Venezuela di Ambang Bangkrut, Banyak Perusahaan AS Hengkang
A
A
A
CARACAS - Krisis ekonomi yang semakin gila-gilaan membuat Venezeula di ambang kebangkrutan. Kini, lebih dari selusin perusahan Amerika Serikat (AS) mengalami kekacuan, termasuk berhenti beroperasi dan hengkang dari Venezeula.
Dalam tiga minggu terakhir saja, Coca-Cola mengumumkan bahwa mereka telah menghentikan produksi di Venezuela karena kelangkaan gula.
Bridgestone, perusahaan ban yang berbasis di Tennessee, memutuskan untuk menjual aset mereka kepada investor lokal. Kemudian, Kimberly Clark, sebuah perusahaan kertas yang berbasis di Texas, mengurangi produksi di Venezuela hingga 90 persen.
Setidaknya 35 perusahaan di kelompok “Standar & Poor 500” telah menyatakan keprihatinan tentang kondisi Venezuela dalam dua bulan terakhir. Banyak perusahaan di grup itu berniat menghapus Venezuela dari operasi global mereka.
Saat ini, rak-rak supermarket di Venezuela kosong. Produk-produk Amerika sudah mulai langka di Caracas. Perusahaan-perusahaan AS yang menarik diri dari Venezuela mengaku tak tahan dengan “hiperinflasi” yang terjadi di negara yang dipimpin Nicolas Maduro itu.
”Perusahaan belum menerima dolar untuk mengimpor bahan baku sejak Januari. Sekitar 700 pekerja harus dirumahkan. Kita tidak tahu berapa banyak waktu kita untuk bisa bertahan hidup seperti ini,” kata Williams Bolivar, Kepala Kimberly Clark Worker’s Union kepada Fox News Latino, yang dikutip Kamis (2/6/2016).
Markas Kimberly Clark berada di Irving, Texas, dan menghasilkan produk-produk berbahan dasar kertas seperti popok Huggies, kertas toilet Scott dan Kotex untuk kesehatan wanita.
Sejak 2013, ketika Maduro mengambil alih kekuasaan, setidaknya delapan perusahaan multinasional telah hengkang dari Venezuela. Empat di antaranya dari AS; General Mills, Bridgestone Amerika, EFCO dan Clorox.
Yang lainnya adalah dari Italia (Alitalia), Kanada (Air Canada), Meksiko (Gruma) dan Inggris (Wonder). Pada minggu ini, masakapai terbesar di Amerika Latin, Latam, yang berbasis di Chile, mengumumkan untuk menangguhkan penerbangan ke Venezuela karena parahnya krisis ekonomi di negara itu.
Sementara itu, situasi di Venezuela saat ini kian memanas setelah Pemerintah Caracas bersitegang dengan Organisasi Negara Amerika (OAS). Pemerintah Presiden Maduro menuduh OAS menggelar pertemuan darurat di Venezuela.
Pertemuan darurat itu dianggap melecehkan Pemerintah Venezuela. Caracas mengancam menggunakan kekuatan militer untuk melawan OAS.
Dalam tiga minggu terakhir saja, Coca-Cola mengumumkan bahwa mereka telah menghentikan produksi di Venezuela karena kelangkaan gula.
Bridgestone, perusahaan ban yang berbasis di Tennessee, memutuskan untuk menjual aset mereka kepada investor lokal. Kemudian, Kimberly Clark, sebuah perusahaan kertas yang berbasis di Texas, mengurangi produksi di Venezuela hingga 90 persen.
Setidaknya 35 perusahaan di kelompok “Standar & Poor 500” telah menyatakan keprihatinan tentang kondisi Venezuela dalam dua bulan terakhir. Banyak perusahaan di grup itu berniat menghapus Venezuela dari operasi global mereka.
Saat ini, rak-rak supermarket di Venezuela kosong. Produk-produk Amerika sudah mulai langka di Caracas. Perusahaan-perusahaan AS yang menarik diri dari Venezuela mengaku tak tahan dengan “hiperinflasi” yang terjadi di negara yang dipimpin Nicolas Maduro itu.
”Perusahaan belum menerima dolar untuk mengimpor bahan baku sejak Januari. Sekitar 700 pekerja harus dirumahkan. Kita tidak tahu berapa banyak waktu kita untuk bisa bertahan hidup seperti ini,” kata Williams Bolivar, Kepala Kimberly Clark Worker’s Union kepada Fox News Latino, yang dikutip Kamis (2/6/2016).
Markas Kimberly Clark berada di Irving, Texas, dan menghasilkan produk-produk berbahan dasar kertas seperti popok Huggies, kertas toilet Scott dan Kotex untuk kesehatan wanita.
Sejak 2013, ketika Maduro mengambil alih kekuasaan, setidaknya delapan perusahaan multinasional telah hengkang dari Venezuela. Empat di antaranya dari AS; General Mills, Bridgestone Amerika, EFCO dan Clorox.
Yang lainnya adalah dari Italia (Alitalia), Kanada (Air Canada), Meksiko (Gruma) dan Inggris (Wonder). Pada minggu ini, masakapai terbesar di Amerika Latin, Latam, yang berbasis di Chile, mengumumkan untuk menangguhkan penerbangan ke Venezuela karena parahnya krisis ekonomi di negara itu.
Sementara itu, situasi di Venezuela saat ini kian memanas setelah Pemerintah Caracas bersitegang dengan Organisasi Negara Amerika (OAS). Pemerintah Presiden Maduro menuduh OAS menggelar pertemuan darurat di Venezuela.
Pertemuan darurat itu dianggap melecehkan Pemerintah Venezuela. Caracas mengancam menggunakan kekuatan militer untuk melawan OAS.
(mas)