Belgia Deportasi Seorang Muslimah ke Tunisia karena Tolak Lepas Niqab
A
A
A
BRUSSELS - Seorang wanita muslim atau muslimah dideportasi ke Tunisia karena menolak melepaskan niqabnya saat menjalani pemeriksaan keamanan di Bandara Brussels, Belgia. Pemeriksaan keamanan di bandara wajib memperlihatkan wajah.
Wanita tersebut mendarat di Bandara Zaventem, Brussels, pada hari Rabu dalam penerbangan dari Tunis, Tunisia. Dia tercatat sebagai warga Denmark asal Tunisia.
“Seorang warga Denmark yang berasal dari Tunis menolak melepaskan niqabnya di perbatasan kami. Polisi tidak bisa mengidentifikasi dirinya. Dia dikirim kembali ke Tunis,” kata menteri imigrasi setempat, Theo Francken.
Dalam sebuah posting di Facebook, Francken mengatakan bahwa wanita tersebut menolak untuk menunjukkan wajahnya di Tunis dan kembali menolak melakukannya di Belgia.
”Setelah dia menolak untuk membuat wajahnya terlihat di Tunis, dia menolak melakukannya di Zaventem. Polisi perbatasan kami kemudian menolak aksesnya ke wilayah Schengen. Tanpa pemeriksaan identitas, tidak ada akses ke wilayah kami,” ujarnya.
Menurut laporan yang dilansir Russia Today, semalam (17/9/2017), wanita itu dideportasi ke Tunisia pada hari Jumat.
Belgia melarang busana yang menutup wajah secara penuh sejak tahun 2011. Wanita yang mengenakan niqab atau sejenisnya dapat menghadapi denda dan penjara sampai tujuh hari jika melakukan pelanggaran yang berulang.
Undang-undang tersebut ditentang di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) pada tahun 2013. Namun, pada bulan Juli tahun ini, pengadilan menguatkan larangan yang diberlakukan Belgia, di mana larangan tersebut dinyatakan tidak melanggar hukum hak asasi manusia Eropa.
Francken merupakan anggota partai terbesar di Belgia, New Flemish Alliance, sebuah partai konservatif yang berkampanye untuk memisahkan Flanders dari Belgia.
Menteri imigrasi ini menjadi berita utama pada bulan November tahun lalu ketika dia menolak memberikan visa untuk keluarga pengungsi dari Suriah setelah keputusan pengadilan memerintahkan agar mereka diberi visa kemanusiaan.
Tapi, Pengadilan Tinggi Eropa menguatkan keputusan Francken pada bulan Maret.
Wanita tersebut mendarat di Bandara Zaventem, Brussels, pada hari Rabu dalam penerbangan dari Tunis, Tunisia. Dia tercatat sebagai warga Denmark asal Tunisia.
“Seorang warga Denmark yang berasal dari Tunis menolak melepaskan niqabnya di perbatasan kami. Polisi tidak bisa mengidentifikasi dirinya. Dia dikirim kembali ke Tunis,” kata menteri imigrasi setempat, Theo Francken.
Dalam sebuah posting di Facebook, Francken mengatakan bahwa wanita tersebut menolak untuk menunjukkan wajahnya di Tunis dan kembali menolak melakukannya di Belgia.
”Setelah dia menolak untuk membuat wajahnya terlihat di Tunis, dia menolak melakukannya di Zaventem. Polisi perbatasan kami kemudian menolak aksesnya ke wilayah Schengen. Tanpa pemeriksaan identitas, tidak ada akses ke wilayah kami,” ujarnya.
Menurut laporan yang dilansir Russia Today, semalam (17/9/2017), wanita itu dideportasi ke Tunisia pada hari Jumat.
Belgia melarang busana yang menutup wajah secara penuh sejak tahun 2011. Wanita yang mengenakan niqab atau sejenisnya dapat menghadapi denda dan penjara sampai tujuh hari jika melakukan pelanggaran yang berulang.
Undang-undang tersebut ditentang di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) pada tahun 2013. Namun, pada bulan Juli tahun ini, pengadilan menguatkan larangan yang diberlakukan Belgia, di mana larangan tersebut dinyatakan tidak melanggar hukum hak asasi manusia Eropa.
Francken merupakan anggota partai terbesar di Belgia, New Flemish Alliance, sebuah partai konservatif yang berkampanye untuk memisahkan Flanders dari Belgia.
Menteri imigrasi ini menjadi berita utama pada bulan November tahun lalu ketika dia menolak memberikan visa untuk keluarga pengungsi dari Suriah setelah keputusan pengadilan memerintahkan agar mereka diberi visa kemanusiaan.
Tapi, Pengadilan Tinggi Eropa menguatkan keputusan Francken pada bulan Maret.
(mas)