Trump Ancam Merudal Suriah, Rusia Tak Sudi Ladeni Diplomasi Twitter
A
A
A
JAKARTA - Duta Besar (dubes) Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, menolak menanggapi ancaman serangan rudal Amerika Serikat terhadap rezim Suriah yang dilontarkan Presiden Donald Trump via Twitter. Menurutnya, Moskow tidak melayani diplomasi Twitter.
Trump seperti diketahui telah minta Moskow sebagai sekutu rezim Suriah untuk bersiap menyambut tembakan rudal-rudal Washington yang dia klaim bagus, baru dan "pintar". Ancaman Trump via Twitter itu sebenarnya sebagai respons atas peringatan diplomat Moskow di Lebanon bahwa setiap rudal AS akan ditembak jatuh militer Rusia jika ditembakkan ke Suriah.
Peringatan itu muncul setelah Washington mengancam bertindak melawan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad termasuk dengan opsi militer sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia di Douma yang dilaporkan menewaskan puluhan orang.
AS, Inggris dan Prancis menyatakan rezim Assad bertanggung jawab atas serangan kimia tersebut. Namun, Damaskus dan Moskow menolaknya karena merasa serangan kimia dibuat oleh LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam yang didukung Barat dengan tujuan untuk memfitnah Assad.
Dubes Vorobieva mengatakan, salah satu alasan pihaknya enggan maladeni diplomasi Twitter ala Trump karena diplomasi semacam itu hanya membuat situasi semakin buruk.
"Diplomasi semacam ini hanya akan membuat semua pihak semakin gugup dan dapat berujung pada semakin memburuknya semua situasi yang ada," katanya, pada Jumat (13/4/2018).
Terkait dengan dugaan serangan senjata kimia di Douma, Vorobieva menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada satu pun pihak yang memiliki bukti kuat bahwa serangan itu benar-benar terjadi. Menurutnya, semua gambar yang ada di media adalah palsu.
Menurutnya, senjata kimia adalah senjata yang sangat kuat dan memiliki dampak yang luar biasa terhadap tubuh manusia. Efek senjata ini, kata diplomat tersebut, tidak akan hilang begitu saja dengan menyiramkan air ke tubuh korban seperti yang ditampilkan dalam video kelompok White Helmets.
"Selain itu, hanya ada satu rumah sakit di Douma, dan kami tidak menemukan adanya korban serangan senjata kimia di sana," katanya.
Trump seperti diketahui telah minta Moskow sebagai sekutu rezim Suriah untuk bersiap menyambut tembakan rudal-rudal Washington yang dia klaim bagus, baru dan "pintar". Ancaman Trump via Twitter itu sebenarnya sebagai respons atas peringatan diplomat Moskow di Lebanon bahwa setiap rudal AS akan ditembak jatuh militer Rusia jika ditembakkan ke Suriah.
Peringatan itu muncul setelah Washington mengancam bertindak melawan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad termasuk dengan opsi militer sebagai respons atas dugaan serangan senjata kimia di Douma yang dilaporkan menewaskan puluhan orang.
AS, Inggris dan Prancis menyatakan rezim Assad bertanggung jawab atas serangan kimia tersebut. Namun, Damaskus dan Moskow menolaknya karena merasa serangan kimia dibuat oleh LSM White Helmets dan kelompok Jaish al-Islam yang didukung Barat dengan tujuan untuk memfitnah Assad.
Dubes Vorobieva mengatakan, salah satu alasan pihaknya enggan maladeni diplomasi Twitter ala Trump karena diplomasi semacam itu hanya membuat situasi semakin buruk.
"Diplomasi semacam ini hanya akan membuat semua pihak semakin gugup dan dapat berujung pada semakin memburuknya semua situasi yang ada," katanya, pada Jumat (13/4/2018).
Terkait dengan dugaan serangan senjata kimia di Douma, Vorobieva menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada satu pun pihak yang memiliki bukti kuat bahwa serangan itu benar-benar terjadi. Menurutnya, semua gambar yang ada di media adalah palsu.
Menurutnya, senjata kimia adalah senjata yang sangat kuat dan memiliki dampak yang luar biasa terhadap tubuh manusia. Efek senjata ini, kata diplomat tersebut, tidak akan hilang begitu saja dengan menyiramkan air ke tubuh korban seperti yang ditampilkan dalam video kelompok White Helmets.
"Selain itu, hanya ada satu rumah sakit di Douma, dan kami tidak menemukan adanya korban serangan senjata kimia di sana," katanya.
(mas)