Arab Saudi untuk Pertama Kali Rayakan Hari Perempuan
A
A
A
RIYADH - Arab Saudi untuk pertama kalinya merayakan “Women’s Day” (Hari Perempuan). Perayaan itu ditandai dengan digelarnya diskusi ”women’s only” di Pusat Kebudayaan Raja Fahd di Riyadh.
Diskusi itu membicararkan kontribusi perempuan untuk beberapa bidang, meskipun sistem perwalian lelaki masih berlaku di Kerajaan Arab Saudi. Media setempat, Arab News, melaporkan, acara untuk menandai Hari Perempuan ini diselenggarakan berkat arahan dari Kementerian Kebudayaan dan Informasi.
”Kami ingin merayakan wanita Saudi dan perannya yang sukses, serta mengingatkan orang-orang atas prestasi mereka di bidang pendidikan, budaya, sastra, medis dan bidang lain,” kata Mohammed Al-Saif, pengawas umum dari Pusat Kebudayaan, dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Senin (6/2/2017).
Meski demikian, Arab Saudi tetap tercatat sebagai satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan dari mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Kerajaan Arab Saudi memiliki hukum perwalian lelaki atas kaum perempuan, di mana seorang perempuan harus mendapatkan persetujuan dari wali laki-lakinya—biasanya suami, ayah, saudara, atau anak—sebelum memperoleh paspor, menikah, bepergian, atau mengakses pendidikan tinggi.
Uniknya, seorang perempuan dari keluarga Kerajaan Arab Saudi, Putri Adila binti Abdullah Al-Saud, memimpin diskusi panel tentang pendidikan dan olahraga dalam acara itu. Pada saat ini, perempuan tidak dapat bersaing secara bebas di bidang olahraga di negara tersebut.
Putri Adila selama ini dikenal sebagai seorang penganjur hak perempuan untuk mengemudi serta hak-hak untuk mengakses kesehatan dan hukum. Dia sebelumnya telah berbicara menentang kekerasan dalam rumah tangga, dan didukung kelompok perempuan.
Arab Saudi menduduki peringkat 141 dari 144 dalam indeks global Forum Ekonomi Dunia 2016 untuk ketidaksetaraan gender. Namun, sebuah laporan tahun 2016, Human Rights Watch mencatat perkembangan positif di negara itu, di mana para perempuan Saudi dibolehkan mendaftar untuk memilih dan mencalonkan diri sebagai pemimpin atau politisi dalam pemilu tahun 2015.
Diskusi itu membicararkan kontribusi perempuan untuk beberapa bidang, meskipun sistem perwalian lelaki masih berlaku di Kerajaan Arab Saudi. Media setempat, Arab News, melaporkan, acara untuk menandai Hari Perempuan ini diselenggarakan berkat arahan dari Kementerian Kebudayaan dan Informasi.
”Kami ingin merayakan wanita Saudi dan perannya yang sukses, serta mengingatkan orang-orang atas prestasi mereka di bidang pendidikan, budaya, sastra, medis dan bidang lain,” kata Mohammed Al-Saif, pengawas umum dari Pusat Kebudayaan, dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Senin (6/2/2017).
Meski demikian, Arab Saudi tetap tercatat sebagai satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan dari mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Kerajaan Arab Saudi memiliki hukum perwalian lelaki atas kaum perempuan, di mana seorang perempuan harus mendapatkan persetujuan dari wali laki-lakinya—biasanya suami, ayah, saudara, atau anak—sebelum memperoleh paspor, menikah, bepergian, atau mengakses pendidikan tinggi.
Uniknya, seorang perempuan dari keluarga Kerajaan Arab Saudi, Putri Adila binti Abdullah Al-Saud, memimpin diskusi panel tentang pendidikan dan olahraga dalam acara itu. Pada saat ini, perempuan tidak dapat bersaing secara bebas di bidang olahraga di negara tersebut.
Putri Adila selama ini dikenal sebagai seorang penganjur hak perempuan untuk mengemudi serta hak-hak untuk mengakses kesehatan dan hukum. Dia sebelumnya telah berbicara menentang kekerasan dalam rumah tangga, dan didukung kelompok perempuan.
Arab Saudi menduduki peringkat 141 dari 144 dalam indeks global Forum Ekonomi Dunia 2016 untuk ketidaksetaraan gender. Namun, sebuah laporan tahun 2016, Human Rights Watch mencatat perkembangan positif di negara itu, di mana para perempuan Saudi dibolehkan mendaftar untuk memilih dan mencalonkan diri sebagai pemimpin atau politisi dalam pemilu tahun 2015.
(mas)