Putin Menang Telak Pilpres Rusia, Presiden China Ucapkan Selamat

Senin, 19 Maret 2018 - 14:12 WIB
Putin Menang Telak Pilpres Rusia, Presiden China Ucapkan Selamat
Putin Menang Telak Pilpres Rusia, Presiden China Ucapkan Selamat
A A A
BEIJING - Presiden China Xi Jinping mengucapkan selamat kepada Vladimir Putin yang kembali terpilih sebagai presiden setelah menang telak dalam pemilu presiden (Pilpres) Rusia. Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan Presiden Bolivia Evo Morales juga mengucapkan selamat.

Putin telah meraih lebih 75 persen suara. Sedangkan perolehan suara para rivalnya, jauh di bawah 40 persen suara.

Presiden Xi Jinping menyampaikan pujiannya untuk sekutu lamanya di Kremlin tersebut. Dia meyakini, ikatan yang mendalam antara kedua negara akan semakin kuat.

”Saat ini, kemitraan strategis China-Rusia komprehensif berada pada tingkat terbaik dalam sejarah, yang menjadi contoh untuk membangun tipe baru hubungan internasional,” kata Xi Jinping dalam sebuah pesan ucapan selamat kepada Putin yang dilansir kantor berita Xinhua, Senin (19/3/2018).

Ucapan selamat pertama datang dari Venezuela. ”Kemenangan baru Presiden Putin ini menyokong kepemimpinannya dan kemampuannya menunjukkan sebuah kemampuan untuk mengarahkan bobot spesifik Rusia dalam sejarah dan di dunia yang kejam saat ini,” kata Presiden Nicolas Maduro di Caracas.

Baca Juga: Putin Menang Telak Pemilu Rusia, Berkuasa 6 Tahun ke Depan

Di Bolivia, Presiden Evo Morales juga menyambut kemenangan Putin. ”Rusia menghargai martabat masyarakat dan menjamin keseimbangan geopolitik melawan imperialisme,” tulis Morales di Twitter pada hari Minggu.

Komisi Pemilu Pusat Rusia melaporkan bahwa Vladimir Putin telah menang dengan perolehan suara sementara sekitar 75 persen. Jumlah perolehan suara ini bahkan lebih tinggi dari pada pemilu tahun 2012, di mana saat itu Putin meraih 65 persen suara.

Dengan kemenangan telak ini, mantan agen KGB Rusia ini akan berkuasa hingga enam tahun ke depan atau hingga 2024.

Saat pemilu digelar, pemimpin oposisi Alexei Navalny mendesak pendukungnya untuk memboikot pemungutan suara. Seruannya muncul setelah Kremlin melarangnya untuk mencalonkan diri sebagai presiden karena dia pernah berstatus sebagai narapidana.
Namun, Navalny menganggap tindakan Kremlin bermotif politik.

”Pemilu ini, yang semua orang tahu apa hasilnya, pada dasarnya ada untuk menciptakan legitimasi bagi Putin sendiri,” kata analis Hubungan Luar Negeri Jerman, Sarah Pagung kepada DW. ”Jika akan ada jumlah pemilih yang rendah, itu berarti orang tidak tertarik pada politik.”
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6720 seconds (0.1#10.140)