Pro Palestina, Israel Jatuhkan Larangan Perjalanan kepada 20 LSM
A
A
A
TEL AVIV - Israel menjatuhkan sanksi larangan perjalanan kepada 20 LSM asing karena mendukung gerakan pro Palestina yaitu boikot, divestasi dan sanksi (BDS). LSM asing itu dinilai telah menganjurkan pemboikotan terhadap Israel atas perlakuannya kepada orang-orang Palestina.
Organisasi-organisasi itu dipilih oleh badan urusan strategis sayap kanan Israel dan menteri keamanan publik, Gilad Erdan.
Erdan mengatakan bahwa kelompok tersebut beroperasi secara konsisten dan terus menerus melawan Israel dengan menggunakan kampanye hasutan dan kebohongan.
Kelompok hak asasi manusia mengutuk tindakan tersebut sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara. Sejumlah individu telah ditolak masuk ke Israel dalam beberapa bulan terakhir, termasuk seorang teolog Afrika terkemuka dan pejabat Dewan Gereja Sedunia.
Sementara sebagian besar organisasi yang terdaftar oleh Erdan adalah cabang lokal gerakan BDS di seluruh dunia, yang lainnya termasuk Jewish Voice for Peace, yang memiliki 13.000 anggota, kelompok asal AS Code Pink dan American Friends Service Committee, yang memenangkan hadiah perdamaian pada tahun 1947.
Selain itu ada pula kelompok asal Inggris War on Want dan Kampanye Solidaritas Palestina, yang disokong oleh pemimpin Partai Buruh Inggris, Jeremy Corbyn.
Erdan mengatakan bahwa Israel telah beralih dari pertahanan ke pelanggaran dengan diterbitkannya daftar tersebut.
"Organisasi boikot perlu mengetahui bahwa negara Israel akan bertindak melawan mereka dan tidak membiarkan mereka memasuki wilayahnya untuk menyakiti warganya," katanya.
"Tidak ada negara yang mengizinkan kritik datang untuk menyakiti negara untuk memasukinya," imbuhnya seperti dikutip dari The Guardian, Senin (8/1/2018).
Menteri dalam negeri, Arye Dery, yang kementeriannya bertanggung jawab atas pembatasan yang terdaftar, mengatakan: "Orang-orang ini mencoba untuk mengeksploitasi hukum dan keramahan kita untuk bertindak melawan Israel dan mencemarkan nama baik negara tersebut. Saya akan bertindak melawan ini dengan segala cara."
Larangan perjalanan adalah yang terbaru dari serangkaian gerakan populis oleh pemerintah Israel, koalisi sayap kanan dalam sejarah negara tersebut. Perdana menteri, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa dia bermaksud untuk memindahkan 40.000 migran Afrika dari Israel dan menyatakan dukungannya untuk mempermudah orang-orang yang dihukum karena terorisme.
Rebecca Vilkomerson, direktur eksekutif Jewish Voice for Peace, mengkritik penerbitan daftar tersebut. Ia mengatakan bahwa hal itu membingungkan namun tidak mengejutkan mengingat semakin berkurangnya norma demokrasi dan meningkatnya kecemasan tentang kekuatan BDS sebagai alat untuk menuntut kebebasan.
"Sebagai seseorang dengan keluarga besar di Israel, kebijakan ini akan menjadi masalah pribadi. Tapi saya juga berbesar hati dengan indikator kekuatan pertumbuhan BDS ini, dan berharap hal itu akan membawa hari semakin dekat saat saat saya mengunjungi teman dan keluarga saya di Israel, demikian juga teman dan kolega Palestina dapat kembali ke rumah," tulisnya di Facebook.
Hassan Jabareen, dari Pusat Hukum Hak Minoritas Arab di Israel, mengatakan bahwa larangan bepergian itu kejam dan sewenang-wenang.
"Larangan ini merupakan pelanggaran terang-terangan atas hak konstitusional warga Israel dan hak-hak yang dijamin bagi penduduk Palestina di Wilayah Teritorial Bawah (Occupied Palestinian Territories) di bawah hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional," ucapnya.
"Langkah ini mengingatkan pada rezim apartheid Afrika Selatan yang juga menyiapkan daftar hitam untuk menghukum orang dan mencegah masuknya mereka yang menentang kebijakan rasisnya," cetusnya.
Pada bulan November, Israel menolak masuk ke pegawai Amnesty International sebagai bagian dari tindakan anti-boikotnya dengan peraturan yang sama. Amnesty sendiri tidak masuk dalam daftar 20 kelompok yang diterbitkan pada hari Minggu.
Organisasi-organisasi itu dipilih oleh badan urusan strategis sayap kanan Israel dan menteri keamanan publik, Gilad Erdan.
Erdan mengatakan bahwa kelompok tersebut beroperasi secara konsisten dan terus menerus melawan Israel dengan menggunakan kampanye hasutan dan kebohongan.
Kelompok hak asasi manusia mengutuk tindakan tersebut sebagai serangan terhadap kebebasan berbicara. Sejumlah individu telah ditolak masuk ke Israel dalam beberapa bulan terakhir, termasuk seorang teolog Afrika terkemuka dan pejabat Dewan Gereja Sedunia.
Sementara sebagian besar organisasi yang terdaftar oleh Erdan adalah cabang lokal gerakan BDS di seluruh dunia, yang lainnya termasuk Jewish Voice for Peace, yang memiliki 13.000 anggota, kelompok asal AS Code Pink dan American Friends Service Committee, yang memenangkan hadiah perdamaian pada tahun 1947.
Selain itu ada pula kelompok asal Inggris War on Want dan Kampanye Solidaritas Palestina, yang disokong oleh pemimpin Partai Buruh Inggris, Jeremy Corbyn.
Erdan mengatakan bahwa Israel telah beralih dari pertahanan ke pelanggaran dengan diterbitkannya daftar tersebut.
"Organisasi boikot perlu mengetahui bahwa negara Israel akan bertindak melawan mereka dan tidak membiarkan mereka memasuki wilayahnya untuk menyakiti warganya," katanya.
"Tidak ada negara yang mengizinkan kritik datang untuk menyakiti negara untuk memasukinya," imbuhnya seperti dikutip dari The Guardian, Senin (8/1/2018).
Menteri dalam negeri, Arye Dery, yang kementeriannya bertanggung jawab atas pembatasan yang terdaftar, mengatakan: "Orang-orang ini mencoba untuk mengeksploitasi hukum dan keramahan kita untuk bertindak melawan Israel dan mencemarkan nama baik negara tersebut. Saya akan bertindak melawan ini dengan segala cara."
Larangan perjalanan adalah yang terbaru dari serangkaian gerakan populis oleh pemerintah Israel, koalisi sayap kanan dalam sejarah negara tersebut. Perdana menteri, Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa dia bermaksud untuk memindahkan 40.000 migran Afrika dari Israel dan menyatakan dukungannya untuk mempermudah orang-orang yang dihukum karena terorisme.
Rebecca Vilkomerson, direktur eksekutif Jewish Voice for Peace, mengkritik penerbitan daftar tersebut. Ia mengatakan bahwa hal itu membingungkan namun tidak mengejutkan mengingat semakin berkurangnya norma demokrasi dan meningkatnya kecemasan tentang kekuatan BDS sebagai alat untuk menuntut kebebasan.
"Sebagai seseorang dengan keluarga besar di Israel, kebijakan ini akan menjadi masalah pribadi. Tapi saya juga berbesar hati dengan indikator kekuatan pertumbuhan BDS ini, dan berharap hal itu akan membawa hari semakin dekat saat saat saya mengunjungi teman dan keluarga saya di Israel, demikian juga teman dan kolega Palestina dapat kembali ke rumah," tulisnya di Facebook.
Hassan Jabareen, dari Pusat Hukum Hak Minoritas Arab di Israel, mengatakan bahwa larangan bepergian itu kejam dan sewenang-wenang.
"Larangan ini merupakan pelanggaran terang-terangan atas hak konstitusional warga Israel dan hak-hak yang dijamin bagi penduduk Palestina di Wilayah Teritorial Bawah (Occupied Palestinian Territories) di bawah hukum kemanusiaan dan hak asasi manusia internasional," ucapnya.
"Langkah ini mengingatkan pada rezim apartheid Afrika Selatan yang juga menyiapkan daftar hitam untuk menghukum orang dan mencegah masuknya mereka yang menentang kebijakan rasisnya," cetusnya.
Pada bulan November, Israel menolak masuk ke pegawai Amnesty International sebagai bagian dari tindakan anti-boikotnya dengan peraturan yang sama. Amnesty sendiri tidak masuk dalam daftar 20 kelompok yang diterbitkan pada hari Minggu.
(ian)