Drone AS yang Direbut Beijing di Laut China Selatan Dicap Mata-mata
A
A
A
BEIJING - Drone bawah laut atau unmanned underwater vehicles (UUV) Amerika Serikat (AS) yang direbut kapal perang China di Laut China Selatan dianggap sebagai bagian dari upaya mata-mata AS di kawasan sengketa tersebut. Anggapan itu muncul dari media pemerintah China dan para ahli.
UUV AS direbut kapal perang China pada hari Kamis pekan lalu. Insiden ini merupakan yang pertama kali sepanjang ketegangan kedua negara yang terjadi selama ini.
Pentagon menuntut Beijing mengembalikan UUV itu. Sedangkan China berjanji akan mengembalikannya setelah penyelidikan tuntas.
Media pemerintah China, People Daily yang dikelola Partai Komunis, dalam laporannya hari Senin (19/12/2016) menyatakan bahwa UUV yang dioperasikan kapal oseanografi USNS Bowditch adalah “pelaku serial” untuk operasi mata-mata terhadap China.
”Mengecilkan tindakan dari kendaraan tak berawak tidak dapat menutupi maksud sebenarnya dari latar belakang,” tulis media itu. ”Drone yang melayang ke permukaan di Laut China Selatan adalah puncak gunung es dari strategi militer AS, termasuk terhadap China,” lanjut laporan tersebut yang dikutip Reuters.
Pentagon sudah membela diri terkait operasi drone bawah laut atau drone selam tersebut. Menurut Pentagon, operasi UUV-nya sah karena berlangsung di perairan internasional. UUV itu diklaim Pentagon beroperasi untuk mengumpulkan data tentang salinitas, suhu dan kejelasan dari perairan yang berjarak sekitar 50 mil laut sebelah barat laut dari Subic Bay, Filipina.
Tapi, Ma Gang, profesor di Universitas Pertahanan Nasional Tentara Pembebasan Rakyat, mengatakan kepada China Daily bahwa USNS Bowditch terkenal sebagai kapal pengintai militer yang telah memata-matai perairan pesisir China sejak 2002.
”Data Oceanic sangat penting untuk formasi kapal, rute kapal selam dan perencanaan pertempuran," kata Ma. ”Oleh karena itu, ini normal bagi Angkatan Laut China untuk mencurigai kegiatan Bowditch ini mengingat pengalaman di masa lalu.”
UUV AS direbut kapal perang China pada hari Kamis pekan lalu. Insiden ini merupakan yang pertama kali sepanjang ketegangan kedua negara yang terjadi selama ini.
Pentagon menuntut Beijing mengembalikan UUV itu. Sedangkan China berjanji akan mengembalikannya setelah penyelidikan tuntas.
Media pemerintah China, People Daily yang dikelola Partai Komunis, dalam laporannya hari Senin (19/12/2016) menyatakan bahwa UUV yang dioperasikan kapal oseanografi USNS Bowditch adalah “pelaku serial” untuk operasi mata-mata terhadap China.
”Mengecilkan tindakan dari kendaraan tak berawak tidak dapat menutupi maksud sebenarnya dari latar belakang,” tulis media itu. ”Drone yang melayang ke permukaan di Laut China Selatan adalah puncak gunung es dari strategi militer AS, termasuk terhadap China,” lanjut laporan tersebut yang dikutip Reuters.
Pentagon sudah membela diri terkait operasi drone bawah laut atau drone selam tersebut. Menurut Pentagon, operasi UUV-nya sah karena berlangsung di perairan internasional. UUV itu diklaim Pentagon beroperasi untuk mengumpulkan data tentang salinitas, suhu dan kejelasan dari perairan yang berjarak sekitar 50 mil laut sebelah barat laut dari Subic Bay, Filipina.
Tapi, Ma Gang, profesor di Universitas Pertahanan Nasional Tentara Pembebasan Rakyat, mengatakan kepada China Daily bahwa USNS Bowditch terkenal sebagai kapal pengintai militer yang telah memata-matai perairan pesisir China sejak 2002.
”Data Oceanic sangat penting untuk formasi kapal, rute kapal selam dan perencanaan pertempuran," kata Ma. ”Oleh karena itu, ini normal bagi Angkatan Laut China untuk mencurigai kegiatan Bowditch ini mengingat pengalaman di masa lalu.”
(mas)