Terungkap, PM Pakistan Nawaz Sharif Karyawan Perusahaan UEA
A
A
A
ISLAMABAD - Sebuah dokumen yang mengungkap informasi pribadi Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif memicu kontroversi. Pasalnya, dokumen itu menyebut Sharif sebagai pekerja di sebuah perusahaan freezone Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Sebuah tim investigasi gabungan pejabat tinggi (JIT) mengajukan sebuah laporan ke Mahkamah Agung Pakistan minggu lalu. Mereka mengkonfirmasikan bahwa Sharif terdaftar sebagai karyawan dengan perusahaan sampai tahun 2014.
Laporan tersebut menyatakan bahwa Sharif tidak mengungkapkan informasi ini sebelum mencalonkan diri untuk jabatan tertinggi pada tahun 2013, yang bertentangan dengan Konstitusi Pakistan. Namun, laporan ini dibantah oleh pihak keluarga dan mengatakan status karyawannya hanya untuk kepentingan visa.
Seperti di nukil dari Al Arabiya, Minggu (16/7/2017), sesuai dengan dokumen yang dirilis, Sharif adalah pemimpin perusahaan yang berbasis di Dubai, FZE Capital. Ia menerima gaji sebesar AED10.000 per bulan.
Temuan JIT didasarkan pada korespondensi dengan Jabel Ali Free Zone Authority (JAFZA), UAE. Sesuai dengan dokumen tersebut, Sharif bekerja dengan perusahaan tersebut sampai tahun 2014. Dia menjadi Perdana Menteri Pakistan untuk ketiga kalinya pada tahun 2013.
Namun, Hussain Nawaz, putra Nawaz Sharif, telah menolak temuan ini. Ia mengatakan bahwa ayahnya tidak pernah menerima gaji dari perusahaan tersebut di atas.
Berbicara kepada media lokal, Hussain mengatakan bahwa ayahnya ditunjuk sebagai ketua hanya untuk fasilitasi visa dan kunjungan ke UAE pada tahun 2006. Menurutnya, perusahaan tersebut kemudian bubar pada tahun 2014.
Seorang mantan hakim di Pakistan mengatakan jika memang benar bahwa Sharif memegang posisi strategi, yang tidak diumumkan dan dia juga tidak mengundurkan diri sebelum masuk jabatan publik, maka dia dapat menghadapi diskualifikasi karena telah melanggar sumpah jabatan.
Shaiq Usmani, mantan hakim di Pengadilan Tinggi Sindh, mengatakan bahwa Konstitusi Pakistan tidak mengizinkan kepentingan pribadi (untuk jabatan publik) mempengaruhi tindakan resminya atau keputusan resmi apapun.
"Menimbang bahwa memegang jabatan di sebuah organisasi bisnis dan menerima remunerasi dari sana dapat memberi orang tersebut insentif untuk menggunakan jabatan publiknya untuk menguntungkan dirinya sendiri atau dapat mengakibatkan keputusan resminya dipengaruhi dalam acara tersebut," tutur Usmani.
"Ada konflik antara dua jabatannya, memegang jabatan di sebuah organisasi bisnis akan melanggar sumpah dan karena itu bisa mengakibatkan orang tersebut didiskualifikasi untuk memegang jabatan publik," tukasnya.
Sebuah tim investigasi gabungan pejabat tinggi (JIT) mengajukan sebuah laporan ke Mahkamah Agung Pakistan minggu lalu. Mereka mengkonfirmasikan bahwa Sharif terdaftar sebagai karyawan dengan perusahaan sampai tahun 2014.
Laporan tersebut menyatakan bahwa Sharif tidak mengungkapkan informasi ini sebelum mencalonkan diri untuk jabatan tertinggi pada tahun 2013, yang bertentangan dengan Konstitusi Pakistan. Namun, laporan ini dibantah oleh pihak keluarga dan mengatakan status karyawannya hanya untuk kepentingan visa.
Seperti di nukil dari Al Arabiya, Minggu (16/7/2017), sesuai dengan dokumen yang dirilis, Sharif adalah pemimpin perusahaan yang berbasis di Dubai, FZE Capital. Ia menerima gaji sebesar AED10.000 per bulan.
Temuan JIT didasarkan pada korespondensi dengan Jabel Ali Free Zone Authority (JAFZA), UAE. Sesuai dengan dokumen tersebut, Sharif bekerja dengan perusahaan tersebut sampai tahun 2014. Dia menjadi Perdana Menteri Pakistan untuk ketiga kalinya pada tahun 2013.
Namun, Hussain Nawaz, putra Nawaz Sharif, telah menolak temuan ini. Ia mengatakan bahwa ayahnya tidak pernah menerima gaji dari perusahaan tersebut di atas.
Berbicara kepada media lokal, Hussain mengatakan bahwa ayahnya ditunjuk sebagai ketua hanya untuk fasilitasi visa dan kunjungan ke UAE pada tahun 2006. Menurutnya, perusahaan tersebut kemudian bubar pada tahun 2014.
Seorang mantan hakim di Pakistan mengatakan jika memang benar bahwa Sharif memegang posisi strategi, yang tidak diumumkan dan dia juga tidak mengundurkan diri sebelum masuk jabatan publik, maka dia dapat menghadapi diskualifikasi karena telah melanggar sumpah jabatan.
Shaiq Usmani, mantan hakim di Pengadilan Tinggi Sindh, mengatakan bahwa Konstitusi Pakistan tidak mengizinkan kepentingan pribadi (untuk jabatan publik) mempengaruhi tindakan resminya atau keputusan resmi apapun.
"Menimbang bahwa memegang jabatan di sebuah organisasi bisnis dan menerima remunerasi dari sana dapat memberi orang tersebut insentif untuk menggunakan jabatan publiknya untuk menguntungkan dirinya sendiri atau dapat mengakibatkan keputusan resminya dipengaruhi dalam acara tersebut," tutur Usmani.
"Ada konflik antara dua jabatannya, memegang jabatan di sebuah organisasi bisnis akan melanggar sumpah dan karena itu bisa mengakibatkan orang tersebut didiskualifikasi untuk memegang jabatan publik," tukasnya.
(ian)