Insiden Natuna Bisa Seret RI dalam Konflik Laut China Selatan
A
A
A
JAKARTA - Insiden yang melibatkan militer Indonesia dan pasukan coast guard China beberapa waktu lalu berpotensi menyeret Indonesia dalam konflik sengketa kawasan Laut China Selatan. Pengamat dari Universitas Nanyang Singapura, Ralf Emmers, ragu apakah Indonesia akan tetap netral setelah insiden di Natuna.
Pemerintah Indonesia berulang kali menegaskan tidak akan terlibat langsung dalam konflik di Laut China Selatan. Indonesia justru aktif untuk memfasilitasi upaya damai dalam penyelesaian konflik sengketa maritim itu.
Menurut Emmers, bukan hanya dirinya yang mulai berpikir bahwa Indonesia akan terseret dalam konflik di Laut China Selatan usai insiden di Natuna dengan China. Beberapa lembaga think-tank Indonesia, kata dia, juga berpkiran yang sama.
"Seperti kita lihat Indonesia sangat bangga dengan sikap netralnya, tidak ingin terlibat dalam permainan kekuatan dunia, dan lebih menghidari dari hal tersebut," kata Emers, pada Kamis (1/9/2016) di Jakarta.
"Indonesua memiliki peran yang sangat baik untuk memfasilitasi (penyelesaian konflik) di kawasan tersebut, terlebih ketika ASEAN masih kesulitan untuk menyatukan suara," lanjut dia.
"Tapi sayangnya, bila kita melihat kejadian baru-baru ini disekitar Natuna telah membuatnya semakin sulit, peran yang bisa dimainkan Indonesia sebagai fasilitator menarik pendapat sejumlah lembaga think-tank terkemuka di Indonesia mengenai apakah Indonesia masih bisa netral di Laut China Selatan (atau tidak)," imbuh Emmers.
China mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Namun, Taiwan dan sejumlah negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Brunei dan Vietnam juga memiliki klaim wilayah yang saling tumpang tindih.
Pemerintah Indonesia berulang kali menegaskan tidak akan terlibat langsung dalam konflik di Laut China Selatan. Indonesia justru aktif untuk memfasilitasi upaya damai dalam penyelesaian konflik sengketa maritim itu.
Menurut Emmers, bukan hanya dirinya yang mulai berpikir bahwa Indonesia akan terseret dalam konflik di Laut China Selatan usai insiden di Natuna dengan China. Beberapa lembaga think-tank Indonesia, kata dia, juga berpkiran yang sama.
"Seperti kita lihat Indonesia sangat bangga dengan sikap netralnya, tidak ingin terlibat dalam permainan kekuatan dunia, dan lebih menghidari dari hal tersebut," kata Emers, pada Kamis (1/9/2016) di Jakarta.
"Indonesua memiliki peran yang sangat baik untuk memfasilitasi (penyelesaian konflik) di kawasan tersebut, terlebih ketika ASEAN masih kesulitan untuk menyatukan suara," lanjut dia.
"Tapi sayangnya, bila kita melihat kejadian baru-baru ini disekitar Natuna telah membuatnya semakin sulit, peran yang bisa dimainkan Indonesia sebagai fasilitator menarik pendapat sejumlah lembaga think-tank terkemuka di Indonesia mengenai apakah Indonesia masih bisa netral di Laut China Selatan (atau tidak)," imbuh Emmers.
China mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Namun, Taiwan dan sejumlah negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Brunei dan Vietnam juga memiliki klaim wilayah yang saling tumpang tindih.
(mas)