dan menyerukan pemilihan umum, mempertegas seruan untuk Ortgea untuk mempercepat pemilu presiden yang dijadwalkan pada 2012.
Dalam sebuah isyarat Ortega menanggapi tekanan internasional, pemerintah dan Organisasi negara-negara Amerika mengeluarkan pernyataan yang mengatakan kepala komisi pemilu, Roberto Rivas, telah mengundurkan diri.
Pada bulan Desember, AS memberlakukan sanksi terhadap Rivas, mengutip tuduhan bahwa ia mengumpulkan kekayaan di luar penghasilannya termasuk jet dan yacht pribadi, dan menuduhnya melakukan penipuan dalam pemilu.
Ortega terpilih untuk masa jabatan ketiga berturut-turut pada tahun 2016 dengan lebih dari 70 persen suara, hasil yang dipertanyakan oleh pengamat yang mengatakan pemerintah telah menekan oposisi.
Dalam sebuah surat kepada Ortega yang diterbitkan di Twitter, asosiasi bisnis COSEP mendesak presiden berusia 72 tahun itu untuk mendorong pemilu 2021 ke tanggal yang disepakati oleh pemerintah dan perwakilan sipil.
“Mengingat besarnya krisis ini, kami mendesak Anda untuk melakukan segala upaya dalam kekuatan Anda untuk menemukan solusi damai sebelum kita menemukan diri kita tenggelam dalam situasi yang lebih tragis,” bunyi surat itu.
Menanggapi surat COSEP, Ortega mengatakan kepada pendukungnya bahwa Nikaragua bukan milik pribadi, surat kabar La Prensa melaporkan.
(ian)