Risiko Perang Nuklir di Titik Tertinggi sejak Krisis Rudal Kuba

Sabtu, 17 Februari 2018 - 10:14 WIB
Risiko Perang Nuklir di Titik Tertinggi sejak Krisis Rudal Kuba
Risiko Perang Nuklir di Titik Tertinggi sejak Krisis Rudal Kuba
A A A
WASHINGTON - Retorika senjata pemusnah massal telah membuat risiko perang nuklir berada di titik tertinggi sejak krisis rudal Kuba. Hal itu disampaikan mantan Menteri Energi Amerika Serikat (AS) era Presiden Barack Obama, Ernest Moniz.

Moniz mengatakan, ada kemungkinan terjadi sebuah kesalahan besar yang akan mengakibatkan senjata nuklir diluncurkan karena salah perhitungan.

Selama Perang Dingin, AS dan Uni Soviet hampir menembakkan senjata nuklir beberapa kali setelah secara keliru mengira mereka diserang. “Risiko persenjataan nuklir yang dikerahkan lebih tinggi daripada krisis Kuba yang pernah terjadi,” kata Moniz kepada The Guardian.

Moniz mengutip kurangnya komunikasi antara negara berkekuatan senjata nuklir utama dan pengenalan senjata baru yang lebih kecil merupakan faktor utama di balik peningkatan risiko tersebut.

Bulan lalu, kepanikan menyebar di Hawaii setelah sebuah peringatan atau alarm bahwa negara kepulauan AS itu menjadi target serangan sebuah rudal balistik.

Peringatan darurat yang dikirim ke ponsel penduduk setempat dan wisatawan berisi pesan; "Ancaman rudal balistik masuk ke Hawaii. Carilah tempat penampungan segera, ini bukan latihan”.

Namun, alarm itu ternyata palsu. Pesan kemudian dicabut 38 menit kemudian.

”38 menit secara substansial lebih lama dari pada waktu keputusan Presiden Trump, Presiden Putin atau pemimpin lainnya yang memiliki senjata nuklir akan memberikan tanggapan atas peringatan tentang rudal yang masuk secara signifikan,” kata Moniz, yang dilansir Sabtu (17/2/2018).

”Kami tahu bahwa kami telah berkali-kali memiliki peringatan tersebut dalam sejarah dan kami sejauh ini berhasil menghindari peluru. Tapi menghindari peluru lebih sulit bila tidak ada komunikasi signifikan yang terjadi dan banyak ketegangan antara negara-negara tersebut,” ujarnya.

Mantan Menteri AS tersebut menambahkan bahwa risikonya semakin meningkat dengan kebijakan Trump yang menerbitkan dokumen Nuclear Posture Review (NPR) pada awal bulan ini.

Ambisi Trump untuk meningkatkan kemampuan senjata nuklir AS tertuang dalam dokumen NPR tersebut. Salah satu poin dalam dokumen itu adalah pengembangan rudal yang bisa ditembakkan dan kapal selam dan rencana AS menginvestasikan USD10 miliar untuk memodernisasi bom gravitasi B61.

Menurut Moniz, hal itu sangat memprihatinkan. ”Penggunaan kapal selam kelas baru untuk meluncurkan senjata yang lebih kecil, sepertinya kita hanya menambahkan masalah soal salah perhitungan,” katanya.

Selain itu, risiko serangan siber skala besar yang terus meningkat dapat memicu perang nuklir antara dua negara adidaya.

”Serangan siber infrastruktur utama tidak bisa menjadi serangan yang disahkan secara nasional sama sekali,” kata Moniz. ”Bisa jadi dari beberapa hacker pihak ketiga yang mungkin menikmati pertukaran nuklir antara dua kekuatan utama.”
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5883 seconds (0.1#10.140)