Hadirkan Selera Kuliner Arab di Kamp Pengungsi

Senin, 26 Desember 2016 - 17:42 WIB
Hadirkan Selera Kuliner...
Hadirkan Selera Kuliner Arab di Kamp Pengungsi
A A A
ATHENA - Sebelum menempuh ”jalur kematian” untuk melarikan diri dari Suriah, Talal Rankoussi merupakan koki ternama di restoran terbesar di dunia yang berlokasi di Damaskus.

Restoran bernama Bawabet Al Dimashq (Gerbang Damaskus) itu masih memegang rekor Guinness Book of Records karena mampu menampung lebih dari 6.000 orang. Rankoussi, 41, kini membantu lembaga amal Amerika Serikat (AS) untuk memasak bagi ratusan keluarga Suriah di kamp pengungsi Ritsona, di dekat Athena. Ayah tiga anak itu tiba di Yunani setelah melintasi Aegean pada Februari lalu dalam jalur kematian dengan menggunakan kapal karet.

Dengan kehadiran Rankoussi, para pengungsi tidak lagi mengeluh tentang kualitas makanan, karena ada koki ternama. ”Makanan di kamp pengungsi kerap tidak disajikan dengan baik dan enak. Tidak ada peningkatan kualitas,” kata Rankoussi dilansir AFP.

Dikarenakan anggaran yang terbatas, Rankoussi hanya masak daging sekitar satu pekan sekali. Untuk sayuran, dia memasak setiap tiga kali dalam satu pekan. ”Setiap hari kita mendistribusikan makanan, baik daging, sayuran, atau makanan olahan lainnya,” tuturnya.

Dikarenakan kebanyakan pengungsi asal Suriah, Rankoussi juga memasak makanan khas Damaskus, seperti kibbeh, nasi magluba, dan kebab. Sayangnya, dia tidak bisa mendapatkan bumbu khas dari Suriah. Dengan mengandalkan bumbu lokal, makanan yang dimasak Rankoussi juga selezat kuliner khas Damaskus.

Talal tidak ingin berhenti di Turki. Dia telah mengajukan suaka ke beberapa negara Eropa seperti Jerman, Belanda, dan Prancis. Dia ingin melanjutkan semangat kokinya di Eropa. ”Memasak itu hobi saya. Ini pekerjaan saya,” kata Rankoussi dengan penuh harapan.

Awal ketertarikan bergabung menjadi koki di kafe yang memberikan makanan gratis karena dia diajak oleh Carolynn Rockafellow, bankir investasi AS yang pindah ke Yunani tahun lalu, untuk mendirikan Cafe Rits. Kafe berada di truk tanpa roda itu memberikan makanan gratis bagi para pengungsi. Rockafellow yang berasal dari New York mampu menghidupi sekitar 700 pengungsi Ritsona dengan bantuan dari donatur. ”Saya merasa kisah ini tentang membantu Yunani membantu pengungsi,” kata Rockafellow.

Sekitar dua hingga tiga kali dalam satu pekan, Rockafellow pergi ke supermarket di Pulau Evia untuk membeli daging dan sayuran. Sekitar USD5.300 (Rp71 juta) harus dikeluarkan untuk sekali belanja. ”Situasi di Yunani sangat sulit. Saya pikir mereka melakukan pekerjaan yang hebat,” kata Madame Sharba atau Mrs Soup yang menjadi julukan bagi Rockafellow. Kenapa mempekerjakan Rankoussi dalam kafenya? Rockafellow ingin menemukan cara memberdayakan pengungsi.

”Saya juga ingin mengembalikan budaya mereka melalui makanan,” kata Rockafellow. Dia mengungkapkan, masyarakat Suriah cinta dengan keramahan yang disajikan melalui makanan.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1590 seconds (0.1#10.140)