Inggris Rayu Rusia Gabung Koalisi AS Lengserkan Assad
A
A
A
LONDON - Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris, Boris Johnson, tiba-tiba menyarankan Moskow untuk bergabung dengan koalisi Barat di Suriah. Ia mengatakan Rusia bisa membantu dalam menghilangkan tirani Suriah dari racun Bashar al-Assad.
"Assad telah menempel. Dengan bantuan Rusia dan Iran, dan berkat kebiadabannya yang tiada henti, ia tidak hanya merebut kembali Aleppo. Ia juga telah memenangkan kembali sebagian besar ‘operasional’ Suriah," kata Johnson seperti dikutip dari Russia Today, Senin (17/4/2017).
Johnson juga menyebut tengah mengumpulkan semua bukti di Khan Sheikhoun, mengutip pelajaran “menyakitkan” dari invasi Irak 2003, Menlu Inggris itu tampaknya telah menarik kesimpulannya sendiri.
“Hal ini adalah cara yang aneh di mana Bashar al-Assad begitu sembrono. Tampaknya begitu membingungkan bahwa ia sekarang harus menaikkan taruhan dengan begitu terang-terangan membunuh begitu banyak warganya dengan senjata kimia," tuturnya.
Johnson telah meyakinkan dirinya bahwa pemerintah Assad juga melakukan serangan senjata kimia di Ghouta, pada tahun 2013 lalu. “Dia belajar bahwa ia bisa lolos dengan cara itu. Dia belajar bahwa ia bisa menyeberangi ‘garis merah’ dari Barat dengan impunitas,” ucapnya sinis.
Namun apa yang menjadi klimaks dari komentarnya sangat tidak terduga, terkait peristiwa terbaru yang dianggapnya sebagai sebuah kesempatan bagi Rusia.
“Sekarang saatnya bagi mereka untuk membuat kompromi yang masuk akal, untuk bergabung dengan koalisi lebih dari 60 negara dalam memerangi ISIS, untuk menjaga kepentingan strategis mereka di Suriah, dengan prospek hubungan lebih produktif dengan Presiden Trump dan pengetahuan bahwa Barat akhirnya akan membantu membangun kembali negara itu,” kata Johnson.
“Rusia menyelamatkannya. Rusia dapat membantu menyingkirkan Assad, melalui proses dengan hati-hati mengawasi transisi yang melindungi lembaga-lembaga utama negara. Dan mengantar masa depan yang stabil dan pluralis bagi negara itu,” imbuhnya.
"Assad secara harfiah dan kiasan beracun, dan sekarang saatnya Rusia terbangun dengan fakta. Mereka masih memiliki waktu untuk berada di sisi argumen yang benar," ucap Johnson menyimpulkan.
"Assad telah menempel. Dengan bantuan Rusia dan Iran, dan berkat kebiadabannya yang tiada henti, ia tidak hanya merebut kembali Aleppo. Ia juga telah memenangkan kembali sebagian besar ‘operasional’ Suriah," kata Johnson seperti dikutip dari Russia Today, Senin (17/4/2017).
Johnson juga menyebut tengah mengumpulkan semua bukti di Khan Sheikhoun, mengutip pelajaran “menyakitkan” dari invasi Irak 2003, Menlu Inggris itu tampaknya telah menarik kesimpulannya sendiri.
“Hal ini adalah cara yang aneh di mana Bashar al-Assad begitu sembrono. Tampaknya begitu membingungkan bahwa ia sekarang harus menaikkan taruhan dengan begitu terang-terangan membunuh begitu banyak warganya dengan senjata kimia," tuturnya.
Johnson telah meyakinkan dirinya bahwa pemerintah Assad juga melakukan serangan senjata kimia di Ghouta, pada tahun 2013 lalu. “Dia belajar bahwa ia bisa lolos dengan cara itu. Dia belajar bahwa ia bisa menyeberangi ‘garis merah’ dari Barat dengan impunitas,” ucapnya sinis.
Namun apa yang menjadi klimaks dari komentarnya sangat tidak terduga, terkait peristiwa terbaru yang dianggapnya sebagai sebuah kesempatan bagi Rusia.
“Sekarang saatnya bagi mereka untuk membuat kompromi yang masuk akal, untuk bergabung dengan koalisi lebih dari 60 negara dalam memerangi ISIS, untuk menjaga kepentingan strategis mereka di Suriah, dengan prospek hubungan lebih produktif dengan Presiden Trump dan pengetahuan bahwa Barat akhirnya akan membantu membangun kembali negara itu,” kata Johnson.
“Rusia menyelamatkannya. Rusia dapat membantu menyingkirkan Assad, melalui proses dengan hati-hati mengawasi transisi yang melindungi lembaga-lembaga utama negara. Dan mengantar masa depan yang stabil dan pluralis bagi negara itu,” imbuhnya.
"Assad secara harfiah dan kiasan beracun, dan sekarang saatnya Rusia terbangun dengan fakta. Mereka masih memiliki waktu untuk berada di sisi argumen yang benar," ucap Johnson menyimpulkan.
(ian)