Saudi dan Israel 'Keroyok' Iran di Forum Munich
A
A
A
MUNICH - Perang kata-kata antara Iran dengan Israel dan Arab Saudi pecah di Konferensi Keamanan Munich, Jerman. Riyadh dan Tel Aviv kompak “mengeroyok” Teheran dengan melabelinya sebagai ancaman utama di Timur Tengah.
Teheran tak mau kalah. Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif menyerang balik dengan menuding Arab Saudi dan Israel sebagai “negara klien” Amerika Serikat (AS) yang melakukan kesalahan strategis.
Awalnya, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al Jubeir senada dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam menyalahkan Iran atas meningkatnya ketegangan regional. Perang kata-kata ini terjadi pada hari Minggu.
Jubeir menyerukan perubahan mendasar di rezim Iran, setelah Netanyahu menyebut Iran sebagai ancaman terbesar bagi dunia dan menuduh Teheran mencoba memaksakan penciptaaan sebuah “dinasti” di Timur Tengah.
Zarif dalam pidatonya menyangkal tuduhan Netanyahu. ”AS dan klien lokal di wilayah kami menderita akibat pilihan salah dari mereka sendiri,” kata Zarif.
”Tapi mereka menggunakan ini dan (meta) fora lainnya untuk menghidupkan kembali histeria mengenai kebijakan luar negeri Iran dan mencoba mengaburkan realitasnya,” ujar diplomat top Teheran ini.
Zarif merinci daftar kesalahan kebijakan Saudi, Israel dan AS. Di antaranya, Invasi AS terhadap Irak untuk menyingkirkan Saddam Hussein pada tahun 2003, pendudukan Israel di Palestina, dan pengeboman Yaman yang dipimpin Arab Saudi.
Perang kata-kata muncul setelah konfrontasi paling serius antara Israel dan Iran, di mana Tel Aviv mengklaim menambak jatuh UAV Teheran yang menyusup ke Israel melalui Suriah pada 10 Februari 2018 lalu.
Jubeir mengatakan masalah di Timur Tengah dimulai dengan revolusi Iran tahun 1979, yang dia sebut “melahirkan konflik sektarianisme” di kawasan.
“Peristiwa tahun 1979 menyebabkan berdirinya Hizbullah, yang merupakan organisasi teroris paling berbahaya di dunia,” ucap Jubeir. Dia kemudian mengecam Iran karena mempersenjatai pemberontak Houthi Yaman, sebuah klaim yang sebelumnya ditolak oleh Teheran.
”Kami tidak menyerang Iran,” kata Jubeir. ”Iran adalah negara yang menyerang kami. Iran telah mulai merusak Lebanon, Suriah, Irak, Bahrain, Yaman, Pakistan, Afghanistan, termasuk negara-negara di Afrika,” imbuh Jubeir.
Sebelumnya pada forum itu, Netanyahu membandingkan Iran dengan Nazi Jerman. Netanyahu bahkan membawa kepingan UAV Iran yang ditembak jatuh militer Israel 10 Februari 2018 lalu. Dia juga mendesak tindakan global terhadap Iran.
”Kami akan bertindak tanpa ragu untuk membela diri, dan kami akan bertindak jika tidak perlu melawan proxy Iran yang menyerang kami, tapi juga terhadap Iran sendiri,” ancam pemimpin Israel tersebut.
Saudi di Pihak Israel?
Sementara itu, Andreas Kreig, seorang analis pertahanan dan keamanan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ada keselarasan strategis antara Israel dan Arab Saudi dalam berhadapan dengan Iran.
”Ada banyak ketegangan di Timur Tengah dan ketegangan sekarang tidak begitu banyak antara Israel dan dunia Arab, tapi lebih banyak lagi antara mereka yang mendukung Iran dan mereka yang menentang Iran,” kata Kreig.
”Orang-orang Saudi sekarang berada di pihak Israel, mencoba untuk mengumpulkan sedikit dukungan, terutama di Washington, DC, untuk sebuah serangan awal yang potensial terhadap Iran,” imbuh Kreig, yang dilansir Senin (19/2/2018).
Kreig mengatakan, pidato Israel dan Arab Saudi ditujukan untuk mengumpulkan dukungan dari neo-konservatif dan kubu Republik di AS.
”Iran telah dilemparkan dalam peran orang jahat ketika semua orang harus disalahkan Di mana kita saat ini, dan yang dibutuhkan adalah dialog daripada konfrontasi,” kata Kreig.
Teheran tak mau kalah. Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif menyerang balik dengan menuding Arab Saudi dan Israel sebagai “negara klien” Amerika Serikat (AS) yang melakukan kesalahan strategis.
Awalnya, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel Al Jubeir senada dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam menyalahkan Iran atas meningkatnya ketegangan regional. Perang kata-kata ini terjadi pada hari Minggu.
Jubeir menyerukan perubahan mendasar di rezim Iran, setelah Netanyahu menyebut Iran sebagai ancaman terbesar bagi dunia dan menuduh Teheran mencoba memaksakan penciptaaan sebuah “dinasti” di Timur Tengah.
Zarif dalam pidatonya menyangkal tuduhan Netanyahu. ”AS dan klien lokal di wilayah kami menderita akibat pilihan salah dari mereka sendiri,” kata Zarif.
”Tapi mereka menggunakan ini dan (meta) fora lainnya untuk menghidupkan kembali histeria mengenai kebijakan luar negeri Iran dan mencoba mengaburkan realitasnya,” ujar diplomat top Teheran ini.
Zarif merinci daftar kesalahan kebijakan Saudi, Israel dan AS. Di antaranya, Invasi AS terhadap Irak untuk menyingkirkan Saddam Hussein pada tahun 2003, pendudukan Israel di Palestina, dan pengeboman Yaman yang dipimpin Arab Saudi.
Perang kata-kata muncul setelah konfrontasi paling serius antara Israel dan Iran, di mana Tel Aviv mengklaim menambak jatuh UAV Teheran yang menyusup ke Israel melalui Suriah pada 10 Februari 2018 lalu.
Jubeir mengatakan masalah di Timur Tengah dimulai dengan revolusi Iran tahun 1979, yang dia sebut “melahirkan konflik sektarianisme” di kawasan.
“Peristiwa tahun 1979 menyebabkan berdirinya Hizbullah, yang merupakan organisasi teroris paling berbahaya di dunia,” ucap Jubeir. Dia kemudian mengecam Iran karena mempersenjatai pemberontak Houthi Yaman, sebuah klaim yang sebelumnya ditolak oleh Teheran.
”Kami tidak menyerang Iran,” kata Jubeir. ”Iran adalah negara yang menyerang kami. Iran telah mulai merusak Lebanon, Suriah, Irak, Bahrain, Yaman, Pakistan, Afghanistan, termasuk negara-negara di Afrika,” imbuh Jubeir.
Sebelumnya pada forum itu, Netanyahu membandingkan Iran dengan Nazi Jerman. Netanyahu bahkan membawa kepingan UAV Iran yang ditembak jatuh militer Israel 10 Februari 2018 lalu. Dia juga mendesak tindakan global terhadap Iran.
”Kami akan bertindak tanpa ragu untuk membela diri, dan kami akan bertindak jika tidak perlu melawan proxy Iran yang menyerang kami, tapi juga terhadap Iran sendiri,” ancam pemimpin Israel tersebut.
Saudi di Pihak Israel?
Sementara itu, Andreas Kreig, seorang analis pertahanan dan keamanan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ada keselarasan strategis antara Israel dan Arab Saudi dalam berhadapan dengan Iran.
”Ada banyak ketegangan di Timur Tengah dan ketegangan sekarang tidak begitu banyak antara Israel dan dunia Arab, tapi lebih banyak lagi antara mereka yang mendukung Iran dan mereka yang menentang Iran,” kata Kreig.
”Orang-orang Saudi sekarang berada di pihak Israel, mencoba untuk mengumpulkan sedikit dukungan, terutama di Washington, DC, untuk sebuah serangan awal yang potensial terhadap Iran,” imbuh Kreig, yang dilansir Senin (19/2/2018).
Kreig mengatakan, pidato Israel dan Arab Saudi ditujukan untuk mengumpulkan dukungan dari neo-konservatif dan kubu Republik di AS.
”Iran telah dilemparkan dalam peran orang jahat ketika semua orang harus disalahkan Di mana kita saat ini, dan yang dibutuhkan adalah dialog daripada konfrontasi,” kata Kreig.
(mas)