Legislator Rusia: Korut Siap Hidup di Bawah Sanksi Selama Satu Abad
A
A
A
MOSKOW - Korea Utara (Korut) dipersiapkan untuk menerima sanksi dan tidak akan meninggalkan program nuklirnya. Hal itu dikatakan oleh anggota parlemen senior Rusia yang tengah melakukan kunjungan ke Korut.
"Mereka tidak takut dengan sanksi sama sekali, mereka tidak akan meninggalkan program nuklir mereka hanya karena mereka. Seperti yang dikatakan oleh ketua parlemen, mereka siap untuk hidup di bawah sanksi tersebut selama satu abad," kata Alexei Chepa, seorang wakil ketua Komite Urusan Internasional Parlemen Rusia.
Menurutnya Korut belum siap untuk kembali ke proses negosiasi denuklirisasi Semenanjung Korea karena kebijakan Barat.
"Mereka sangat menyadari segala sesuatu yang membuat jelas bahwa setiap pedang yang berderak, ancaman apapun tidak akan menghasilkan apapun," tegasnya seperti dikutip dari TASS, Jumat (1/12/2017).
Chepa mengatakan bahwa Korut dapat membatalkan uji coba rudal terbarunya, jika Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) melakukan langkah maju dalam proses negosiasi alih-alih mencabut ketegangan.
"Ada 75 hari jeda. Jika Amerika Serikat dan Korea Selatan telah melakukan setidaknya satu langkah menuju negosiasi, peluncuran ini mungkin tidak akan terjadi, namun Amerika Serikat belum melakukan apapun," ujar Chepa.
Dia menambahkan bahwa, sementara Korut tetap diam, AS, sebaliknya, mencambuk ketegangan. "Beberapa kapal penjelajah hadir di Laut Jepang, latihan tambahan diumumkan, yang dianggap sebagai kelanjutan dari ancaman dari Amerika Serikat," anggota parlemen tersebut menekankan.
Chepa menambahkan bahwa anggota parlemen Rusia dengan jelas menjabarkan sikap Rusia, yang mengecam tes rudal tersebut.
"Sikap kami yang mengutuk peluncuran ini telah digariskan sejak awal, kami berbicara tentang perlunya negosiasi dan pembekuan ganda, denuklirisasi bertahap Semenanjung Korea, perlucutan senjata dan mengakhiri semua latihan," jelasnya.
Namun, menurut anggota parlemen Rusia itu, perwakilan Korut mengatakan bahwa tes terakhir telah dilakukan untuk melawan ancaman Amerika dan mencapai paritas dengan AS.
"Semua rekan Korea memandang hal itu sebagai kemenangan besar bagi rakyat Korea, sebagai pencapaian besar dalam bidang ekonomi dan militer. Hari ini adalah hari libur di Korea Utara, demonstrasi diadakan," ungkap Chepa.
Dalam pandangannya, untuk membawa Pyongyang ke meja perundingan dalam keadaan seperti ini perlu untuk mengakhiri kebijakan intimidasi, kebijakan provokasi oleh AS dan Korsel.
Sebuah delegasi anggota parlemen Rusia yang dipimpin oleh koordinatornya Kazbek Taisayev melakukan kunjungan ke Pyongyang atas undangan parlemen Korut dari 27 November sampai 1 Desember.
"Mereka tidak takut dengan sanksi sama sekali, mereka tidak akan meninggalkan program nuklir mereka hanya karena mereka. Seperti yang dikatakan oleh ketua parlemen, mereka siap untuk hidup di bawah sanksi tersebut selama satu abad," kata Alexei Chepa, seorang wakil ketua Komite Urusan Internasional Parlemen Rusia.
Menurutnya Korut belum siap untuk kembali ke proses negosiasi denuklirisasi Semenanjung Korea karena kebijakan Barat.
"Mereka sangat menyadari segala sesuatu yang membuat jelas bahwa setiap pedang yang berderak, ancaman apapun tidak akan menghasilkan apapun," tegasnya seperti dikutip dari TASS, Jumat (1/12/2017).
Chepa mengatakan bahwa Korut dapat membatalkan uji coba rudal terbarunya, jika Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) melakukan langkah maju dalam proses negosiasi alih-alih mencabut ketegangan.
"Ada 75 hari jeda. Jika Amerika Serikat dan Korea Selatan telah melakukan setidaknya satu langkah menuju negosiasi, peluncuran ini mungkin tidak akan terjadi, namun Amerika Serikat belum melakukan apapun," ujar Chepa.
Dia menambahkan bahwa, sementara Korut tetap diam, AS, sebaliknya, mencambuk ketegangan. "Beberapa kapal penjelajah hadir di Laut Jepang, latihan tambahan diumumkan, yang dianggap sebagai kelanjutan dari ancaman dari Amerika Serikat," anggota parlemen tersebut menekankan.
Chepa menambahkan bahwa anggota parlemen Rusia dengan jelas menjabarkan sikap Rusia, yang mengecam tes rudal tersebut.
"Sikap kami yang mengutuk peluncuran ini telah digariskan sejak awal, kami berbicara tentang perlunya negosiasi dan pembekuan ganda, denuklirisasi bertahap Semenanjung Korea, perlucutan senjata dan mengakhiri semua latihan," jelasnya.
Namun, menurut anggota parlemen Rusia itu, perwakilan Korut mengatakan bahwa tes terakhir telah dilakukan untuk melawan ancaman Amerika dan mencapai paritas dengan AS.
"Semua rekan Korea memandang hal itu sebagai kemenangan besar bagi rakyat Korea, sebagai pencapaian besar dalam bidang ekonomi dan militer. Hari ini adalah hari libur di Korea Utara, demonstrasi diadakan," ungkap Chepa.
Dalam pandangannya, untuk membawa Pyongyang ke meja perundingan dalam keadaan seperti ini perlu untuk mengakhiri kebijakan intimidasi, kebijakan provokasi oleh AS dan Korsel.
Sebuah delegasi anggota parlemen Rusia yang dipimpin oleh koordinatornya Kazbek Taisayev melakukan kunjungan ke Pyongyang atas undangan parlemen Korut dari 27 November sampai 1 Desember.
(ian)