Militer Myanmar Abaikan Pelanggaran HAM Kepada Rohingya
A
A
A
PANGLIMA Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan aparatnya terhadap warga etnis Rohingya.
Hlaing tidak berbicara tentang tuduhan pelanggan HAM dan kekerasan tentara saat berbicara dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) Scot Marciel. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan operasi militer terhadap Rohingya sebagai pembersihan etnis.
Panglima militer Myanmar hanya menuding, gerilyawan telah membunuh 90 warga Myanmar dan 30 warga Rohingya yang berafiliasi dengan pemerintah. ”Warga lokal Bengalis terlibat dalam serangan di bawah kepemimpinan ARSA. Itu kenapa mereka melarikan diri karena merasa tidak aman,” tuding Hlaing, dilansir Reuters, Kamis (12/10/2017). ARSA merupakan gerilyawan tentara pembebasan Rohingya Arakan yang melawan tentara Myanmar.
Kantor HAM PBB menyebut, pasukan militer Myanmar dengan brutal mengusir lebih dari setengah juta warga Rohingya dari Rakhine utara ke Bangladesh. Tentara Myanmar juga membakar rumah, sawah, dan perkampungan Rohingya untuk mencegah mereka kembali ke tanah kelahiran mereka.
Penegasan Hlaing itu diungkapkan dalam sebuah catatan di akun Facebook miliknya. Dia menggambarkan bagaimana krisis pengungsi Rohingya dalam pandangannya. Posisi panglima militer merupakan orang paling kuat di Myanmar.
Berbicara mengenai isu Rohingya merupakan hal yang sangat sensitif dalam citra militer Myanmar yang saat ini dikecam dunia internasional. Pernyataan Hlaing itu setelah Uni Eropa dan AS bersiap memberikan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar atas kekejaman mereka terhadap warga Rohingya.
Militer Myanmar tetap percaya diri karena mereka mendapatkan dukungan dari China dan Rusia yang memasok senjata dan peralatan tempur. Kemudian, Hlaing menuding Rohingya sebagai ”Bengali” dan bukan warga asli Rohingya. Dia menuding penjajah Inggris harus bertanggung jawab atas permasalahan Rohingya. ”Bengali (Rohingya) dibawa masuk ke Myanmar oleh kolonialis,” katanya kepada Marciel. Rohingya, ungkap Hlaing, bukan warga asli Myanmar.
Hlaing juga menuding jumlah warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh terlalu dibesar-besarkan oleh media. ”Ada propaganda menggunakan media dari belakang layar,” klaimnya. Namun, dia tidak menggambarkan situasi sebenarnya.
Padahal, komunitas internasional menanti gambaran dari Hlaing. Apalagi, kepala hubungan politik PBB Jeffrey Feltman akan berkunjung ke Myanmar hari ini. Sebelumnya, Komisi HAM PBB juga menuding militer Myanmar melakukan serangan yang terorganisir, terkoordinasi, dan sistematis untuk mencegah pengungsi Rohingya kembali ke kampung halamannya.
PBB menyatakan, berdasarkan laporan warga Rohingya, tentara Myanmar melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan terhadap anak-anak Rohingya. Militer Myanmar juga menanam ranjau darat di sepanjang perbatasan untuk mencegah warga Rohingya kembali ke rumah mereka.
”Indikasi kekerasan hingga kini masih terus terjadi,” ungkap PBB. Laporan Komisi HAM PBB itu berdasarkan wawancara mendalam dengan 65 warga Rohingya yang tiba di Bangladesh bulan lalu.
Tim yang terdiri atas para pejabat Komisi HAM PBB juga mengungkapkan, banyak testimoni pengungsi Rohingya menunjukkan banyak orang yang ditembak dari jarak pendek dan dari belakang saat mereka melarikan diri.
Sementara itu, pergerakan pengungsi Rohingya masih terus berjalan. Para penduduk Rakhine menyatakan, 10.000 orang telah mengungsi dalam dua hari terakhir. ”Saya melihat banyak orang yang melarikan diri. Mereka pergi dengan berjalan kaki atau sepeda motor,” tutur salah satu warga Rohingya yang tidak disebutkan namanya.
Seorang guru di Rakhine yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan, tidak ada serangan militer, tetapi warga tetap memilih mengungsi ke Bangladesh. ”Tidak ada pekerjaan, tidak ada makanan, tetapi Pemerintah Myanmar tidak membantu kami,” ujar pria yang enggan menyebutkan identitasnya.
Menurut Menteri Negara Bagian Rakhine Tin Maung Swe, warga Rohingya mengungsi setiap hari untuk bergabung dengan saudara mereka di Bangladesh. Dia mengklaim, tidak ada warga kelaparan di Myanmar. ”Pemerintah mencoba memberikan bantuan yang dibutuhkan. Warga juga bisa menangkap ikan di sungai di dekat desa mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Paus Fransiskus akan menggelar perundingan perdamaian saat berkunjung ke Myanmar pada akhir November ini. Namun, Gereja Katolik di Myanmar menyatakan tidak jelas apakah Paus akan berbicara tentang krisis Rohingya saat kunjungannya pada 27 hingga 30 November.
”Kami tidak mengetahui apa yang dia sampaikan pada pidatonya. Namun, dia datang ke Myanmar untuk berbicara tentang perdamaian,” ujar Pastur Mariano Soe Naing, juru bicara Konferensi Pastur Katolik Myanmar.
”Kita tidak akan menggelar pertemuan lintas agama karena terbatasnya waktu,” ungkapnya. Soe Naing mengungkapkan, sekitar 200.000 orang diperkirakan akan menghadiri misa massal yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadium Kyaikkasan, Yangon.
Myanmar dan Vatikan memiliki hubungan diplomatik penuh sejak Mei silam, setelah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi bertemu Paus Fransiskus saat tur Eropa.
Hlaing tidak berbicara tentang tuduhan pelanggan HAM dan kekerasan tentara saat berbicara dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS) Scot Marciel. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan operasi militer terhadap Rohingya sebagai pembersihan etnis.
Panglima militer Myanmar hanya menuding, gerilyawan telah membunuh 90 warga Myanmar dan 30 warga Rohingya yang berafiliasi dengan pemerintah. ”Warga lokal Bengalis terlibat dalam serangan di bawah kepemimpinan ARSA. Itu kenapa mereka melarikan diri karena merasa tidak aman,” tuding Hlaing, dilansir Reuters, Kamis (12/10/2017). ARSA merupakan gerilyawan tentara pembebasan Rohingya Arakan yang melawan tentara Myanmar.
Kantor HAM PBB menyebut, pasukan militer Myanmar dengan brutal mengusir lebih dari setengah juta warga Rohingya dari Rakhine utara ke Bangladesh. Tentara Myanmar juga membakar rumah, sawah, dan perkampungan Rohingya untuk mencegah mereka kembali ke tanah kelahiran mereka.
Penegasan Hlaing itu diungkapkan dalam sebuah catatan di akun Facebook miliknya. Dia menggambarkan bagaimana krisis pengungsi Rohingya dalam pandangannya. Posisi panglima militer merupakan orang paling kuat di Myanmar.
Berbicara mengenai isu Rohingya merupakan hal yang sangat sensitif dalam citra militer Myanmar yang saat ini dikecam dunia internasional. Pernyataan Hlaing itu setelah Uni Eropa dan AS bersiap memberikan sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar atas kekejaman mereka terhadap warga Rohingya.
Militer Myanmar tetap percaya diri karena mereka mendapatkan dukungan dari China dan Rusia yang memasok senjata dan peralatan tempur. Kemudian, Hlaing menuding Rohingya sebagai ”Bengali” dan bukan warga asli Rohingya. Dia menuding penjajah Inggris harus bertanggung jawab atas permasalahan Rohingya. ”Bengali (Rohingya) dibawa masuk ke Myanmar oleh kolonialis,” katanya kepada Marciel. Rohingya, ungkap Hlaing, bukan warga asli Myanmar.
Hlaing juga menuding jumlah warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh terlalu dibesar-besarkan oleh media. ”Ada propaganda menggunakan media dari belakang layar,” klaimnya. Namun, dia tidak menggambarkan situasi sebenarnya.
Padahal, komunitas internasional menanti gambaran dari Hlaing. Apalagi, kepala hubungan politik PBB Jeffrey Feltman akan berkunjung ke Myanmar hari ini. Sebelumnya, Komisi HAM PBB juga menuding militer Myanmar melakukan serangan yang terorganisir, terkoordinasi, dan sistematis untuk mencegah pengungsi Rohingya kembali ke kampung halamannya.
PBB menyatakan, berdasarkan laporan warga Rohingya, tentara Myanmar melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan pemerkosaan terhadap anak-anak Rohingya. Militer Myanmar juga menanam ranjau darat di sepanjang perbatasan untuk mencegah warga Rohingya kembali ke rumah mereka.
”Indikasi kekerasan hingga kini masih terus terjadi,” ungkap PBB. Laporan Komisi HAM PBB itu berdasarkan wawancara mendalam dengan 65 warga Rohingya yang tiba di Bangladesh bulan lalu.
Tim yang terdiri atas para pejabat Komisi HAM PBB juga mengungkapkan, banyak testimoni pengungsi Rohingya menunjukkan banyak orang yang ditembak dari jarak pendek dan dari belakang saat mereka melarikan diri.
Sementara itu, pergerakan pengungsi Rohingya masih terus berjalan. Para penduduk Rakhine menyatakan, 10.000 orang telah mengungsi dalam dua hari terakhir. ”Saya melihat banyak orang yang melarikan diri. Mereka pergi dengan berjalan kaki atau sepeda motor,” tutur salah satu warga Rohingya yang tidak disebutkan namanya.
Seorang guru di Rakhine yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan, tidak ada serangan militer, tetapi warga tetap memilih mengungsi ke Bangladesh. ”Tidak ada pekerjaan, tidak ada makanan, tetapi Pemerintah Myanmar tidak membantu kami,” ujar pria yang enggan menyebutkan identitasnya.
Menurut Menteri Negara Bagian Rakhine Tin Maung Swe, warga Rohingya mengungsi setiap hari untuk bergabung dengan saudara mereka di Bangladesh. Dia mengklaim, tidak ada warga kelaparan di Myanmar. ”Pemerintah mencoba memberikan bantuan yang dibutuhkan. Warga juga bisa menangkap ikan di sungai di dekat desa mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Paus Fransiskus akan menggelar perundingan perdamaian saat berkunjung ke Myanmar pada akhir November ini. Namun, Gereja Katolik di Myanmar menyatakan tidak jelas apakah Paus akan berbicara tentang krisis Rohingya saat kunjungannya pada 27 hingga 30 November.
”Kami tidak mengetahui apa yang dia sampaikan pada pidatonya. Namun, dia datang ke Myanmar untuk berbicara tentang perdamaian,” ujar Pastur Mariano Soe Naing, juru bicara Konferensi Pastur Katolik Myanmar.
”Kita tidak akan menggelar pertemuan lintas agama karena terbatasnya waktu,” ungkapnya. Soe Naing mengungkapkan, sekitar 200.000 orang diperkirakan akan menghadiri misa massal yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadium Kyaikkasan, Yangon.
Myanmar dan Vatikan memiliki hubungan diplomatik penuh sejak Mei silam, setelah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi bertemu Paus Fransiskus saat tur Eropa.
(amm)