Turki Serang Militan Kurdi, AS Kirim Pasukan ke Suriah
A
A
A
DAMASKUS - Amerika Serikat (AS) dilaporkan telah mengirim pasukan ke perbatasan antara Turki dan daerah otonomi Kurdi di Suriah utara. Pengiriman pasukan ini sebagai tanggapan atas serentetan serangan Turki terhadap Kurdi.
Militer Turki melancarkan serangan udara terhadap sasaran di tiga kantong penguasa Rojava minggu ini, dan telah menindaklanjuti serangan dengan artileri dan tank. Rumah dan sekolah dilaporkan telah rusak dalam serangan berikutnya, dan sebuah media center juga hancur.
Menurut Observatorium untuk Hak Asasi Manusia Suriah sekitar 30 tentara Kurdi yang terlibat dalam pertempuran melawan ISIS tewas, termasuk enam anggota Pesmerga Kurdi dalam serangan terpisah terhadap Kurdistan Irak.
Ini berarti pasukan Amerika dipaksa untuk campur tangan di antara dua sekutu mereka sendiri, di mana Turki adalah anggota NATO.
Pada hari Jumat, seorang komandan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) mengatakan kepada Reuters bahwa ia memperkirakan tentara AS akan tiba di perbatasan wilayah otonom untuk melindungi penduduknya dari serangan. Rekaman video yang beredar secara online menunjukkan kendaraan lapis baja dengan bendera AS bergerak di sepanjang perbatasan Turki seperti dikutip dari Independent, Minggu (30/4/2017).
Baik Peshmerga maupun YPG merupakan bagian penting dari upaya yang didukung AS untuk membebaskan Raqqa, kota terbesar ISIS di tanah Suriah.
Pemimpin politik di Rojava, dan aktivis HAM Kurdi di seluruh dunia, telah menyerukan zona larangan terbang penuh untuk melindungi wilayah tersebut. Rojava menampung jutaan orang termasuk orang-orang Syria yang mengungsi akibat perang dan relawan internasional.
"Kami berperang melawan satu musuh, yaitu ISIS. Jadi, ini mengharuskan (AS) untuk mengumumkan zona larangan terbang di atas Rojava dan Suriah utara," kata juru bicara organisasi politik YPG yang terkait dengan PYD Sihanouk Dibo.
Aktivis lain menyarankan agar YPG harus menarik diri dari kampanye untuk merebut kembali Raqqa untuk melindungi warga Rojava.
Turki meluncurkan sebuah operasi militer dengan kode nama Operation Eurphrates Shield tahun lalu untuk mendorong kembali baik ISIS dan militan Kurdi dari perbatasannya. Operasi militer itu telah berakhir tahun ini.
Operasi itu memicu serangkaian bentrokan antara pejuang Tentara Pembebasan Suriah yang didukung oleh pasukan Turki dengan militan Kurdi, yang bersumpah untuk berjuang sampai mati untuk mempertahankan wilayah mereka.
Pemboman Turki sporadis selama empat tahun terakhir telah membunuh warga sipil dan juga pejuang YPG, namun serangan minggu ini menandai peningkatan yang signifikan dalam agresi.
Mereka datang setelah referendum kontroversial yang memperkuat kekuatan baru yang signifikan untuk Mr Erdoğan.
Militer Turki melancarkan serangan udara terhadap sasaran di tiga kantong penguasa Rojava minggu ini, dan telah menindaklanjuti serangan dengan artileri dan tank. Rumah dan sekolah dilaporkan telah rusak dalam serangan berikutnya, dan sebuah media center juga hancur.
Menurut Observatorium untuk Hak Asasi Manusia Suriah sekitar 30 tentara Kurdi yang terlibat dalam pertempuran melawan ISIS tewas, termasuk enam anggota Pesmerga Kurdi dalam serangan terpisah terhadap Kurdistan Irak.
Ini berarti pasukan Amerika dipaksa untuk campur tangan di antara dua sekutu mereka sendiri, di mana Turki adalah anggota NATO.
Pada hari Jumat, seorang komandan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) mengatakan kepada Reuters bahwa ia memperkirakan tentara AS akan tiba di perbatasan wilayah otonom untuk melindungi penduduknya dari serangan. Rekaman video yang beredar secara online menunjukkan kendaraan lapis baja dengan bendera AS bergerak di sepanjang perbatasan Turki seperti dikutip dari Independent, Minggu (30/4/2017).
Baik Peshmerga maupun YPG merupakan bagian penting dari upaya yang didukung AS untuk membebaskan Raqqa, kota terbesar ISIS di tanah Suriah.
Pemimpin politik di Rojava, dan aktivis HAM Kurdi di seluruh dunia, telah menyerukan zona larangan terbang penuh untuk melindungi wilayah tersebut. Rojava menampung jutaan orang termasuk orang-orang Syria yang mengungsi akibat perang dan relawan internasional.
"Kami berperang melawan satu musuh, yaitu ISIS. Jadi, ini mengharuskan (AS) untuk mengumumkan zona larangan terbang di atas Rojava dan Suriah utara," kata juru bicara organisasi politik YPG yang terkait dengan PYD Sihanouk Dibo.
Aktivis lain menyarankan agar YPG harus menarik diri dari kampanye untuk merebut kembali Raqqa untuk melindungi warga Rojava.
Turki meluncurkan sebuah operasi militer dengan kode nama Operation Eurphrates Shield tahun lalu untuk mendorong kembali baik ISIS dan militan Kurdi dari perbatasannya. Operasi militer itu telah berakhir tahun ini.
Operasi itu memicu serangkaian bentrokan antara pejuang Tentara Pembebasan Suriah yang didukung oleh pasukan Turki dengan militan Kurdi, yang bersumpah untuk berjuang sampai mati untuk mempertahankan wilayah mereka.
Pemboman Turki sporadis selama empat tahun terakhir telah membunuh warga sipil dan juga pejuang YPG, namun serangan minggu ini menandai peningkatan yang signifikan dalam agresi.
Mereka datang setelah referendum kontroversial yang memperkuat kekuatan baru yang signifikan untuk Mr Erdoğan.
(ian)