Pertempuran Kembali Meletus di Sudan Selatan
A
A
A
JUBA - Juru bicara kelompok oposisi mengatakan pertempuran kembali pecah antara pasukan yang setia dengan presiden dan kelompok oposisi di kota Yei, barat daya ibukota Sudan Selatan, Juba. Insiden ini memicu kekhawatiran negara itu akan kembali tenggelam dalam perang sipil.
Juru bicara kelompok oposisi, James Gatdet menyalahkan pasukan pemerintah karena telah memicu bentrokan terebut. "Pasukan kami telah berhasil menutup jalan Juba-Yei. Pasukan kami menghancurkan konvoi pasukan pemerintah yang menyerang pasukan kami," katanya.
Seorang saksi melaporkan bahwa terdengar suara tembakan senjata berat di wilayah sekitar Yei, yang terletak di jalan yang menghubungkan ibukota Juba dengan negara tetangga Uganda seperti dikutip dari laman Reuters, Minggu (14/8/2015).
Terkait bentrokan ini tidak ada komentar resmi dari Pemerintah. Kedua kubu kerap saling menyalahkan satu sama lain dalam setiap pertempuran yang terjadi. Konflik terjadi akibat perbedaan politik Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar. Konflik pertama antara para pendukungnya pecah pertama kali pada akhir 2013. Keduanya lantas menandatangani kesepakatan dami pada bulan Agustus 2015.
Meski begitu, pertempuran sporadis tetap terjadi diantara para pendukung keduanya. Sebelumnya, pada bulan Juli lalu, kedua pendukung keduanya terlibat bentrok yang memaksa PBB mengirimkan pasukan dengan kekuatan 4.000 personel untuk mendukung misi penjaga perdamaian yang berkekuatan 12.000 personel.
Juru bicara kelompok oposisi, James Gatdet menyalahkan pasukan pemerintah karena telah memicu bentrokan terebut. "Pasukan kami telah berhasil menutup jalan Juba-Yei. Pasukan kami menghancurkan konvoi pasukan pemerintah yang menyerang pasukan kami," katanya.
Seorang saksi melaporkan bahwa terdengar suara tembakan senjata berat di wilayah sekitar Yei, yang terletak di jalan yang menghubungkan ibukota Juba dengan negara tetangga Uganda seperti dikutip dari laman Reuters, Minggu (14/8/2015).
Terkait bentrokan ini tidak ada komentar resmi dari Pemerintah. Kedua kubu kerap saling menyalahkan satu sama lain dalam setiap pertempuran yang terjadi. Konflik terjadi akibat perbedaan politik Presiden Salva Kiir dan mantan wakilnya Riek Machar. Konflik pertama antara para pendukungnya pecah pertama kali pada akhir 2013. Keduanya lantas menandatangani kesepakatan dami pada bulan Agustus 2015.
Meski begitu, pertempuran sporadis tetap terjadi diantara para pendukung keduanya. Sebelumnya, pada bulan Juli lalu, kedua pendukung keduanya terlibat bentrok yang memaksa PBB mengirimkan pasukan dengan kekuatan 4.000 personel untuk mendukung misi penjaga perdamaian yang berkekuatan 12.000 personel.
(ian)