Anak Rohingya Jadi Korban Pemerkosaan Tentara Myanmar

Selasa, 10 Oktober 2017 - 13:35 WIB
Anak Rohingya Jadi Korban Pemerkosaan Tentara Myanmar
Anak Rohingya Jadi Korban Pemerkosaan Tentara Myanmar
A A A
Bukan hanya perempuan dewasa pengungsi Rohingya yang menjadi korban pemerkosaan massal, tetapi banyak anak-anak di bawah umur juga ternyata menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan tentara Myanmar.

Salah satu korban adalah Adjida yang masih trauma karena diperkosa tentara Myanmar dengan mengenakan masker di wajahnya. Bocah berusia 13 tahun itu menceritakan sudah meminta tentara menghentikan aksi kejamnya, tetapi tentara itu tak memiliki belas kasihan.

Setelah Adjida diperkosa, dia juga menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri si prajurit menembak mati ayahnya yang bersembunyi di bawah meja. Dia berusaha melarikan diri ke hutan, tetapi tentara Myanmar berhasil menangkapnya kembali. “Saya masih merasakan sakit. Saya telah kehilangan keperawanan. Saya sulit menemukan suami,” ujar Adjida dilansir Reuters.

Rumah Adjida juga sudah dibakar di Kawarbil oleh tentara Myanmar. Setelah itu, dia melarikan diri ke perbatasan Bangladesh bersama kakak perempuannya, Minara, sebulan lalu. Mereka tinggal di kamp pengungsi sementara yang terbuat dari bambu dan beratapkan plastik.

“Orang tua kita dan dua kakak perempuan tewas. Mereka tidak lagi merawat kita. Di kamp, kita mendengar beberapa gadis juga diperkosa. Itu kenapa kita tetap berada di tenda sepanjang waktu,” ungkap Minara.

Baik Adjida dan Minara tetap melanjutkan sekolah di kamp pengungsi. Mereka juga mengaku malu dengan apa yang telah terjadi dengan mereka. “Saya memiliki banyak mimpi untuk masa depan,” ungkap Minara.

Dia mengaku juga tak memiliki baju lagi untuk menutupi tubuhnya. Dia meminjam baju dari tetangganya di kamp pengungsian. Minara dan Adjida enggan kembali ke Myanmar. “Saya lebih baik mati dari pada kembali ke Myanmar,” ungkap Minara. Dia mengaku di Bangladesh tidak ada lagi senjata.

Sedangkan adiknya, Adjida, juga sepakat dengan pendapat kakaknya. “Saya lebih baik mati ketika tentara Myanmar menangkap saya lagi. Lebih baik mati dibandingkan kehilangan keperawanan,” tutur Adjida.

Menurut kepala perlindungan anak-anak Badan Perserikatan Bangsa- Bangsa Urusan Pengungsi Jean Lieby mengungkapkan, kekerasan seksual memang kerap terjadi terhadap perempuan etnik Rohingya. “Sebanyak 800 insiden kekerasan gender dilaporkan pengungsi Rohingya. Separuh di antaranya adalah kekerasan seksual,” ungkap Lieby.

Namun, lembaga kemanusiaan mengalami banyak kesulitan memberikan bantuan dengan banyaknya jumlah pengungsi. “Kita baru sebulan di sini, ternyata jumlah pengungsi sangat banyak. Setengah juta orang berdatangan,” ungkap Lieby.

Dia mengungkapkan, pihaknya terus bekerja sama membantu pengungsi anak-anak. “Kita juga fokus menyembuhkan anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan,” tuturnya.

Sebanyak 515.000 pengungsi Rohingya tiba di Bangladesh karena kekerasan yang semakin intensif di negara bagian Rakhine, Myanmar. PBB menyebut aksi militer Myanmar sebagai pembersihan etnik. “Mereka merasa nyaman di sini. Mereka sering berbicara terbuka tentang trauma mereka,” ungkap juru bicara UNFPA (Badan PBB untuk Dana Penduduk) Veronica Pedrosa.

Lembaga donor membangun tempat aman di kamp pengungsi Kutupalong. Di lokasi itu, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual bisa mendapatkan konseling dan dukungan. Meskipun konseling sudah dilaksanakan, masih banyak anak-anak tidak mengaku kalau mereka adalah korban pemerkosaan.

“Anak-anak mengalami ketakutan jika disebut sebagai korban pemerkosaan. Mereka khawatir dengan opini buruk tentang keluarganya,” ujar Rebecca Duskin, perawat yang fokus menangani korban kekerasan seksual.

Sementara sedikitnya 12 orang pengungsi Rohingya tewas, mayoritas adalah anak-anak, tenggelam ketika kapal yang mereka tumpangi terbalik. Itu menjadi korban terbaru para pengungsi yang melarikan diri dari tanah air mereka karena kekerasan yang dilakukan militer Myanmar.

“Sebanyak 12 jenazah termasuk 10 anak-anak, satu perempuan, dan seorang pria, berhasil dievakuasi,” ujar petugas kepolisian Bangladesh Mohammed Mainuddin kepada Reuters.

Otoritas keamanan menyatakan 13 orang berhasil dievakuasi dalam kecelakaan tersebut. Kapal pengungsi itu tenggelam di dekat Shah Porir Dwip, Bangladesh Selatan. Seorang petugas kepolisian Bangladesh mengungkapkan kapal itu mengangkut 35 orang. Namun, pasukan penjaga perbatasan memperkirakan jumlah penumpang kapal mencapai 100 orang.

“Begitu banyak orang bersedia menumpang perahu yang sesak, amat mungkin di antara mereka ada orang-orang yang tidak bisa berenang. Mereka benar-benar mempertaruhkan nyawa agar bisa menyeberang ke Bangladesh,” kata juru bicara lembaga nirlaba Save the Children Evan Schuurman dilansir BBC.

Schuurman mengungkapkan, krisis Rohingya juga menjadi kondisi darurat untuk anak-anak. “Salah satu hal yang tampak jelas dari berjalan melintasi kamp (pengungsian Rohingya) adalah anak-anak mengalami masalah emosional, mereka menderita trauma dan stres,” tutur Schuurman. Insiden kapal pengungsi tenggelam bukan pertama kali ini. September lalu, kapal pengungsi tenggelam dan mengakibatkan 60 warga Rohingya meninggal dunia.(Andika Hendra M)
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6179 seconds (0.1#10.140)