Myanmar Perlu Ditekan untuk Repatriasi
A
A
A
LONDON - Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina menyatakan tekanan internasional perlu ditingkatkan pada Myanmar agar repatriasi pengungsi Rohingya segera dilakukan.
Hasina juga menolak klaim pemerintah Myanmar yang menyatakan telah merepatriasi satu keluarga dengan lima orang anggota. Bangladesh sendiri kewalahan menangani ratusan ribu pengungsi Rohingya yang kini terancam banjir dan tanah longsor di kamp-kamp distrik Cox's Bazar.
“Komunitas internasional perlu melakukan lebih banyak tekanan pada Myanmar sehingga mereka memulangkan kembali rakyatnya dan menjamin keamanan mereka,” papar Hasina saat berada di London, kemarin.
“Myanmar menyatakan mereka siap memulangkan Rohingya, tapi mereka tidak mengambil inisiatif itu,” ungkap dia.
Hasina menjelaskan, Bangladesh telah mengajukan nama 8.000 keluarga Rohingya untuk repatriasi ke Myanmar tapi Myanmar sejauh ini menolak memulangkan mereka. Myanmar dan Bangladesh telah sepakat pada Januari untuk repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun.
Hasina juga mengkritik Myanmar yang mengaku memulangkan lima orang dari satu keluarga Rohingya dari Bangladesh. Keluarga itu sebelumnya tinggal di wilayah perbatasan kedua negara.
“Mereka tinggal di tanah perbatasan, dengan beberapa anggota keluarga mereka di kamp mereka. Mungkin (Myanmar) ingin menunjukkan dunia mereka memulangkan mereka. Ini pertanda bagus. Jika mereka ingin, lalu mengapa hanya satu keluarga? Kita telah mengajukan nama-nama 8.000 keluarga (Rohingya) tapi mereka tidak dipulangkan,” tegas Hasina.
Dia juga mengonfirmasi rencana memindahkan 100.000 pengungsi Rohingya ke pulau dataran rendah yang tak berpenghuni di Teluk Bengal. Hasina mencoba menepis kekhawatiran bahwa Bangladesh akan menempatkan para pengungsi dalam risiko banjir.
“Kami ingin memindahkan mereka di tempat rawan ke pulau itu. Bangladesh dapat selalu banjir ini seperti itu. Kamp-kamp itu sangat tidak sehat. Kami telah mempersiapkan tempat lebih baik untuk mereka tinggal, dengan rumah-rumah dan penampungan tempat mereka dapat memiliki penghasilan untuk hidup,” tutur Hasina.
Hasina menambahkan, “Di mana mereka tinggal sekarang, musim hujan datang, di sana dapat terjadi erosi tanah, kecelakaan dapat terjadi.”
Berbagai badan bantuan khawatir dengan rencana relokasi ke pulau tersebut. Mereka yakin para pengungsi akan rawan terkena badai, banjir, dan aksi perdagangan manusia.
Saat ini ratusan ribu pengungsi tinggal di kamp-kamp distrik Cox's Bazar yang rawan banjir, penyakit dan tanah longsor saat musim hujan yang akan mulai datang dalam beberapa pekan mendatang. Pemerintah Bangladesh telah beberapa bulan membenahi pulau Bhasan Char sebagai lokasi alternatif bagi para pengungsi.
Meski demikian, sejumlah badan bantuan belum diizinkan melihat kondisi di pulau tersebut. Grup Koordinasi Antar Sektor (ISCG) yang mengawasi kamp-kamp di Cox's Bazar di bawah badan kemanusiaan Strategic Executive Group (SEG) menyatakan khawatir dengan rencana pemindahan pengungsi ke pulau itu.
“Pertanyaan utama tentang kelayakan pulau itu untuk ditempati masih tidak terjawab. Dengan informasi yang belum semuanya dijelaskan pemerintah, SEG harus menghindari mendorong pernyataan bahwa pulau itu sebagai alternatif yang layak,” ungkap pernyataan ISCG pada dokumen 10 April.
Sejumlah badan bantuan kesulitan mengakomodasi para pengungsi. Laporan dari badan pengungsi Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) menyatakan 203.000 pengungsi Rohingya berisiko terkena banjir dan tanah longsor di kamp-kamp dan harus direlokasi.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan hampir 700.000 Muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh dari Rakhine, Myanmar, untuk menghindari operasi militer sejak Agustus. (Syarifudin)
Hasina juga menolak klaim pemerintah Myanmar yang menyatakan telah merepatriasi satu keluarga dengan lima orang anggota. Bangladesh sendiri kewalahan menangani ratusan ribu pengungsi Rohingya yang kini terancam banjir dan tanah longsor di kamp-kamp distrik Cox's Bazar.
“Komunitas internasional perlu melakukan lebih banyak tekanan pada Myanmar sehingga mereka memulangkan kembali rakyatnya dan menjamin keamanan mereka,” papar Hasina saat berada di London, kemarin.
“Myanmar menyatakan mereka siap memulangkan Rohingya, tapi mereka tidak mengambil inisiatif itu,” ungkap dia.
Hasina menjelaskan, Bangladesh telah mengajukan nama 8.000 keluarga Rohingya untuk repatriasi ke Myanmar tapi Myanmar sejauh ini menolak memulangkan mereka. Myanmar dan Bangladesh telah sepakat pada Januari untuk repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun.
Hasina juga mengkritik Myanmar yang mengaku memulangkan lima orang dari satu keluarga Rohingya dari Bangladesh. Keluarga itu sebelumnya tinggal di wilayah perbatasan kedua negara.
“Mereka tinggal di tanah perbatasan, dengan beberapa anggota keluarga mereka di kamp mereka. Mungkin (Myanmar) ingin menunjukkan dunia mereka memulangkan mereka. Ini pertanda bagus. Jika mereka ingin, lalu mengapa hanya satu keluarga? Kita telah mengajukan nama-nama 8.000 keluarga (Rohingya) tapi mereka tidak dipulangkan,” tegas Hasina.
Dia juga mengonfirmasi rencana memindahkan 100.000 pengungsi Rohingya ke pulau dataran rendah yang tak berpenghuni di Teluk Bengal. Hasina mencoba menepis kekhawatiran bahwa Bangladesh akan menempatkan para pengungsi dalam risiko banjir.
“Kami ingin memindahkan mereka di tempat rawan ke pulau itu. Bangladesh dapat selalu banjir ini seperti itu. Kamp-kamp itu sangat tidak sehat. Kami telah mempersiapkan tempat lebih baik untuk mereka tinggal, dengan rumah-rumah dan penampungan tempat mereka dapat memiliki penghasilan untuk hidup,” tutur Hasina.
Hasina menambahkan, “Di mana mereka tinggal sekarang, musim hujan datang, di sana dapat terjadi erosi tanah, kecelakaan dapat terjadi.”
Berbagai badan bantuan khawatir dengan rencana relokasi ke pulau tersebut. Mereka yakin para pengungsi akan rawan terkena badai, banjir, dan aksi perdagangan manusia.
Saat ini ratusan ribu pengungsi tinggal di kamp-kamp distrik Cox's Bazar yang rawan banjir, penyakit dan tanah longsor saat musim hujan yang akan mulai datang dalam beberapa pekan mendatang. Pemerintah Bangladesh telah beberapa bulan membenahi pulau Bhasan Char sebagai lokasi alternatif bagi para pengungsi.
Meski demikian, sejumlah badan bantuan belum diizinkan melihat kondisi di pulau tersebut. Grup Koordinasi Antar Sektor (ISCG) yang mengawasi kamp-kamp di Cox's Bazar di bawah badan kemanusiaan Strategic Executive Group (SEG) menyatakan khawatir dengan rencana pemindahan pengungsi ke pulau itu.
“Pertanyaan utama tentang kelayakan pulau itu untuk ditempati masih tidak terjawab. Dengan informasi yang belum semuanya dijelaskan pemerintah, SEG harus menghindari mendorong pernyataan bahwa pulau itu sebagai alternatif yang layak,” ungkap pernyataan ISCG pada dokumen 10 April.
Sejumlah badan bantuan kesulitan mengakomodasi para pengungsi. Laporan dari badan pengungsi Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) menyatakan 203.000 pengungsi Rohingya berisiko terkena banjir dan tanah longsor di kamp-kamp dan harus direlokasi.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan hampir 700.000 Muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh dari Rakhine, Myanmar, untuk menghindari operasi militer sejak Agustus. (Syarifudin)
(nfl)