Sidney Jones: Terinspirasi ISIS, Jihadis Indonesia Incar Warga AS
A
A
A
PERTH - Pakar terorisme Sidney Jones memperingatkan potensi serangan kelompok “jihadis” Indonesia di dalam negeri. Menurutnya, para “jihadis” Indonesia terinspirasi ISIS yang akan mengincar warga asing dari negara-negara koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Berbicara di Asia Research Centre Murdoch University di Perth, Sidney Jones mengatakan akan ada lebih banyak lagi kekerasan dalam jangka pendek, karena banyak kelompok “jihadis” di Indonesia yang terinspirasi oleh Islamic State atau ISIS.
”Saya pikir untuk dua setengah tahun terakhir atau lebih, kita telah melihat fokus dari kelompok yang berkomitmen untuk kekerasan dengan berupaya ke Suriah,” katanya. ”Semua energi mereka telah tertuju pada bagaimana berhijrah dan bergabung dengan ISIS di Suriah.”
”Sekarang itu menjadi sulit untuk sampai ke Suriah, perbatasan Turki telah diperketat, Indonesia yang kini lebih waspada,” kata Sidney Jones.
”Pesan dari kelompok-kelompok ekstremis terkemuka adalah jika Anda tidak bisa sampai ke Suriah, berperanglah di rumah (dalam negeri),” lanjut Kepala Institute untuk Analisis Kebijakan Konflik yang berbasis di Jakarta ini, seperti dikutip abc.net.au, Sabtu (23/4/2016).
Sidney Jones melanjutkan, kelompok “jihad” Indonesia mengambil inspirasi dan perintah dari kelompok ISIS di Suriah. ”Kami memiliki aktivitas lebih di antara kelompok-kelompok ‘jihad’ setiap saat dalam 10 tahun terakhir,” katanya.
Pengeboman di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta pada bulan Januari, yang menewaskan delapan orang, kata Sidney, merupakan contoh terorisme yang terinspirasi ISIS.
”Itu juga jelas dipicu oleh beberapa pria di Suriah yang berlomba-lomba untuk kepemimpinan dan pengakuan dari pimpinan pusat ISIS, sehingga sudah semacam one-upmanship,” ujarnya. Serangan di Thmrin itu, menurutnya, adalah serangan ala Prancis.
Dia meyakini kelompok “jihadis” Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan serangan skala besar seperti bom Bali 2002 atau pengeboman di Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004. Tapi, tidak berarti mereka tidak dapat melakukan tindakan terorisme.
”Ketika Anda memikirkan serangan terorisme, Anda tidak bisa hanya memikirkan targetnya Starbucks, sebuah hotel,” katanya. ”Anda harus berpikir hari ini bahwa seseorang datang dengan pisau dan bergerak pada orang asing.”
Sidney menambahkan, polisi dan orang asing adalah target nomor satu kelompok ekstremis Indonesia. Orang-orang asing yang jadi target adalah warga dari negara-negara yang terlibat dalam koalisi anti-ISIS yang dipimpin AS.
”Ini termasuk siapa saja dari koalisi, yang berarti Amerika, Australia dan siapa pun yang terlibat,” katanya.”Sayangnya, dia (‘jihadis’) cenderung untuk menerjemahkan siapa pun yang (berkulit) putih.”
Berbicara di Asia Research Centre Murdoch University di Perth, Sidney Jones mengatakan akan ada lebih banyak lagi kekerasan dalam jangka pendek, karena banyak kelompok “jihadis” di Indonesia yang terinspirasi oleh Islamic State atau ISIS.
”Saya pikir untuk dua setengah tahun terakhir atau lebih, kita telah melihat fokus dari kelompok yang berkomitmen untuk kekerasan dengan berupaya ke Suriah,” katanya. ”Semua energi mereka telah tertuju pada bagaimana berhijrah dan bergabung dengan ISIS di Suriah.”
”Sekarang itu menjadi sulit untuk sampai ke Suriah, perbatasan Turki telah diperketat, Indonesia yang kini lebih waspada,” kata Sidney Jones.
”Pesan dari kelompok-kelompok ekstremis terkemuka adalah jika Anda tidak bisa sampai ke Suriah, berperanglah di rumah (dalam negeri),” lanjut Kepala Institute untuk Analisis Kebijakan Konflik yang berbasis di Jakarta ini, seperti dikutip abc.net.au, Sabtu (23/4/2016).
Sidney Jones melanjutkan, kelompok “jihad” Indonesia mengambil inspirasi dan perintah dari kelompok ISIS di Suriah. ”Kami memiliki aktivitas lebih di antara kelompok-kelompok ‘jihad’ setiap saat dalam 10 tahun terakhir,” katanya.
Pengeboman di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta pada bulan Januari, yang menewaskan delapan orang, kata Sidney, merupakan contoh terorisme yang terinspirasi ISIS.
”Itu juga jelas dipicu oleh beberapa pria di Suriah yang berlomba-lomba untuk kepemimpinan dan pengakuan dari pimpinan pusat ISIS, sehingga sudah semacam one-upmanship,” ujarnya. Serangan di Thmrin itu, menurutnya, adalah serangan ala Prancis.
Dia meyakini kelompok “jihadis” Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan serangan skala besar seperti bom Bali 2002 atau pengeboman di Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004. Tapi, tidak berarti mereka tidak dapat melakukan tindakan terorisme.
”Ketika Anda memikirkan serangan terorisme, Anda tidak bisa hanya memikirkan targetnya Starbucks, sebuah hotel,” katanya. ”Anda harus berpikir hari ini bahwa seseorang datang dengan pisau dan bergerak pada orang asing.”
Sidney menambahkan, polisi dan orang asing adalah target nomor satu kelompok ekstremis Indonesia. Orang-orang asing yang jadi target adalah warga dari negara-negara yang terlibat dalam koalisi anti-ISIS yang dipimpin AS.
”Ini termasuk siapa saja dari koalisi, yang berarti Amerika, Australia dan siapa pun yang terlibat,” katanya.”Sayangnya, dia (‘jihadis’) cenderung untuk menerjemahkan siapa pun yang (berkulit) putih.”
(mas)