Militan Rohingya Sebut Rencana Pemulangan Pengungsi Jebakan

Minggu, 21 Januari 2018 - 04:38 WIB
Militan Rohingya Sebut...
Militan Rohingya Sebut Rencana Pemulangan Pengungsi Jebakan
A A A
YANGON - Militan Rohingya menyerang rencana pemulangan pengungsi dari Bangladesh ke Myanmar yang akan dimulai minggu depan. Militan Rohingya menyebut hal itu bertujuan untuk menjebak kelompok minoritas itu hidup di kamp-kamp sementara tanah leluhur mereka disita.

Bangladesh dan Myanmar telah sepakat untuk mengirim kembali sekitar 750.000 pengungsi yang tiba sejak Oktober 2016 selama dua tahun ke depan. Proses tersebut akan dimulai pada hari Selasa minggu depan.

Namun kesepakatan tersebut telah dikritik oleh banyak pengungsi Rohingya. Mereka mengaku tidak ingin kembali ke Rakhine setelah melarikan diri dari kekejaman termasuk pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran terhadap rumah mereka.

Kelompok hak asasi manusia dan PBB mengatakan bahwa setiap pemulangan harus dilakukan secara sukarela dan keamanannya terjamin dalam keadaan dimana kebencian komunal masih sangat tinggi.

Kekhawatiran juga meningkat mengenai kondisi di Myanmar, di mana ratusan desa Rohingya telah diratakan oleh tentara dan massa Budha, dengan ketakutan sejumlah besar Rohingya akan dihukum dalam jangka panjang di kamp-kamp.

Dalam sebuah pernyataan yang disebarkan di Twitter, Arakan Rohingya Salavation Army (ARSA) mengatakan bahwa tawaran tipuan dan penuh kelicikan itu akan mengunci Rohingya di kamp yang disebut sementara alih-alih membiarkan mereka bermukim di tanah leluhur mereka sendiri dan desa.

Mengutip puluhan ribu pengungsi Rohingya yang mendekam di kamp-kamp di ibukota negara bagian Sittwe sejak kekerasan komunal pada tahun 2012, ARSA mengatakan bahwa niat Myanmar adalah untuk mendistribusikan tanah Rohingya ke proyek industri dan pertanian.

"Tujuannya adalah untuk memastikan mayoritas umat beragama Buddha di Rakhine, yang berarti Rohingya tidak akan pernah bisa menetap di rumah mereka sendiri," bunyi pernyataan di akun @ARSA_Official seperti dikutip dari AFP, Minggu (21/1/2018).

Sebagian besar Rohingya ditolak kewarganegaraannya di Myanmar serta tidak bisa bergerak bebas dan sejumlah kebebasan dasar lainnya. Mereka secara resmi digambarkan sebagai "orang Bengali" - orang-orang Muslim pindah ke tanah yang didominasi Budha meskipun banyak yang tinggal di sana selama beberapa generasi.

Kelompok ini telah terdesak dalam gelombang kekerasan berturut-turut sejak akhir 1970-an.

Serangan terakhir yang dilakukan oleh ARSA pada akhir Agustus lalu memicu tindakan keras tentara Myanmar, memicu 655.000 orang Rohingya eksodus ke Bangladesh. Mereka membawa serta sejumlah laporan perkosaan, pembunuhan massal dan penyiksaan.

Selain mengakui pasukannya terlibat dalam penembakan terhadap 10 tersangka yang ditangkap, tentara Myanmar telah menghapus kesalahan yang lebih luas lagi.

Apa yang PBB dan AS sebut sebagai "pembersihan etnis", militer Myanmar mengatakan adalah tanggapan yang proporsional terhadap upaya militan Muslim untuk mengambil alih Rakhine.

Global New Light of Myanmar yang didukung negara pada hari Sabtu memuat foto salah satu kamp penerimaan pengungsi di Taung Pyo Letwe, di Maungdaw, yang menunjukkan struktur kayu dasar yang ditutup oleh pagar kawat tinggi.

Outlet yang sama minggu ini memuat beberapa halaman foto headshot berwarna dari 1.000 atau lebih buronan teroris ARSA. Foto-foto tersebut, yang mencakup wanita dan pria muda, dengan nama dan nama ayah mereka, telah diedarkan ke pihak berwenang Bangladesh yang mendesak mereka untuk menyerahkan tersangka.

Bangladesh tidak senang dengan lambannya tingkat pengembalian yang dinegosiasikan oleh Myanmar - dengan hanya beberapa ratus kemungkinan akan diproses setiap hari.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0696 seconds (0.1#10.140)