Militer Myanmar Bantah Aksi Kekejaman terhadap Rohingya
A
A
A
YANGON - Militer Myanmar merilis sebuah laporan yang menolak semua tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan oleh pasukan keamanan. Aksi kekerasan tentara Myanmar ini telah menyebabkan lebih dari 600 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Pejabat senior PBB, yang telah mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, pada hari Minggu menuduh militer Myanmar melakukan pemerkosaan massal terorganisir dan kejahatan lainnya terhadap kemanusiaan.
Militer Myanmar mengatakan penyelidikan internalnya sendiri telah membebaskan pasukan keamanan dari semua tuduhan kekejaman. Temuan para peneliti tersebut dimuat di halaman Facebook kepala komandan militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Penyelidikan internal militer Myanmar mengatakan bahwa menurut 2.817 orang yang diwawancarai dari 54 desa Rohingya, tentara tidak menembak penduduk desa yang tidak bersalah, memperkosa atau melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Juga tidak ada pembunuhan atau pemukulan terhadap penduduk desa, dan aparat keamanan tidak melakukan penjarahan atau membakar masjid Rohingya," bunyi laporan tersebut seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/11/2017).
Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa pasukan keamanan hanya menggunakan senjata ringan dalam bentrokan dengan militan Rohingya dan tidak ada temuan yang menyatakan penggunaan kekuatan yang berlebihan.
Laporan ini juga menyalahkan militan karena membakar desa dan menakut-nakuti dan memaksa orang untuk meninggalkan rumah mereka.
Myanmar menolak masuk ke panel PBB yang ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran setelah serangan militer yang lebih kecil diluncurkan pada bulan Oktober 2016.
Myanmar saat ini masih berada dalam tahap awal transisi yang rapuh menuju demokrasi setelah dikuasai junta militer selama 49 tahun. Sejumlah jenderal masih mempertahankan posisi mereka dalam masalah pertahanan, keamanan, dan perbatasan berdasarkan konstitusi tahun 2008. Tiga jenderal adalah anggota kabinet.
Suu Kyi mengatakan bahwa setiap dugaan kekejaman harus dibuktikan dan diselidiki, sementara pemerintahnya bekerja untuk menstabilkan Rakhine agar Muslim Rohingya bisa kembali.
Untuk saat ini, meskipun, aliran warga Rohingya yang kembali masih kecil. Komite Penyelamatan Internasional, sebuah badan bantuan yang berbasis di New York, memperkirakan bahwa sekitar dua pertiga dari sekitar 300.000 orang Rohingya yang tersisa di Myanmar dapat melewati perbatasan dalam beberapa bulan mendatang.
Perkembangan tersebut terjadi jelang kunjungan Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson pada Rabu esok. Dia diharapkan menyampaikan pesan tegas kepada jenderal-jenderal Myanmar, yang pemimpin nasionalnya Aung San Suu Kyi memiliki sedikit kontrol.
Pejabat senior PBB, yang telah mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Bangladesh, pada hari Minggu menuduh militer Myanmar melakukan pemerkosaan massal terorganisir dan kejahatan lainnya terhadap kemanusiaan.
Militer Myanmar mengatakan penyelidikan internalnya sendiri telah membebaskan pasukan keamanan dari semua tuduhan kekejaman. Temuan para peneliti tersebut dimuat di halaman Facebook kepala komandan militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Penyelidikan internal militer Myanmar mengatakan bahwa menurut 2.817 orang yang diwawancarai dari 54 desa Rohingya, tentara tidak menembak penduduk desa yang tidak bersalah, memperkosa atau melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan.
"Juga tidak ada pembunuhan atau pemukulan terhadap penduduk desa, dan aparat keamanan tidak melakukan penjarahan atau membakar masjid Rohingya," bunyi laporan tersebut seperti dikutip dari Reuters, Selasa (14/11/2017).
Laporan tersebut juga menyimpulkan bahwa pasukan keamanan hanya menggunakan senjata ringan dalam bentrokan dengan militan Rohingya dan tidak ada temuan yang menyatakan penggunaan kekuatan yang berlebihan.
Laporan ini juga menyalahkan militan karena membakar desa dan menakut-nakuti dan memaksa orang untuk meninggalkan rumah mereka.
Myanmar menolak masuk ke panel PBB yang ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan pelanggaran setelah serangan militer yang lebih kecil diluncurkan pada bulan Oktober 2016.
Myanmar saat ini masih berada dalam tahap awal transisi yang rapuh menuju demokrasi setelah dikuasai junta militer selama 49 tahun. Sejumlah jenderal masih mempertahankan posisi mereka dalam masalah pertahanan, keamanan, dan perbatasan berdasarkan konstitusi tahun 2008. Tiga jenderal adalah anggota kabinet.
Suu Kyi mengatakan bahwa setiap dugaan kekejaman harus dibuktikan dan diselidiki, sementara pemerintahnya bekerja untuk menstabilkan Rakhine agar Muslim Rohingya bisa kembali.
Untuk saat ini, meskipun, aliran warga Rohingya yang kembali masih kecil. Komite Penyelamatan Internasional, sebuah badan bantuan yang berbasis di New York, memperkirakan bahwa sekitar dua pertiga dari sekitar 300.000 orang Rohingya yang tersisa di Myanmar dapat melewati perbatasan dalam beberapa bulan mendatang.
Perkembangan tersebut terjadi jelang kunjungan Sekretaris Negara Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson pada Rabu esok. Dia diharapkan menyampaikan pesan tegas kepada jenderal-jenderal Myanmar, yang pemimpin nasionalnya Aung San Suu Kyi memiliki sedikit kontrol.
(ian)