Iran Tembakkan 23 Rudal Balistik sejak Kesepakatan Nuklir 2015
A
A
A
WASHINGTON - Iran tercatat telah menembakkan 23 peluru kendali (rudal) balistik sejak menyetujui kesepakatan nuklir 2015. Dari 23 rudal balistik yang ditembakkan, 16 di antaranya memiliki kemampuan nuklir.
Data itu diungkap Foundation for Defense of Democracies dalam laporannya. Menurut para kritikus, tindakan Teheran melanggar semangat dari kesepakatan nuklir.
”Dari semua rudal balistik yang ditembakkan Iran pada 2017, hanya empat atau lima rudal yang bisa dianggap berkemampuan nuklir. Pada tahun 2016, Iran melepaskan 10 sampai 11 rudal yang dapat dianggap berkemampuan nuklir,” bunyi laporan tersebut yang dikutip Fox News, Jumat (26/1/2018).
Kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia—Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Prancis dan Jerman—sejatinya tidak termasuk pelarangan pengembangan dan uji coba rudal. Dasar inilah yang dijadikan alasan rezim Teheran untuk terus mengembangkan program rudal meski dikecam Barat.
Dalam kesepakatan nuklir, Iran setuju untuk mengekang program nuklirnya. Sebagai imbalannya, sanksi atau embargo yang menyengsarakan Teheran selama bertahun-tahun dicabut.
Para kritikus menganggap program rudal yang kuat tersebut menunjukkan Republik Islam Iran bertekad mengintimidasi musuh-musuhnya dan bersiap menghadapi hari di mana senjata Teheran itu bisa dikombinasikan dengan senjata pemusnah massal.
“Laporan tersebut, bagaimanapun, telah mengidentifikasi sebanyak 23 peluncuran rudal balistik oleh Iran sejak kesepakatan nuklir bulan Juli 2015,” kata penulis laporan tersebut, Behnam Ben Taleblu, seorang analis senior Iran di Foundation for Defense of Democracies.
Para pendukung perjanjian atau kesepakatan nuklir 2015 menegaskan bahwa kesepakatan itu dirancang hanya untuk mengatasi program nuklir Iran. Para pendukung tersebut termasuk pemerintah Eropa.
Sedangkan penentang kesepakatan, seperti Administrasi Trump, menilai kesepakatan nuklir tersebut telah mendorong aktivitas non-nuklir Iran seperti mendukung ekstremisme, pengembangan rudal balistik dan serangan siber.
Presiden Trump telah mengancam untuk menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran jika negara-negara Eropa menolak untuk menyetujui revisi kesepakatan.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah melakukan perjalanan ke Eropa untuk bertemu dengan rekan-rekannya. Pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan lawatan Tillerson ke Eropa untuk membicarakan masalah kesepakatan nuklir Iran.
"Saya akan mengatakan, ada kesepakatan yang cukup luas mengenai kesepakatan di pihak Eropa tentang perlunya melihat apa yang sedang dilakukan Iran di depan rudal balistik dan untuk mengetahui apa yang dapat kita lakukan secara kolektif untuk membatasi aktivitas tersebut dan untuk menghasilkan yang besar, yang beda, di sana,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson usai bertemu Tillerson.
Data itu diungkap Foundation for Defense of Democracies dalam laporannya. Menurut para kritikus, tindakan Teheran melanggar semangat dari kesepakatan nuklir.
”Dari semua rudal balistik yang ditembakkan Iran pada 2017, hanya empat atau lima rudal yang bisa dianggap berkemampuan nuklir. Pada tahun 2016, Iran melepaskan 10 sampai 11 rudal yang dapat dianggap berkemampuan nuklir,” bunyi laporan tersebut yang dikutip Fox News, Jumat (26/1/2018).
Kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia—Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Prancis dan Jerman—sejatinya tidak termasuk pelarangan pengembangan dan uji coba rudal. Dasar inilah yang dijadikan alasan rezim Teheran untuk terus mengembangkan program rudal meski dikecam Barat.
Dalam kesepakatan nuklir, Iran setuju untuk mengekang program nuklirnya. Sebagai imbalannya, sanksi atau embargo yang menyengsarakan Teheran selama bertahun-tahun dicabut.
Para kritikus menganggap program rudal yang kuat tersebut menunjukkan Republik Islam Iran bertekad mengintimidasi musuh-musuhnya dan bersiap menghadapi hari di mana senjata Teheran itu bisa dikombinasikan dengan senjata pemusnah massal.
“Laporan tersebut, bagaimanapun, telah mengidentifikasi sebanyak 23 peluncuran rudal balistik oleh Iran sejak kesepakatan nuklir bulan Juli 2015,” kata penulis laporan tersebut, Behnam Ben Taleblu, seorang analis senior Iran di Foundation for Defense of Democracies.
Para pendukung perjanjian atau kesepakatan nuklir 2015 menegaskan bahwa kesepakatan itu dirancang hanya untuk mengatasi program nuklir Iran. Para pendukung tersebut termasuk pemerintah Eropa.
Sedangkan penentang kesepakatan, seperti Administrasi Trump, menilai kesepakatan nuklir tersebut telah mendorong aktivitas non-nuklir Iran seperti mendukung ekstremisme, pengembangan rudal balistik dan serangan siber.
Presiden Trump telah mengancam untuk menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran jika negara-negara Eropa menolak untuk menyetujui revisi kesepakatan.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson telah melakukan perjalanan ke Eropa untuk bertemu dengan rekan-rekannya. Pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan lawatan Tillerson ke Eropa untuk membicarakan masalah kesepakatan nuklir Iran.
"Saya akan mengatakan, ada kesepakatan yang cukup luas mengenai kesepakatan di pihak Eropa tentang perlunya melihat apa yang sedang dilakukan Iran di depan rudal balistik dan untuk mengetahui apa yang dapat kita lakukan secara kolektif untuk membatasi aktivitas tersebut dan untuk menghasilkan yang besar, yang beda, di sana,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson usai bertemu Tillerson.
(mas)