Eksodus Etnis Rohingya ke Bangladesh Tembus 400 Ribu Lebih
A
A
A
DHAKA - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa lebih dari 400 ribu etnis Rohingya telah meninggalkan Myanmar dan menyebrang ke Banglangdesh. Hal ini menyebabkan pemimpin Bangladesh bertolak ke Amerika Serikat (AS) untuk mencari bantuan global dalam mengatasi krisis tersebut.
Bangladesh telah kebanjiran Muslim Rohingya sejak kekerasan meletus di negara bagian Rakhine yang didominasi orang-orang Buddha pada 25 Agustus.
Pada hari Sabtu, PBB mengatakan bahwa jumlah orang yang melarikan diri dari aksi kekerasan di Rakhine dan memasuki Bangladesh telah mencapai 409.000. Jumlah ini melonjak 18.000 dalam sehari.
Kondisi memburuk di kota perbatasan Cox's Bazar di mana arus masuk telah menambah tekanan pada kamp Rohingya yang sudah dipenuhi 300.000 orang dari gelombang pengungsi sebelumnya.
PBB mengatakan dua anak dan seorang wanita tewas akibat berdesak-desakan ketika sebuah kelompok swasta menyerahkan pakaian di dekat sebuah kamp pada hari Jumat.
Sementara itu, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina berangkat ke New York City untuk meminta bantuan internasional. Ia juga akan menuntut lebih banyak tekanan pada Myanmar selama pembicaraan di Majelis Umum PBB pada hari Kamis mendatang.
"Dia akan segera menghentikan kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar dan meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk mengirim sebuah misi pencarian fakta ke Rakhine," kata Nazrul Islam, seorang juru bicara perdana menteri seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (17/9/2017).
"Dia juga akan menyerukan masyarakat internasional dan PBB untuk memberi tekanan kepada Myanmar guna mengembalikan semua pengungsi Rohingya ke tanah air mereka di Myanmar," katanya.
Chris Lom, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengatakan dinas bantuan yang bekerja di negara tersebut sedang berjuang untuk mengatasi permintaan tersebut.
"Tidak ada yang mengharapkan jumlah orang ini, tentu saja jika 100.000 orang akan datang, mereka bisa saja diakomodasi, tapi pada saat mereka berhenti, mungkin 500.000 dan mungkin lebih. Ini sangat besar," katanya.
Lom mengatakan bahwa badan bantuan telah bekerja secepat mungkin, namun sejauh ini mereka hanya mampu membantu kurang dari seperempat pengungsi.
Bangladesh telah kebanjiran Muslim Rohingya sejak kekerasan meletus di negara bagian Rakhine yang didominasi orang-orang Buddha pada 25 Agustus.
Pada hari Sabtu, PBB mengatakan bahwa jumlah orang yang melarikan diri dari aksi kekerasan di Rakhine dan memasuki Bangladesh telah mencapai 409.000. Jumlah ini melonjak 18.000 dalam sehari.
Kondisi memburuk di kota perbatasan Cox's Bazar di mana arus masuk telah menambah tekanan pada kamp Rohingya yang sudah dipenuhi 300.000 orang dari gelombang pengungsi sebelumnya.
PBB mengatakan dua anak dan seorang wanita tewas akibat berdesak-desakan ketika sebuah kelompok swasta menyerahkan pakaian di dekat sebuah kamp pada hari Jumat.
Sementara itu, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina berangkat ke New York City untuk meminta bantuan internasional. Ia juga akan menuntut lebih banyak tekanan pada Myanmar selama pembicaraan di Majelis Umum PBB pada hari Kamis mendatang.
"Dia akan segera menghentikan kekerasan di negara bagian Rakhine di Myanmar dan meminta Sekretaris Jenderal PBB untuk mengirim sebuah misi pencarian fakta ke Rakhine," kata Nazrul Islam, seorang juru bicara perdana menteri seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (17/9/2017).
"Dia juga akan menyerukan masyarakat internasional dan PBB untuk memberi tekanan kepada Myanmar guna mengembalikan semua pengungsi Rohingya ke tanah air mereka di Myanmar," katanya.
Chris Lom, juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), mengatakan dinas bantuan yang bekerja di negara tersebut sedang berjuang untuk mengatasi permintaan tersebut.
"Tidak ada yang mengharapkan jumlah orang ini, tentu saja jika 100.000 orang akan datang, mereka bisa saja diakomodasi, tapi pada saat mereka berhenti, mungkin 500.000 dan mungkin lebih. Ini sangat besar," katanya.
Lom mengatakan bahwa badan bantuan telah bekerja secepat mungkin, namun sejauh ini mereka hanya mampu membantu kurang dari seperempat pengungsi.
(ian)