Perundingan Damai Diboikot
A
A
A
DAMASKUS - Beberapa kelompok gerilyawan anti-Presiden Suriah Bashar al- Assad menunda perundingan perdamaian lanjutan.
Mereka menuduh pasukan Pemerintah Suriah melanggar gencatan senjata dengan melakukan serangan ke wilayah dekat Damaskus. Keputusan itu mengancam proses perdamaian yang dimediasi Rusia dan Turki dan didukung sejumlah negara lainnya. Sebelumnya Pemerintah Suriah dan kelompok anti-pemerintah berencana melakukan negosiasi di ibu kota Kazakhstan, Astana, pada awal tahun ini. Mereka juga sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama empat hari. Seperti dilansir AFP , perjanjian gencatan senjata tersebut mendapat tantangan besar di lapangan.Meski suasana menjadi lebih sepi, kontak senjata masih sering terjadi di beberapa wilayah kecil, terutama di Wadi Barada, Damaskus. Kawasan tersebut merupakan salah satu sumber utama air yang mengalir ke seluruh jantung Damaskus. Pasukan Pemerintah Suriah yang didukung pasukan kelompok Hizbullah dari Libanon terus melakukan serangan, kendati gencatan senjata yang dimulai pada 30 Desember sudah ditekan. Puluhan kelompok pemberontak menyatakan akan membekukan perundingan. “Sebab, pelanggaran gencatan senjata terus terjadi,” ungkap mereka.
Kelompok gerilyawan anti- Assad juga mengungkapkan, mereka telah menghormati gencatan senjata dengan baik di seluruh wilayah Suriah. Namun, rezim Suriah dan sekutunya tidak pernah berhenti melancarkan serangan, terutama ke wilayah Wadi Barada dan Ghouta Timur, sehingga perjanjian menjadi tercoreng dan kepercayaan memudar. Kelompok anti-Pemerintah meminta rezim Assad mematuhi aturan. “Jika situasinya tidak pulih seperti semula, persetujuan itu akan dibatalkan dan menjadi sia-sia,” imbuh kelompok anti- Pemerintah dalam keterangan pers yang ditandatangani puluhan fraksi militer, termasuk Tentara Islam, Faylaq al-Sham, dan Sultan Murad Brigade itu.
Pertempuran di Wadi Barada terjadi kemarin. Hal itu diutarakan Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR). Mereka menyampaikan, pasukan pemerintah melakukan serangan dengan menggunakan helikopter dan artileri setelah berhasil bergerak maju ke Ain al- Fijeh pada Senin (2/1). Pemerintah Suriah membela aksinya. Mereka menuduh kelompok pemberontak di Wadi Barada secara sengaja membocorkan bahan bakar untuk meracuni sumber air dan menutup aliran air ke Damaskus secara bersamaan. Namun, kelompok pemberontak mengatakan, polusi itu merupakan dampak dari serangan pasukan pemerintah.
Kelompok anti- Pemerintah Fateh al-Sham yang menguasai sebagian wilayah Wadi Barada dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga mundur dari negosiasi. Direktur SOHR Rami Abdel Rahman mengatakan, perundingan perdamaian berada dalam fase kritis dan berisiko amburadul jika Rusia dan Turki tidak turun tangan. Pernyataan Rami bukan tanpa alasan. Pelanggaran juga terjadi di wilayah lain. Serangan artileri menghantam Kota kecil Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, hingga menewaskan seorang perempuan hamil dan melukai tiga warga sipil.
Kelompok pemberontak juga melepaskan tembakkan di dua perkampungan di pusat Provinsi Hama. Kesepakatan gencatan senjata dan rencana perundingan merupakan langkah terbaru untuk mengakhiri Perang Suriah yang menewaskan 310.000 orang sejak Maret 2011. Ankara dan Moskow bekerja sama menjadi broker negosiasi itu. Mereka juga berperan dalam proses evakuasi warga sipil yang ingin meninggalkan Kota Aleppo. Upaya negosiasi itu juga mendapat dukungan dari Dewan Keamanan( DK) PerserikatanBangsa Bangsa (PBB). Turki dan Rusia mencoba merancang perundingan ini sebaik mungkin. Turki menjadi broker karena terkena imbas perang secara langsung. Adapun, Rusia merupakan pendukung vokal Assad secara diplomasi dan militer.
Sebenarnya, jika gencatan senjata yang dimediasi Turki- Rusia itu sukses, negosiasi politik antara Presiden Bashar al-Assad dengan oposisi akan dilaksanakan di ibu kota Astana, Kazakhstan. Namun, perundingan Astana hanya dimediasi Turki dan Rusia, bukan sebagai perundingan tandingan yang dimediasi PBB yang biasanya dilaksanakan Jenewa dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka menuduh pasukan Pemerintah Suriah melanggar gencatan senjata dengan melakukan serangan ke wilayah dekat Damaskus. Keputusan itu mengancam proses perdamaian yang dimediasi Rusia dan Turki dan didukung sejumlah negara lainnya. Sebelumnya Pemerintah Suriah dan kelompok anti-pemerintah berencana melakukan negosiasi di ibu kota Kazakhstan, Astana, pada awal tahun ini. Mereka juga sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama empat hari. Seperti dilansir AFP , perjanjian gencatan senjata tersebut mendapat tantangan besar di lapangan.Meski suasana menjadi lebih sepi, kontak senjata masih sering terjadi di beberapa wilayah kecil, terutama di Wadi Barada, Damaskus. Kawasan tersebut merupakan salah satu sumber utama air yang mengalir ke seluruh jantung Damaskus. Pasukan Pemerintah Suriah yang didukung pasukan kelompok Hizbullah dari Libanon terus melakukan serangan, kendati gencatan senjata yang dimulai pada 30 Desember sudah ditekan. Puluhan kelompok pemberontak menyatakan akan membekukan perundingan. “Sebab, pelanggaran gencatan senjata terus terjadi,” ungkap mereka.
Kelompok gerilyawan anti- Assad juga mengungkapkan, mereka telah menghormati gencatan senjata dengan baik di seluruh wilayah Suriah. Namun, rezim Suriah dan sekutunya tidak pernah berhenti melancarkan serangan, terutama ke wilayah Wadi Barada dan Ghouta Timur, sehingga perjanjian menjadi tercoreng dan kepercayaan memudar. Kelompok anti-Pemerintah meminta rezim Assad mematuhi aturan. “Jika situasinya tidak pulih seperti semula, persetujuan itu akan dibatalkan dan menjadi sia-sia,” imbuh kelompok anti- Pemerintah dalam keterangan pers yang ditandatangani puluhan fraksi militer, termasuk Tentara Islam, Faylaq al-Sham, dan Sultan Murad Brigade itu.
Pertempuran di Wadi Barada terjadi kemarin. Hal itu diutarakan Pemantau Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR). Mereka menyampaikan, pasukan pemerintah melakukan serangan dengan menggunakan helikopter dan artileri setelah berhasil bergerak maju ke Ain al- Fijeh pada Senin (2/1). Pemerintah Suriah membela aksinya. Mereka menuduh kelompok pemberontak di Wadi Barada secara sengaja membocorkan bahan bakar untuk meracuni sumber air dan menutup aliran air ke Damaskus secara bersamaan. Namun, kelompok pemberontak mengatakan, polusi itu merupakan dampak dari serangan pasukan pemerintah.
Kelompok anti- Pemerintah Fateh al-Sham yang menguasai sebagian wilayah Wadi Barada dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) juga mundur dari negosiasi. Direktur SOHR Rami Abdel Rahman mengatakan, perundingan perdamaian berada dalam fase kritis dan berisiko amburadul jika Rusia dan Turki tidak turun tangan. Pernyataan Rami bukan tanpa alasan. Pelanggaran juga terjadi di wilayah lain. Serangan artileri menghantam Kota kecil Khan Sheikhun, Provinsi Idlib, hingga menewaskan seorang perempuan hamil dan melukai tiga warga sipil.
Kelompok pemberontak juga melepaskan tembakkan di dua perkampungan di pusat Provinsi Hama. Kesepakatan gencatan senjata dan rencana perundingan merupakan langkah terbaru untuk mengakhiri Perang Suriah yang menewaskan 310.000 orang sejak Maret 2011. Ankara dan Moskow bekerja sama menjadi broker negosiasi itu. Mereka juga berperan dalam proses evakuasi warga sipil yang ingin meninggalkan Kota Aleppo. Upaya negosiasi itu juga mendapat dukungan dari Dewan Keamanan( DK) PerserikatanBangsa Bangsa (PBB). Turki dan Rusia mencoba merancang perundingan ini sebaik mungkin. Turki menjadi broker karena terkena imbas perang secara langsung. Adapun, Rusia merupakan pendukung vokal Assad secara diplomasi dan militer.
Sebenarnya, jika gencatan senjata yang dimediasi Turki- Rusia itu sukses, negosiasi politik antara Presiden Bashar al-Assad dengan oposisi akan dilaksanakan di ibu kota Astana, Kazakhstan. Namun, perundingan Astana hanya dimediasi Turki dan Rusia, bukan sebagai perundingan tandingan yang dimediasi PBB yang biasanya dilaksanakan Jenewa dalam beberapa tahun terakhir.
(esn)