Barat Berniat Bawa Serangan Kimia Douma ke Majelis Umum PBB
A
A
A
NEW YORK - Sejumlah negara Barat dikabarkan berencana untuk membawa kasus dugaan serangan kimia di Douma, Suriah, ke Majelis Umum PBB. Ini dilakukan untuk mencegah Rusia menggunakan hak vetonya guna menggagalkan tindakan Dewan Keamanan PBB atas rezim Suriah.
Rusia telah 12 kali menggunakan vetonya untuk memblokir tindakan PBB yang menargetkan rezim sekutunya, Bashar al-Assad. Terakhi, Rusia menggunakan hak vetonya untuk memblokir perpanjangan mekanisme PBB untuk tanggung jawab atas serangan senjata kimia.
Negara-negara Barat menyalahkan pemerintah Suriah atas serangan gas beracun di kota Douma awal bulan ini, yang menewaskan puluhan orang. Dugaan ini juga memicu serangan 105 rudal oleh Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis yang menargetkan fasilitas senjata kimia sebagai pembalasan.
Rezim Suriah dan Rusia menyangkal keterlibatan atau penggunaan senjata kimia tersebut.
Para pejabat Barat dilaporkan mendukung gagasan untuk beralih ke rute diplomatik yang jarang digunakan untuk menghentikan kebuntuan, yang dikenal sebagai bersatu untuk perdamaian. Gagasan ini memungkinkan sembilan anggota Dewan Keamanan untuk menunjukkan kekhawatiran mereka dengan pemungutan suara di Majelis Umum, memotong veto Rusia.
Mayoritas dua pertiga dalam majelis umum kemudian akan diminta untuk menyetujui mekanisme atribusi.
"Veto Rusia tidak perlu menjadi akhir dari upaya untuk tindakan kolektif oleh PBB," kata Ian Martin, aktivis hak asasi manusia dan mantan pejabat PBB.
"Tanggung jawab untuk menegaskan pertanggungjawaban atas penggunaan senjata kimia, dan untuk mengakhiri kengerian konflik Suriah, terletak pada komunitas dunia secara keseluruhan," imbuhnya seperti dikutip dari Independent, Rabu (25/4/2018).
Rencana ini datang saat utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, menekankan bahwa keuntungan teritorial terakhir rezim Suriah dan sekutu-sekutunya tidak membawa perdamaian lebih dekat ke negara itu.
“Kami melihat dalam beberapa minggu terakhir, hari terakhir, bahwa perolehan militer, keuntungan teritorial dan eskalasi militer tidak membawa solusi politik, tidak membawa perubahan apa pun. Namun sebaliknya,” kata Mistura.
Pada hari Senin, para menteri luar negeri dari negara-negara industri terkemuka, Kelompok Tujuh (G7), bersatu untuk mengutuk Rusia atas apa yang mereka katakan sebagai "pola perilaku yang tidak bertanggung jawab dan membuat ketidakstabilan".
Mereka mendesak Moskow untuk membantu menyelesaikan konflik di Suriah dan setuju untuk membentuk kelompok kerja untuk mempelajari perilaku buruk Kremlin.
John Sullivan, yang bertindak sebagai menteri luar negeri AS, meminta Moskow untuk berhenti menciptakan hambatan bagi perdamaian di Suriah. Ia juga meminta Rusia untuk memainkan peran dalam mengakhiri konflik tujuh tahun.
"Rusia harus menjadi mitra yang konstruktif di Suriah atau akan bertanggung jawab," katanya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengataka para menteri G7 telah sepakat tentang perlunya waspada terhadap Rusia.
"Apa yang kami putuskan adalah bahwa kami akan membentuk kelompok G7 yang akan melihat perilaku jahat Rusia dalam semua manifestasinya - apakah itu perang siber, apakah itu disinformasi, upaya pembunuhan, apa pun yang terjadi, dan secara kolektif mencoba untuk mencegahnya," ujar Johnson.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan pertemuan itu menetapkan bahwa tidak akan ada solusi politik di Suriah tanpa Rusia. "Dan bahwa Rusia harus menyumbangkan bagiannya untuk solusi seperti itu," ucapnya.
Meski mendukung serangan udara di Suriah, pernyataan G7 mengatakan mereka "terbatas, proporsional dan diperlukan - dan diambil hanya setelah setiap opsi diplomatik untuk menegakkan norma internasional terhadap penggunaan senjata kimia.
Rusia telah 12 kali menggunakan vetonya untuk memblokir tindakan PBB yang menargetkan rezim sekutunya, Bashar al-Assad. Terakhi, Rusia menggunakan hak vetonya untuk memblokir perpanjangan mekanisme PBB untuk tanggung jawab atas serangan senjata kimia.
Negara-negara Barat menyalahkan pemerintah Suriah atas serangan gas beracun di kota Douma awal bulan ini, yang menewaskan puluhan orang. Dugaan ini juga memicu serangan 105 rudal oleh Amerika Serikat (AS), Inggris dan Prancis yang menargetkan fasilitas senjata kimia sebagai pembalasan.
Rezim Suriah dan Rusia menyangkal keterlibatan atau penggunaan senjata kimia tersebut.
Para pejabat Barat dilaporkan mendukung gagasan untuk beralih ke rute diplomatik yang jarang digunakan untuk menghentikan kebuntuan, yang dikenal sebagai bersatu untuk perdamaian. Gagasan ini memungkinkan sembilan anggota Dewan Keamanan untuk menunjukkan kekhawatiran mereka dengan pemungutan suara di Majelis Umum, memotong veto Rusia.
Mayoritas dua pertiga dalam majelis umum kemudian akan diminta untuk menyetujui mekanisme atribusi.
"Veto Rusia tidak perlu menjadi akhir dari upaya untuk tindakan kolektif oleh PBB," kata Ian Martin, aktivis hak asasi manusia dan mantan pejabat PBB.
"Tanggung jawab untuk menegaskan pertanggungjawaban atas penggunaan senjata kimia, dan untuk mengakhiri kengerian konflik Suriah, terletak pada komunitas dunia secara keseluruhan," imbuhnya seperti dikutip dari Independent, Rabu (25/4/2018).
Rencana ini datang saat utusan khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, menekankan bahwa keuntungan teritorial terakhir rezim Suriah dan sekutu-sekutunya tidak membawa perdamaian lebih dekat ke negara itu.
“Kami melihat dalam beberapa minggu terakhir, hari terakhir, bahwa perolehan militer, keuntungan teritorial dan eskalasi militer tidak membawa solusi politik, tidak membawa perubahan apa pun. Namun sebaliknya,” kata Mistura.
Pada hari Senin, para menteri luar negeri dari negara-negara industri terkemuka, Kelompok Tujuh (G7), bersatu untuk mengutuk Rusia atas apa yang mereka katakan sebagai "pola perilaku yang tidak bertanggung jawab dan membuat ketidakstabilan".
Mereka mendesak Moskow untuk membantu menyelesaikan konflik di Suriah dan setuju untuk membentuk kelompok kerja untuk mempelajari perilaku buruk Kremlin.
John Sullivan, yang bertindak sebagai menteri luar negeri AS, meminta Moskow untuk berhenti menciptakan hambatan bagi perdamaian di Suriah. Ia juga meminta Rusia untuk memainkan peran dalam mengakhiri konflik tujuh tahun.
"Rusia harus menjadi mitra yang konstruktif di Suriah atau akan bertanggung jawab," katanya.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson mengataka para menteri G7 telah sepakat tentang perlunya waspada terhadap Rusia.
"Apa yang kami putuskan adalah bahwa kami akan membentuk kelompok G7 yang akan melihat perilaku jahat Rusia dalam semua manifestasinya - apakah itu perang siber, apakah itu disinformasi, upaya pembunuhan, apa pun yang terjadi, dan secara kolektif mencoba untuk mencegahnya," ujar Johnson.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan pertemuan itu menetapkan bahwa tidak akan ada solusi politik di Suriah tanpa Rusia. "Dan bahwa Rusia harus menyumbangkan bagiannya untuk solusi seperti itu," ucapnya.
Meski mendukung serangan udara di Suriah, pernyataan G7 mengatakan mereka "terbatas, proporsional dan diperlukan - dan diambil hanya setelah setiap opsi diplomatik untuk menegakkan norma internasional terhadap penggunaan senjata kimia.
(ian)