Repatriasi Rohingya Segera Dilaksanakan

Selasa, 16 Januari 2018 - 08:13 WIB
Repatriasi Rohingya...
Repatriasi Rohingya Segera Dilaksanakan
A A A
YANGON - Repatriasi warga etnik Rohingya yang mengungsi di Bangladesh akan segera dilaksanakan. Pemerintah Myanmar tengah membangun pemukiman sementara untuk menampung 30.000 warga Rohingya yang menjadi target repatriasi.

Target warga Rohingya yang mengikuti repatriasi tersebut hanya sebagian kecil dari 650.000 pengungsi di Bangladesh. Mereka melarikan diri karena kekerasan yang berlangsung di Negara Bagian Rakhine, Myanmar semenjak aksi kekerasan militer sejak 25 Agustus 2017. Kekerasan terhadap warga Rohingya dideskripsikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pembersihan etnik.

Para pejabat Myanmar dan Bangladesh kemarin bertemu berdiskusi membahas kesepakatan repatriasi yang telah disetujui kedua belah pihakpada 23 November lalu. Pertemuan itu digelar di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, merupakan kelompok kerja bersama untuk membahas kesepakatan secara detail.

Harian Global New Light of Myanmar melaporkan kamp yang akan dibangun untuk menampung pengungsi Myanmar berlokasi di Hla Po Khaung di Rakhine utara. Itu akan menjadi kamp transisi sementara bagi warga yang diterima untuk repatriasi.

“Lahan seluas 54 hektare itu akan menampung 30.000 pengungsi dalam 625 bangunan,” demikian laporan media kepanjangan tangan Pemerintah Myanmar. 100 bangunan tersebut diperkirakan akan selesai pada akhir Januari.

Menurut Kepala Koordinator Union Enterprises for Humanitarian Assistance Myanmar Aung Tun Thet, kamp di Hla Po Khaung akan menjadi tempat transisi bagi pengungsi Rohingya sebelum mereka direpatriasi ke tempat asal mereka atau lokasi di dekat tempat kelahiran warga Rohingya. “kita akan mencoba menerima semua (warga Rohingya) yang kembali ke Myanmar,” ungkapnya.

Menurut Tun Thet, verifikasi kependudukan warga Rohingya akan dikirim kekamp penilaian di Taungpyoletwei atau Ngakhuya. Nantinya, mereka akan dipidahkan ke kamp pengungsi di Hla Po Khaung.

Ditambahkan Soe Aung, Sekretaris Tetap Kementerian Kesejahteraan Sosial, Bantuan, Pemukiman, mengungkapkan para pengungsi Rohingya akan menghabiskan waktu selama satu atau dua bulan di Hla Po Khaung. “Setelah rumah baru mereka dibangun, mereka akan menempati rumah tersebut dan meninggalkan kamp pengungsia,” ujar Soe Aung dilansir Reuters.

Tidak jelas berapa banyak pengungsi Rohingya yang memiliki kualifikasi kependudukan di Myanmar. Otoritas mengungkapkan warga Muslim Rohingya bisa mengaplikasikan status kepedudukan setelah menunjukkan bukti kalau mereka tinggal di Myanmar. Tapi, kesepakatan seperti pada 1992 tidak memberikan jaminan kewarganegaraan.

Para pejabat Pemerintah Myanmar mengungkapkan kesepakatan repatriasi 1992-1993 juga dilakukan setelah rangkaian kekerasan di Myanmar. Saat itu repatriasi dilakukan dengan warga Rohingya menunjukkan dokumen identitas yang diterbitkan pemerintahan di masa lalu.

Myanmar selama bertahun-tahun menolak memberikan status kewarganegaraan kepada warga etnik Rohingya. Mereka juga tidak mendapatkan kebebasan dalam berorganisasi dan berpendapat. Parahnya, akses terhadap kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan pun tidak bisa didapatkan warga Rohingya. Bagi warga yang mengungsi di Bangladesh, mereka juga dianggap pengungsi ilegal.

Masih Mengambang
Para pejabat Bangladesh tidak mengetahui kapal gelombang pengungsi pertama yang bisa kembali ke Myanmar. Kedua negara tersebut masih bekerja keras untuk menentukan verifikasi bagaimana mengidentifikasi pengungsi yang memenuhi persyaratan kembali ke Myanmar.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga kemanusiaan serta aktivis hak asasi manusia (HAM) skeptic tentang upaya repatriasi tersebut. Mereka juga meragukan langkah dan kebijakan Myanmar untuk menampung dan menerima warga Rohingya. Mereka juga menuntut proses tersebut dilaksanakan secara transparan.

Para pejabat Myanmar menegaskan repatrasi warga Rohingya akan dilaksanakan pda 23 Januari mendatang. Kini Pemerintah Myanmar dan Bangladesh fokus pada logistik dan berapa banyak warga Rohingya yang diizinkan masuk ke Myanmar. Kedua negara juga fokus untuk mendiskusikan bagaimana proses pemeriksaan dan penempatan mereka di kamp pengungsi di Myanmar.

“Kita merencanakan siap untuk menerima kembali pengungsi pada pekan depan. Kita yakin bisa melaksanakan program ini dengan tepat waktu,” ungkap Menteri Kesejahteraan Sosial, Bantuan, dan Pemukima Win Myat Aye.

Sementara itu, banyak pihak menganggap repatriasi warga Rohingya akan dipenuhi dengan ketidakpastian. Apalagi, kesepakatan repatriasi itu dipenuhi dengan kontroversi dan ketidakadilan. “Dalam pandangan saya, Bangladesh seharusnya tidak tergesa-gesa menyusun kesepakatan bilateral tanpa keterlibatan PBB dan berkonsultasi dengan pengungsi,” Shireen Huq, aktivis HAM perempuan dan pendiri Naripokkho, salah satu organisasi HAM perempuan tertua di Bangladesh.

Huq menganggap program repatriasi itu akan menjadi cerita lama yang sama. Dia mengungkapkan, para pengungsi hanya akan berpindah kamp pengungsi di Bangladesh menuju kamp pengungsi di Myanmar. “Solusi paling tepat adalah komunitas internasional juga harus menekan Myanmar agar menghentikan pembunuhan, dan diskriminasi terhadap warga Rohingya,” paparnya kepada IPS.

Kemudian, Muhammad Zamir, diplomat veteran, mengungkapkan dunia seharusnya tidak meninggalkan Bangladesh menanggung beban sendiri untuk mengurus Rohingya. “Tidak adil beban bagi Bangladesh yang memiliki banyak tugas sebelum melakukan proses repatriasi," katanya. (Andika Hendra)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)