Jumlah Migran yang Tewas di Sahara 2 Kali Lipat dari Mediterania
A
A
A
JENEWA - Jumlah migran dari Afrika barat yang tewas di Sahara saat berusaha mencapai Eropa barat dua kali lipat daripada di Laut Tengah. Namun, upaya untuk mencegahnya dapat menyebabkan terbukanya rute baru.
Sejauh ini tercatat 2.569 migran tewas di Mediterania tengah, sementara lebih dari 107.000 migran, terutama orang Afrika Barat, telah mencapai Italia.
"Satu hal yang masih belum kami miliki adalah perkiraan jumlah kematian di padang pasir," kata direktur Organisasi Internasional Migrasi (IOM) PBB untuk Afrika Barat dan Tengah, Richard Danziger, dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.
"Kami berasumsi, dan saya pikir kita telah mengatakan sebelumnya, bahwa setidaknya harus dua kali lipat dari orang-orang yang meninggal di Laut Tengah. Tapi kita benar-benar tidak punya bukti, itu hanya asumsi. Kami tidak tahu," sambungnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/10/2017).
"IOM juga mencoba menyebarkan berita bahwa Anda tidak ingin terjebak di Libya. Apa yang terjadi di Libya jauh lebih menakutkan bagi orang daripada kematian, cerita horor yang kembali lagi," ungkap Danziger.
Di Niger yang menjadi rute transit utama, penyelundup manusia semakin takut pada pihak berwenang. Hal ini kemungkinan membuat mereka lebih rentan untuk meninggalkan migran di padang pasir.
"Banyak migran telah mengatakan tentang kematian di padang pasir, dan beberapa mengatakan bahwa penyelundup percaya bahwa jika mereka berkendara dengan cepat melalui ladang ranjau mereka akan aman," kata kepala misi IOM, Giuseppe Loprete.
Ia mengungkapkan angka migran yang dikirim melalui Niger telah turun drastis setelah tindakan keras pemerintah untuk menutup "ghettoes" migran dan menangkap penyelundup manusia.
"Banyak penyelundup tidak melihat diri mereka sebagai penjahat, dan sering kali mantan pemandu gurun mencoba menghasilkan uang. Banyak dari mereka telah menyerah, sementara penjahat terorganisir dengan kontak di Libya terus berlanjut," kata Loprete.
"Saat ini mereka mencari rute alternatif, menurut saya setidaknya sama-sama berbahaya," sambungnya.
"Bila Anda memasukkan satu lubang, lubang lain akan terbuka," timpal Danziger.
Niger memiliki dua rute ke Libya: satu lebih dekat ke Chad yang digunakan untuk menyelundupkan migran dan satu lagi ke perbatasan Aljazair yang jauh lebih berbahaya dan digunakan oleh kelompok ekstremis dan untuk obat-obatan terlarang dan senjata.
Sebuah alternatif adalah melalui Mali utara, sebuah wilayah yang dilanda konflik antara kelompok-kelompok yang bersaing. "Namun tampaknya tidak ada kenaikan dramatis di sana," kata Danziger.
"Rute yang dianggap paling aman berada di sepanjang pantai barat Afrika, melalui Senegal, Mauritania dan Maroko sampai Selat Gibraltar, dan arus pendatang di sana meningkat," ujarnya.
Sejauh ini tercatat 2.569 migran tewas di Mediterania tengah, sementara lebih dari 107.000 migran, terutama orang Afrika Barat, telah mencapai Italia.
"Satu hal yang masih belum kami miliki adalah perkiraan jumlah kematian di padang pasir," kata direktur Organisasi Internasional Migrasi (IOM) PBB untuk Afrika Barat dan Tengah, Richard Danziger, dalam sebuah konferensi pers di Jenewa.
"Kami berasumsi, dan saya pikir kita telah mengatakan sebelumnya, bahwa setidaknya harus dua kali lipat dari orang-orang yang meninggal di Laut Tengah. Tapi kita benar-benar tidak punya bukti, itu hanya asumsi. Kami tidak tahu," sambungnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/10/2017).
"IOM juga mencoba menyebarkan berita bahwa Anda tidak ingin terjebak di Libya. Apa yang terjadi di Libya jauh lebih menakutkan bagi orang daripada kematian, cerita horor yang kembali lagi," ungkap Danziger.
Di Niger yang menjadi rute transit utama, penyelundup manusia semakin takut pada pihak berwenang. Hal ini kemungkinan membuat mereka lebih rentan untuk meninggalkan migran di padang pasir.
"Banyak migran telah mengatakan tentang kematian di padang pasir, dan beberapa mengatakan bahwa penyelundup percaya bahwa jika mereka berkendara dengan cepat melalui ladang ranjau mereka akan aman," kata kepala misi IOM, Giuseppe Loprete.
Ia mengungkapkan angka migran yang dikirim melalui Niger telah turun drastis setelah tindakan keras pemerintah untuk menutup "ghettoes" migran dan menangkap penyelundup manusia.
"Banyak penyelundup tidak melihat diri mereka sebagai penjahat, dan sering kali mantan pemandu gurun mencoba menghasilkan uang. Banyak dari mereka telah menyerah, sementara penjahat terorganisir dengan kontak di Libya terus berlanjut," kata Loprete.
"Saat ini mereka mencari rute alternatif, menurut saya setidaknya sama-sama berbahaya," sambungnya.
"Bila Anda memasukkan satu lubang, lubang lain akan terbuka," timpal Danziger.
Niger memiliki dua rute ke Libya: satu lebih dekat ke Chad yang digunakan untuk menyelundupkan migran dan satu lagi ke perbatasan Aljazair yang jauh lebih berbahaya dan digunakan oleh kelompok ekstremis dan untuk obat-obatan terlarang dan senjata.
Sebuah alternatif adalah melalui Mali utara, sebuah wilayah yang dilanda konflik antara kelompok-kelompok yang bersaing. "Namun tampaknya tidak ada kenaikan dramatis di sana," kata Danziger.
"Rute yang dianggap paling aman berada di sepanjang pantai barat Afrika, melalui Senegal, Mauritania dan Maroko sampai Selat Gibraltar, dan arus pendatang di sana meningkat," ujarnya.
(ian)