Survei: Warga Korsel Ragu Korut Picu Perang di Semenanjung Korea
A
A
A
SEOUL - Warga Korea Selatan (Korsel) ragu jika negara tetangganya, Korea Utara (Korut), akan memulai perang. Begitu hasil survei yang dilakukan Gallup Korea.
Dalam survei itu, 58 persen warga Korsel merasa Korut tidak mungkin akan menyebabkan perang. Hanya 37 persen warga Korsel yang meyakini negara tertutup itu akan melakukan hal tersebut seperti dilansir dari Reuters, Jumat (8/9/2017).
Gallup Korea mulai kerap melakukan survei seperti ini sejak tahun 1992, dan persentase responden saat ini yang menganggap Korut tidak akan memulai perang adalah yang tertinggi kedua sejak saat itu.
Dalam jajak pendapat pertama di tahun 1992, 69 persen dari mereka yang ditanyai mengira Korut akan memulai perang sementara hanya 24 persen yang berpendapat tidak akan melakukannya.
Survei tersebut menunjukkan bahwa warga Korsel tidak perduli dengan perang dibandingkan dengan bulan Juni 2007, sembilan bulan setelah Korut melakukan uji coba nuklir pertamanya, pada bulan September 2006.
Pada tahun 2007, 51 persen responden mengatakan bahwa mereka mengira akan terjadi perang, sementara 45 persen tidak.
Korut mengatakan bahwa pihaknya perlu mengembangkan senjata untuk melindungi dirinya dari agresi Amerika Serikat (AS). Negara ini terus mengejar program nuklir dan misilnya untuk menentang kecaman internasional. Rezim Pyongyang pun telah mengancam melakukan aksi yang lebih banyak sebagai tanggapan atas sanksi PBB yang baru dan tekanan AS.
Meskipun Korut menunjukkan retorika berapi-api, warga korsel umumnya bersikap tenang, menjalani hidup mereka tanpa tanda-tanda kepanikan.
"Hasil survei menunjukkan warga Korea Selatan mungkin sudah terbiasa dengan ancaman provokasi berulang setelah lebih dari 60 tahun berada dalam keadaan gencatan senjata," kata Gallup Korea dalam sebuah pernyataan.
Korsel dan AS secara teknis masih berperang dengan Korut setelah konflik Korea 1950-53 berakhir dengan sebuah gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai.
Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa 60 persen dari mereka yang disurvei percaya bahwa Korsel harus mempersenjatai diri dengan senjata nuklir sementara 35 persen tidak setuju.
Mereka yang berusia dua puluhan paling menentang gagasan untuk mengakuisisi senjata nuklir, sementara responden berusia 50 dan di atas mengatakan bahwa Korsel seharusnya memilikinya.
Gallup juga mengatakan bahwa 59 persen responden menentang gagasan AS menyerang Korut terlebih dahulu jika provokasi Pyongyang berlanjut, sementara 33 persen mengatakan sudah seharusnya.
Gallup Korea mengatakan bahwa survei tersebut dilakukan dari 5 hingga 7 September. "Sebanyak 1.004 warga Korsel berusia di atas 19 tahun ditanya melalui telepon," kata Gallup.
Survei tersebut memiliki margin error plus atau minus 3,1 persen.
Dalam survei itu, 58 persen warga Korsel merasa Korut tidak mungkin akan menyebabkan perang. Hanya 37 persen warga Korsel yang meyakini negara tertutup itu akan melakukan hal tersebut seperti dilansir dari Reuters, Jumat (8/9/2017).
Gallup Korea mulai kerap melakukan survei seperti ini sejak tahun 1992, dan persentase responden saat ini yang menganggap Korut tidak akan memulai perang adalah yang tertinggi kedua sejak saat itu.
Dalam jajak pendapat pertama di tahun 1992, 69 persen dari mereka yang ditanyai mengira Korut akan memulai perang sementara hanya 24 persen yang berpendapat tidak akan melakukannya.
Survei tersebut menunjukkan bahwa warga Korsel tidak perduli dengan perang dibandingkan dengan bulan Juni 2007, sembilan bulan setelah Korut melakukan uji coba nuklir pertamanya, pada bulan September 2006.
Pada tahun 2007, 51 persen responden mengatakan bahwa mereka mengira akan terjadi perang, sementara 45 persen tidak.
Korut mengatakan bahwa pihaknya perlu mengembangkan senjata untuk melindungi dirinya dari agresi Amerika Serikat (AS). Negara ini terus mengejar program nuklir dan misilnya untuk menentang kecaman internasional. Rezim Pyongyang pun telah mengancam melakukan aksi yang lebih banyak sebagai tanggapan atas sanksi PBB yang baru dan tekanan AS.
Meskipun Korut menunjukkan retorika berapi-api, warga korsel umumnya bersikap tenang, menjalani hidup mereka tanpa tanda-tanda kepanikan.
"Hasil survei menunjukkan warga Korea Selatan mungkin sudah terbiasa dengan ancaman provokasi berulang setelah lebih dari 60 tahun berada dalam keadaan gencatan senjata," kata Gallup Korea dalam sebuah pernyataan.
Korsel dan AS secara teknis masih berperang dengan Korut setelah konflik Korea 1950-53 berakhir dengan sebuah gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai.
Jajak pendapat tersebut juga menemukan bahwa 60 persen dari mereka yang disurvei percaya bahwa Korsel harus mempersenjatai diri dengan senjata nuklir sementara 35 persen tidak setuju.
Mereka yang berusia dua puluhan paling menentang gagasan untuk mengakuisisi senjata nuklir, sementara responden berusia 50 dan di atas mengatakan bahwa Korsel seharusnya memilikinya.
Gallup juga mengatakan bahwa 59 persen responden menentang gagasan AS menyerang Korut terlebih dahulu jika provokasi Pyongyang berlanjut, sementara 33 persen mengatakan sudah seharusnya.
Gallup Korea mengatakan bahwa survei tersebut dilakukan dari 5 hingga 7 September. "Sebanyak 1.004 warga Korsel berusia di atas 19 tahun ditanya melalui telepon," kata Gallup.
Survei tersebut memiliki margin error plus atau minus 3,1 persen.
(ian)