Ribuan Muslim CAR Berlindung di Gereja dari Milisi Anti-Balaka
A
A
A
BANGUI - Sebanyak 1.500 orang, kebanyakan warga sipil Muslim, berlindung di sebuah gereja Katolik di Bangassou, Republik Afrika Tengah (CAR) dari kekerasan yang dilakukan para milisi anti-Balaka. Menurut pastor gereja, para pengungsi itu semakin putus asa.
Mereka kehilangan tempat tinggal dan terpaksa berlindung di gereja setelah melarikan diri dari kekerasan mematikan di kota mereka, Tokoyo, pada pertengahan bulan Mei 2017.
”Situasinya tidak cukup aman untuk pergi, jadi mereka tidak bisa pindah dari sini,” kata Pastor Alain Blaise Bissialo, pastor di gereja tersebut kepada Al Jazeera.
”Ada orang-orang yang berkeliling di kota dengan membawa senjata,” lanjut Bissialo, yang dikutip Minggu (18/6/2017).
Krisis di Bangassou dimulai antara 13-17 Mei ketika kelompok Anti-Balaka, sebuah milisi yang main hakim sendiri—kebanyakan dari warga Kristen—meluncurkan serangkaian serangan terhadap umat Muslim di Tokoyo, sebuah distrik Muslim di Bangassou.
Awalnya, ribuan warga sipil itu berbondong-bondong ke masjid terdekat untuk mencari perlindungan. Namun, masjid tersebut juga diserang yang menewaskan imam setempat.
Dalam upaya menyelamatkan warga sipil di masjid tersebut, uskup Katolik mengirim truk ke Tokoyo untuk mengangkut sebanyak mungkin warga sipil ke gereja demi keselamatan mereka.
”Pada hitungan terakhir, 150 orang tewas dalam kekerasan sejak pertengahan Mei, namun jumlah ini bisa meningkat,” kata Antoinne Mbao Bogo, presiden Palang Merah cabang setempat, kepada Al Jazeera pada hari Jumat.
Alidou Djibril, seorang pengungsi di gereja tersebut, mengatakan bahwa mereka kekurangan makanan dan pakaian.
”Sulit bagi kami, kami harus tetap di tempat yang sama, kami tidak bisa bergerak, dan kami berpuasa,” katanya.
Djibril mengatakan bahwa mereka hanya menerima makanan satu minggu setelah tiba di gereja tersebut. Menurutnya, para milisi anti-Balaka tidak mengizinkan pedagang membawa makanan kepada mereka.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagian besar dari 35.000 penduduk Bangassou melarikan diri ke beberapa tempat setelah kehilangan tempat tinggal. Sebagian ada yang menyeberang ke Republik Demokratik Kongo.
MINUSCA, misi PBB di Republik Afrika Tengah (CAR), mengatakan bahwa situasi keamanan di Bangassou sudah mulai tenang secara signifikan, namun belum aman bagi pengungsi untuk kembali ke rumah.
”Meskipun ada patroli MINUSCA, daerah ini tidak cukup aman, rumah dan bisnis mereka telah hancur, dan begitu banyak (warga) yang tidak memiliki tempat untuk pergi,” kata Vladimir Montiero, juru bicara MINUSCA, kepada Al Jazeera dari Bangui.
Mereka kehilangan tempat tinggal dan terpaksa berlindung di gereja setelah melarikan diri dari kekerasan mematikan di kota mereka, Tokoyo, pada pertengahan bulan Mei 2017.
”Situasinya tidak cukup aman untuk pergi, jadi mereka tidak bisa pindah dari sini,” kata Pastor Alain Blaise Bissialo, pastor di gereja tersebut kepada Al Jazeera.
”Ada orang-orang yang berkeliling di kota dengan membawa senjata,” lanjut Bissialo, yang dikutip Minggu (18/6/2017).
Krisis di Bangassou dimulai antara 13-17 Mei ketika kelompok Anti-Balaka, sebuah milisi yang main hakim sendiri—kebanyakan dari warga Kristen—meluncurkan serangkaian serangan terhadap umat Muslim di Tokoyo, sebuah distrik Muslim di Bangassou.
Awalnya, ribuan warga sipil itu berbondong-bondong ke masjid terdekat untuk mencari perlindungan. Namun, masjid tersebut juga diserang yang menewaskan imam setempat.
Dalam upaya menyelamatkan warga sipil di masjid tersebut, uskup Katolik mengirim truk ke Tokoyo untuk mengangkut sebanyak mungkin warga sipil ke gereja demi keselamatan mereka.
”Pada hitungan terakhir, 150 orang tewas dalam kekerasan sejak pertengahan Mei, namun jumlah ini bisa meningkat,” kata Antoinne Mbao Bogo, presiden Palang Merah cabang setempat, kepada Al Jazeera pada hari Jumat.
Alidou Djibril, seorang pengungsi di gereja tersebut, mengatakan bahwa mereka kekurangan makanan dan pakaian.
”Sulit bagi kami, kami harus tetap di tempat yang sama, kami tidak bisa bergerak, dan kami berpuasa,” katanya.
Djibril mengatakan bahwa mereka hanya menerima makanan satu minggu setelah tiba di gereja tersebut. Menurutnya, para milisi anti-Balaka tidak mengizinkan pedagang membawa makanan kepada mereka.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagian besar dari 35.000 penduduk Bangassou melarikan diri ke beberapa tempat setelah kehilangan tempat tinggal. Sebagian ada yang menyeberang ke Republik Demokratik Kongo.
MINUSCA, misi PBB di Republik Afrika Tengah (CAR), mengatakan bahwa situasi keamanan di Bangassou sudah mulai tenang secara signifikan, namun belum aman bagi pengungsi untuk kembali ke rumah.
”Meskipun ada patroli MINUSCA, daerah ini tidak cukup aman, rumah dan bisnis mereka telah hancur, dan begitu banyak (warga) yang tidak memiliki tempat untuk pergi,” kata Vladimir Montiero, juru bicara MINUSCA, kepada Al Jazeera dari Bangui.
(mas)