Posting Ayat Alquran, Muslimah Uighur Ditahan
A
A
A
BEIJING - Seorang perempuan Muslim di wilayah Xinjiang ditangkap otoritas setempat. Ia ditangkap setelah memposting ayat-ayat Alquran dan materi keagamaan lainnya di media sosial.
Radio Free Asia melaporkan perempuan berusia 26 tahun dari kelompok etnis Uighur itu ditahan kota Korla minggu ini atas tuduhan menyebarkan pemikiran religius ekstremis. Etnis Uighur adalah kelompok mayoritas Muslim di China barat laut itu.
"Ada konten religius ekstremis yang tidak boleh Anda publikasikan ulang, dan dia mempostingnya kembali, dia segera memposting ulang hal semacam itu," seorang pegawai di sebuah badan pengawas ekstremisme yang didukung pemerintah mengatakan kepada media seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (13/5/2017).
Mereka menambahkan bahwa memposting kutipan dari Quran atau tentang Tuhan adalah melawan hukum.
Wilayah paling barat adalah tanah air orang-orang Uighur, sebuah kelompok berbahasa Turki yang banyak mengeluhkan aksi represi terhadap budaya dan agama serta diskriminasi. Wilayah ini sering dilanda kerusuhan yang mematikan.
Bulan lalu, pihak berwenang China merilis daftar puluhan nama bayi yang dilarang sebagai bagian dari tindakan keras terhadap ekstremisme. Nama yang dilarang meliputi Islam, Quran, Jihad, Haji, Mekah dan Madinah, walaupun daftar lengkap belum dipublikasikan.
Baca Juga: China Larang Namai Bayi dengan Nama Khas Islam
Awal tahun ini, pihak berwenang di Xinjiang mengumumkan pelarangan jenggot dan burqa. Mereka menyebut rambut wajah yang tumbuh tidak normal atau mengenakan jubah yang menutupi seluruh tubuh dan wajah sekarang dilarang.
Baca Juga: China Melarang Jenggot 'Abnormal' dan Jilbab di Wilayah Muslim
Human Rights Watch telah mengutuk tindakan tersebut sebagai tindakan menindas.
"Ini hanyalah yang terbaru dalam serangkaian peraturan baru yang membatasi kebebasan beragama atas nama melawan ekstremisme religius," kata direktur HRW China, Sophie Richardson, dalam sebuah pernyataan.
"Kebijakan ini adalah pelanggaran terang-terangan perlindungan domestik dan internasional terhadap hak kebebasan beragama dan berekspresi.
"Jika pemerintah serius membawa stabilitas dan keharmonisan ke kawasan seperti yang diklaimnya, pihaknya harus mundur - tidak melakukan down-down - kebijakan represif," tuturnya.
Beijing kerap menuduh apa yang mereka sebut kelompok separatis Uighur, seperti Gerakan Islam Turkestan Timur, yang mendalangi serangan di wilayah yang kaya sumber daya alam itu.
Radio Free Asia melaporkan perempuan berusia 26 tahun dari kelompok etnis Uighur itu ditahan kota Korla minggu ini atas tuduhan menyebarkan pemikiran religius ekstremis. Etnis Uighur adalah kelompok mayoritas Muslim di China barat laut itu.
"Ada konten religius ekstremis yang tidak boleh Anda publikasikan ulang, dan dia mempostingnya kembali, dia segera memposting ulang hal semacam itu," seorang pegawai di sebuah badan pengawas ekstremisme yang didukung pemerintah mengatakan kepada media seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (13/5/2017).
Mereka menambahkan bahwa memposting kutipan dari Quran atau tentang Tuhan adalah melawan hukum.
Wilayah paling barat adalah tanah air orang-orang Uighur, sebuah kelompok berbahasa Turki yang banyak mengeluhkan aksi represi terhadap budaya dan agama serta diskriminasi. Wilayah ini sering dilanda kerusuhan yang mematikan.
Bulan lalu, pihak berwenang China merilis daftar puluhan nama bayi yang dilarang sebagai bagian dari tindakan keras terhadap ekstremisme. Nama yang dilarang meliputi Islam, Quran, Jihad, Haji, Mekah dan Madinah, walaupun daftar lengkap belum dipublikasikan.
Baca Juga: China Larang Namai Bayi dengan Nama Khas Islam
Awal tahun ini, pihak berwenang di Xinjiang mengumumkan pelarangan jenggot dan burqa. Mereka menyebut rambut wajah yang tumbuh tidak normal atau mengenakan jubah yang menutupi seluruh tubuh dan wajah sekarang dilarang.
Baca Juga: China Melarang Jenggot 'Abnormal' dan Jilbab di Wilayah Muslim
Human Rights Watch telah mengutuk tindakan tersebut sebagai tindakan menindas.
"Ini hanyalah yang terbaru dalam serangkaian peraturan baru yang membatasi kebebasan beragama atas nama melawan ekstremisme religius," kata direktur HRW China, Sophie Richardson, dalam sebuah pernyataan.
"Kebijakan ini adalah pelanggaran terang-terangan perlindungan domestik dan internasional terhadap hak kebebasan beragama dan berekspresi.
"Jika pemerintah serius membawa stabilitas dan keharmonisan ke kawasan seperti yang diklaimnya, pihaknya harus mundur - tidak melakukan down-down - kebijakan represif," tuturnya.
Beijing kerap menuduh apa yang mereka sebut kelompok separatis Uighur, seperti Gerakan Islam Turkestan Timur, yang mendalangi serangan di wilayah yang kaya sumber daya alam itu.
(ian)