Rudal Korut Bahayakan Pesawat, AS Perluas Zona Larangan Terbang
A
A
A
WASHINGTON - Sebagian besar wilayah udara Korea Utara (Korut), yang dikenal sebagai “Wilayah Informasi Penerbangan Pyongyang” sudah terlarang bagi perusahaan maskapai Amerika Serikat (AS). Namun zona larangan terbang sekarang diperluas karena khawatir dengan bahaya rudal rezim Kim Jong-un.
Pembaruan zona larangan terbang untuk seluruh maskapai AS ini dikeluarkan pihak Administrasi Penerbangan Federal (FAA) setempat.
”Karena situasi berbahaya yang diciptakan oleh kemampuan dan aktivitas militer Korea Utara, termasuk peluncuran rudal dan sistem pertahanan udara Korea Utara yang tidak diumumkan, semua operasi penerbangan di Wilayah Informasi Penerbangan Pyongyang,” bunyi pernyataan FAA.
Langkah untuk memperluas zona larangan terbang di atas wilayah udara Korea Utara oleh Washington ini mengikuti langkah serupa yang sudah diambil Jerman dan Prancis.
Keputusan tersebut muncul setelah rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut meluncurkan sebuah rudal pada 28 Juli yang mendekati sebuah pesawat yang membawa 323 penumpang di dalamnya.
Pesawat Air France 293 lepas landas dari Tokyo dan menuju ke Paris saat rudal berbahaya Korut tersebut melintas atau sebelum jatuh ke Laut Jepang.
Korea Utara sebelumnya mengeluarkan peringatan kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) ketika mereka berencana melakukan uji coba rudal. Namun, negara ini mengabaikan protokol tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
“Korea Utara juga melakukan pelepasan rudal balistik yang ekstensif selama 2016,” lanjut FAA. ”Korea Utara tidak memberi tahu ICAO atau mempublikasikan pemberitahuan kepada Airmen mengenai peluncuran rudal pada 2016 atau 2017,” imbuh FAA, seperti dikutip express.co.uk, Jumat (10/11/2017).
Sebuah laporan terbaru dari Flight Service Bureau (FSB) menyatakan bahwa selain sebuah tembakan langsung, puing-puing yang jatuh dari rudal yang kembali memasuki atmosfer merupakan ancaman signifikan bagi pesawat terbang.
“Setiap fragmen dengan ukuran yang wajar menghantam ekor, sayap, atau pun mesin pesawat saat pesawat sedang dalam penerbangan pada 450 knot, menciptakan risiko kehilangan kontrol pesawat yang signifikan,” kata FSB dalam laporannya.
”Kemungkinan sebuah rudal, atau sebagian darinya, yang menyerang pesawat tidak seminimal mungkin pada awal kemunculannya,” lanjut laporan tersebut.
”Mengingat bahwa semua entri ulang ini terjadi di area yang cukup terfokus, kehati-hatian ditentukan dengan mempertimbangkan untuk menghindari wilayah udara (Korut),” imbuh laporan FSB.
Pembaruan zona larangan terbang untuk seluruh maskapai AS ini dikeluarkan pihak Administrasi Penerbangan Federal (FAA) setempat.
”Karena situasi berbahaya yang diciptakan oleh kemampuan dan aktivitas militer Korea Utara, termasuk peluncuran rudal dan sistem pertahanan udara Korea Utara yang tidak diumumkan, semua operasi penerbangan di Wilayah Informasi Penerbangan Pyongyang,” bunyi pernyataan FAA.
Langkah untuk memperluas zona larangan terbang di atas wilayah udara Korea Utara oleh Washington ini mengikuti langkah serupa yang sudah diambil Jerman dan Prancis.
Keputusan tersebut muncul setelah rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korut meluncurkan sebuah rudal pada 28 Juli yang mendekati sebuah pesawat yang membawa 323 penumpang di dalamnya.
Pesawat Air France 293 lepas landas dari Tokyo dan menuju ke Paris saat rudal berbahaya Korut tersebut melintas atau sebelum jatuh ke Laut Jepang.
Korea Utara sebelumnya mengeluarkan peringatan kepada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) ketika mereka berencana melakukan uji coba rudal. Namun, negara ini mengabaikan protokol tersebut dalam beberapa tahun terakhir.
“Korea Utara juga melakukan pelepasan rudal balistik yang ekstensif selama 2016,” lanjut FAA. ”Korea Utara tidak memberi tahu ICAO atau mempublikasikan pemberitahuan kepada Airmen mengenai peluncuran rudal pada 2016 atau 2017,” imbuh FAA, seperti dikutip express.co.uk, Jumat (10/11/2017).
Sebuah laporan terbaru dari Flight Service Bureau (FSB) menyatakan bahwa selain sebuah tembakan langsung, puing-puing yang jatuh dari rudal yang kembali memasuki atmosfer merupakan ancaman signifikan bagi pesawat terbang.
“Setiap fragmen dengan ukuran yang wajar menghantam ekor, sayap, atau pun mesin pesawat saat pesawat sedang dalam penerbangan pada 450 knot, menciptakan risiko kehilangan kontrol pesawat yang signifikan,” kata FSB dalam laporannya.
”Kemungkinan sebuah rudal, atau sebagian darinya, yang menyerang pesawat tidak seminimal mungkin pada awal kemunculannya,” lanjut laporan tersebut.
”Mengingat bahwa semua entri ulang ini terjadi di area yang cukup terfokus, kehati-hatian ditentukan dengan mempertimbangkan untuk menghindari wilayah udara (Korut),” imbuh laporan FSB.
(mas)