Paus Fransiskus Mendesak Myanmar Hormati HAM

Rabu, 29 November 2017 - 10:52 WIB
Paus Fransiskus Mendesak Myanmar Hormati HAM
Paus Fransiskus Mendesak Myanmar Hormati HAM
A A A
NAYPYIDAW - Paus Fransiskus menyatakan, Myanmar menderita dari konflik sipil dan permusuhan yang berlangsung terlalu lama dan menciptakan perpecahan mendalam.

Karena itulah, Paus Fransiskus mendorong Myanmar menghormati hak asasi manusia (HAM). Dalam pidatonya kemarin, Paus tidak menyebut istilah minoritas Muslim Rohingya yang sensitif bagi pemerintah Myanmar.

“Proses sulit membangun perdamaian dan rekonsiliasi nasional hanya dapat dicapai melalui komitmen pada keadilan dan penghormatan pada HAM,” papar Paus Fransiskus setelah pidato Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi kemarin.

Paus Fransiskus menambahkan, “Perbedaan religius tidak perlu menjadi sumber perpecahan dan ketidakpercayaan, tapi jadi kekuatan untuk persatuan, memaafkan, toleransi, dan keinginan membangun bangsa.” Kunjungan Paus Fransiskus ke Myanmar dilakukan setelah eksodus lebih dari 620.000 etnik Rohingya dari negara bagian Rakhine akibat operasi militer Myanmar. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Amerika Serikat (AS) telah menyebut operasi militer Myanmar itu sebagai pembersihan etnik.

Amnesty international juga menyebut krisis Rohingya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Lawatan Paus Fransiskus sangat sensitif dan beberapa kepausan memperingatkan dia agar tidak mengucapkan kata “Rohingya”.

Mereka tidak ingin kata Rohingya memicu insiden diplomatik yang dapat menciptakan kemarahan militer dan pemerintah Myanmar pada minoritas Kristiani di negara itu. Myanmar hingga sekarang tidak mengakui etnik Rohingya sebagai warga negaranya. Mereka juga tidak dimasukkan dalam kelompok etnik di Myanmar dengan identitas sendiri. Myanmar juga menolak menggunakan istilah Rohingya.

Selama pidato, Paus Fransiskus tidak menggunakan kata Rohingya. Saat pidato bersama Paus, Suu Kyi menyatakan, terjadi erosi kepercayaan dan saling memahami antar komunitas di Rakhine. Meski demikian, Suu Kyi tidak menyebut ratusan ribu pengungsi Rohingya yang kini berada di Bangladesh.

“Banyak tantangan yang pemerintah kami hadapi, situasi di Rakhine menjadi perhatian paling kuat dunia,” kata Suu Kyi saat pidato penyambutan Paus Fransiskus di ibu kota Nypyidaw, pada hari kedua kunjungan tersebut.

Suu Kyi menambahkan, “Saat kami mengatasi berbagai isu lama, sosial, ekonomi, dan politik, yang telah menggerus kepercayaan dan pemahaman, harmoni, dan kerja sama, an tara berbagai komunitas di Rakhine, dukungan rakyat ka mi dan teman-teman baik yang hanya berharap kami sukses dalam upaya kami, sangat bernilai.”

Suu Kyi yang meraih penghargaan Nobel Perdamaian mendapat kecaman inter nasional karena dianggap tidak berani mengecam kekerasan terhadap Rohingya yang dilakukan militer. Paus Fransiskus telah bertemu beberapa pemimpin agama di Myanmar kemarin.

Dia menekankan pentingnya persatuan dalam keragaman. Meski demikian, Paus Fransiskus tidak menyebut minoritas Muslim Rohingya. Sementara Komite Pemberantasan Diskriminasi pada Perempuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (CEDAW) mendesak Myanmar memberi laporan dalam enam bulan tentang kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap wanita dan gadis Rohingya oleh aparat keamanan di Rakhine.

CEDAW juga meminta otoritas Myanmar memberikan rin cian tentang wanita dan gadis yang tewas dalam kekerasan sejak operasi militer pada Agustus lalu.

Kampanye militer Myanmar itu digelar setelah serangan militan ke pos polisi. Operasi militer Myanmar mengakibatkan terjadi berbagai kekerasan, mulai dari penyiksaan, pembunuhan, pemerkosaan, hingga pembakaran desa.

Tim pemantau PBB yang terdiri atas 23 pakar independen, menetapkan batas waktu enam bulan pada pemerintah Myanmar untuk mengajukan laporan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

“Komite meminta informasi tentang berbagai kasus kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, terhadap wanita dan gadis Rohingya olah pasukan ke amanan negara, dan menyediakan detail tentang jumlah wanita dan gadis yang tewas atau meninggal akibat sebab nonalami selama pecahnya kekerasan terbaru,” ungkap pernyataan CEDAW, dikutip kantor berita Reuters. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6728 seconds (0.1#10.140)