Rouhani Pastikan Iran Mempertahankan Perjanjian Nuklir
A
A
A
TEHERAN - Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran akan tetap berkomitmen pada kesepakatan nuklir 2015 jika kepentingannya dilindungi. Sementara di sisi lain Menteri Luar Negeri Iran berharap pakta itu dapat dirancang ulang tanpa Washington sebagai anggota.
Rouhani mengatakan penarikan Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan itu pada hari Selasa lalu adalah pelanggaran moral.
"Jika lima negara yang tersisa terus mematuhi perjanjian, Iran akan tetap dalam kesepakatan terlepas dari kehendak Amerika," katanya seperti dilansir dari Reuters, Senin (14/5/2018).
Rouhani mengatakan Iran akan tetap berkomitmen pada kesepakatan itu, yang juga ditandatangani China, Rusia, Inggris, Prancis dan Jerman, asalkan kekuatan itu memastikan Iran terlindungi dari sanksi.
Penarikan Presiden Donald Trump telah mengecewakan sekutu Eropanya, menimbulkan ketidakpastian atas pasokan minyak global dan meningkatkan risiko konflik di Timur Tengah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif memulai tur ke negara-negera peserta perjanjian dalam upaya untuk menyelamatkan kesepakatan.
"Kami berharap bahwa dengan kunjungan ini ke China dan negara-negara lain kami akan dapat membangun desain masa depan yang jelas untuk perjanjian komprehensif," kata Zarif saat menyambangi Beijing.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, tur Zarif akan meningkatkan pemahaman posisi Iran dan membantu Teheran melindungi kepentingannya yang sah.
"China bersedia mempertahankan komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak terkait, termasuk Iran, dan mengambil sikap yang objektif, adil dan bertanggung jawab untuk terus menjaga perjanjian," kata Wang.
Penarikan AS dari perjanjian nuklir internasional juga menimbulkan perpecahan di antara elit politik Iran. Meski tiga negara Eropa telah berkomitmen untuk mempertahankan perjanjian tersebut, tetapi ulama senior Ayatollah Ahmad Khatami mengatakan bahwa Eropa tidak dapat dipercaya.
Pada hari Minggu, ketua Majelis Ahli, sekelompok ulama yang bertanggung jawab untuk memilih pemimpin tertinggi Iran, mengatakan Rouhani harus meminta maaf karena tidak mendapatkan jaminan dari kekuatan dunia untuk perjanjian tersebut.
"Presiden harus secara jujur dan terbuka meminta maaf kepada rakyat atas kerusakan yang disebabkan oleh perjanjian nuklir," kata Ayatollah Ahmad Jannati, seorang tokoh konservatif, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah.
Sementara kepala pasukan elit Iran juga memperingatkan agar tidak mengandalkan kekuatan asing.
"Keluarnya Amerika bertujuan untuk mematahkan perlawanan rakyat Iran, yang bukan hal baru tetapi masalah hari ini bukan sanksi AS, itu bahwa beberapa pejabat melihat ke arah luar daripada melihat potensi domestik," kata komandan Garda Revolusi Iran Jenderal Mohammad Ali Jafari, kantor berita negara IRNA melaporkan.
Jafari sendiri beberapa hari lalu meragukan kemampuan negara-negara Eropa untuk menyelamatkan kesepakatan itu.
Dengan kesepakatan yang ditentang oleh kelompok garis keras di dalam negeri, beberapa analis mengatakan Rouhani yang pragmatis sekarang mungkin menjadi pemimpin yang lumpuh.
Rouhani mengatakan penarikan Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan itu pada hari Selasa lalu adalah pelanggaran moral.
"Jika lima negara yang tersisa terus mematuhi perjanjian, Iran akan tetap dalam kesepakatan terlepas dari kehendak Amerika," katanya seperti dilansir dari Reuters, Senin (14/5/2018).
Rouhani mengatakan Iran akan tetap berkomitmen pada kesepakatan itu, yang juga ditandatangani China, Rusia, Inggris, Prancis dan Jerman, asalkan kekuatan itu memastikan Iran terlindungi dari sanksi.
Penarikan Presiden Donald Trump telah mengecewakan sekutu Eropanya, menimbulkan ketidakpastian atas pasokan minyak global dan meningkatkan risiko konflik di Timur Tengah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif memulai tur ke negara-negera peserta perjanjian dalam upaya untuk menyelamatkan kesepakatan.
"Kami berharap bahwa dengan kunjungan ini ke China dan negara-negara lain kami akan dapat membangun desain masa depan yang jelas untuk perjanjian komprehensif," kata Zarif saat menyambangi Beijing.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, tur Zarif akan meningkatkan pemahaman posisi Iran dan membantu Teheran melindungi kepentingannya yang sah.
"China bersedia mempertahankan komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak terkait, termasuk Iran, dan mengambil sikap yang objektif, adil dan bertanggung jawab untuk terus menjaga perjanjian," kata Wang.
Penarikan AS dari perjanjian nuklir internasional juga menimbulkan perpecahan di antara elit politik Iran. Meski tiga negara Eropa telah berkomitmen untuk mempertahankan perjanjian tersebut, tetapi ulama senior Ayatollah Ahmad Khatami mengatakan bahwa Eropa tidak dapat dipercaya.
Pada hari Minggu, ketua Majelis Ahli, sekelompok ulama yang bertanggung jawab untuk memilih pemimpin tertinggi Iran, mengatakan Rouhani harus meminta maaf karena tidak mendapatkan jaminan dari kekuatan dunia untuk perjanjian tersebut.
"Presiden harus secara jujur dan terbuka meminta maaf kepada rakyat atas kerusakan yang disebabkan oleh perjanjian nuklir," kata Ayatollah Ahmad Jannati, seorang tokoh konservatif, dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh media pemerintah.
Sementara kepala pasukan elit Iran juga memperingatkan agar tidak mengandalkan kekuatan asing.
"Keluarnya Amerika bertujuan untuk mematahkan perlawanan rakyat Iran, yang bukan hal baru tetapi masalah hari ini bukan sanksi AS, itu bahwa beberapa pejabat melihat ke arah luar daripada melihat potensi domestik," kata komandan Garda Revolusi Iran Jenderal Mohammad Ali Jafari, kantor berita negara IRNA melaporkan.
Jafari sendiri beberapa hari lalu meragukan kemampuan negara-negara Eropa untuk menyelamatkan kesepakatan itu.
Dengan kesepakatan yang ditentang oleh kelompok garis keras di dalam negeri, beberapa analis mengatakan Rouhani yang pragmatis sekarang mungkin menjadi pemimpin yang lumpuh.
(ian)