Rusia Bantah Langgar Perjanjian Rudal Nuklir
A
A
A
MOSKOW - Rusia mengatakan sepenuhnya berkomitmen pada pakta era Perang Dingin dengan Amerika Serikat (AS) yang melarang rudal jelajah jarak menengah. Pernyataan ini muncul sehari setelah Washington menuduh Moskow melanggar perjanjian tersebut.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington sedang meninjau opsi militer, termasuk sistem rudal jelajah jarak menengah baru. Hal ini sebagai tanggapan atas apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran berkelanjutan Rusia terhadap Perjanjian Pasukan Nuklir Tingkat Menengah tahun 1987.
Baca Juga: AS Tekan Rusia untuk Patuhi Perjanjian Rudal Nuklir
Peringatan tersebut merupakan tanggapan pertama pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap tuntutan pertama AS pada tahun 2014. AS menuding Rusia telah mengerahkan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat. Hak itu melanggar larangan pakta untuk menguji dan melontarkan rudal dengan jarak tempuh 500-5,500 km.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
"Mereka tidak didukung oleh karakteristik teknis dari instalasi peluncuran yang diduga tidak sesuai dengan perjanjian, atau dengan data telemetri penerbangan. Tidak ada. Dan bisa dimengerti mengapa - karena itu sama sekali tidak ada," katanya dalam komentar tertulis yang diterbitkan oleh kementerian luar negeri seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/12/2017).
Dengan mengomentari pernyataan Rusia sebelumnya, Ryabkov mengatakan bahwa Moskow berkomitmen penuh terhadap perjanjian tersebut, selalu mematuhinya dengan ketat, dan siap untuk terus melakukannya.
"Namun, jika pihak lain berhenti mengikutinya, kita akan dipaksa, seperti yang dikatakan Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, untuk menanggapi dengan baik," tambahnya.
Tuduhan AS semakin membuat hubungan dengan Moskow menegang dan Washingtong, serta Departemen Luar Negeri mengisyaratkan kemungkinan sanksi ekonomi atas masalah tersebut.
Washington telah memberi sanksi kepada entitas dan individu Rusia, termasuk orang-orang yang dekat dengan Putin, atas aneksasi Moskow terhadap Crimea dari Ukraina pada tahun 2016 dan dugaan adanya campur tangan dalam pemilihan presiden AS pada 2016. Kremlin telah berulang kali menolak tuduhan mencampuri pemilu AS.
"Upaya untuk menakut-nakuti kita dengan sanksi sangat menggelikan," ujar Ryabkov.
"Sudah waktunya bagi politisi dan diplomat Amerika untuk memahami bahwa tekanan ekonomi dan militer terhadap Rusia tidak akan berjalan baik," tegasnya.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington sedang meninjau opsi militer, termasuk sistem rudal jelajah jarak menengah baru. Hal ini sebagai tanggapan atas apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran berkelanjutan Rusia terhadap Perjanjian Pasukan Nuklir Tingkat Menengah tahun 1987.
Baca Juga: AS Tekan Rusia untuk Patuhi Perjanjian Rudal Nuklir
Peringatan tersebut merupakan tanggapan pertama pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap tuntutan pertama AS pada tahun 2014. AS menuding Rusia telah mengerahkan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat. Hak itu melanggar larangan pakta untuk menguji dan melontarkan rudal dengan jarak tempuh 500-5,500 km.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
"Mereka tidak didukung oleh karakteristik teknis dari instalasi peluncuran yang diduga tidak sesuai dengan perjanjian, atau dengan data telemetri penerbangan. Tidak ada. Dan bisa dimengerti mengapa - karena itu sama sekali tidak ada," katanya dalam komentar tertulis yang diterbitkan oleh kementerian luar negeri seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/12/2017).
Dengan mengomentari pernyataan Rusia sebelumnya, Ryabkov mengatakan bahwa Moskow berkomitmen penuh terhadap perjanjian tersebut, selalu mematuhinya dengan ketat, dan siap untuk terus melakukannya.
"Namun, jika pihak lain berhenti mengikutinya, kita akan dipaksa, seperti yang dikatakan Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, untuk menanggapi dengan baik," tambahnya.
Tuduhan AS semakin membuat hubungan dengan Moskow menegang dan Washingtong, serta Departemen Luar Negeri mengisyaratkan kemungkinan sanksi ekonomi atas masalah tersebut.
Washington telah memberi sanksi kepada entitas dan individu Rusia, termasuk orang-orang yang dekat dengan Putin, atas aneksasi Moskow terhadap Crimea dari Ukraina pada tahun 2016 dan dugaan adanya campur tangan dalam pemilihan presiden AS pada 2016. Kremlin telah berulang kali menolak tuduhan mencampuri pemilu AS.
"Upaya untuk menakut-nakuti kita dengan sanksi sangat menggelikan," ujar Ryabkov.
"Sudah waktunya bagi politisi dan diplomat Amerika untuk memahami bahwa tekanan ekonomi dan militer terhadap Rusia tidak akan berjalan baik," tegasnya.
(ian)