Australia: ISIS Incar Indonesia Jadi Basis 'Khilafah'
A
A
A
JAKARTA - Australia memperingatkan bahwa ISIS telah mengincar Indonesia menjadi lokasi untuk basis “khilafah”-nya. Peringatan itu disampaikan Jaksa Agung Australia, George Brandis, Selasa (22/12/2015).
Menurutnya, kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dapat membentuk basis kekerasan di Indonesia yang dia sebut “depan pintu” Australia. Pernyataan Brandis itu juga mengacu pada penangkapan para terduga teroris di beberapa wilayah yang dituduh merencanakan pengeboman di Jakarta pada perayaan Tahun Baru 2016. Mereka yang ditangkap juga diduga sel kelompok teror yang terinspirasi ISIS.
Brandis mengatakan "tidak ada keraguan sama sekali" bahwa Indonesia telah menjadi objek ambisi untuk ISIS yang telah menyatakan kekhalifahan di Afghanistan, Libya dan negara-negara lain di luar Suriah dan Irak utara.
”ISIS memiliki ambisi untuk meningkatkan kehadirannya dan tingkat aktivitas di Indonesia, baik secara langsung atau melalui pengganti,” kata Brandis kepada The Australian.
”Anda pernah mendengar ungkapan 'khalifah jauh'? ISIS memiliki niat untuk mendirikan kekhalifahan di luar Timur Tengah, kekhalifahan provinsi berlaku. Telah mengidentifikasi Indonesia sebagai lokasi ambisinya,” katanya lagi.
Australia telah mengatakan kepada pihak berwenang kontra-terorisme, bahwa kasus teror mengerikan bisa terjadi di Australia jika ISIS benar-benar menjadikan Indonesia sebagai basis.
Peringatan keras dari Brandis itu muncul sehari setelah ada pembicaraan beberapa menteri Indonesia dan Australia, kepala polisi dan petugas keamanan, di mana ancaman terorisme menjadi fokus utama pembicaraan.
Di Jakarta, Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan, mengatakan munculnya ISIS berisiko bagi keamanan kedua negara. ”Munculnya ISIS di Timur Tengah adalah sesuatu yang telah memdestabilisasi keamanan Australia, itu menggoyahkan keamanan teman dan mitra kami, khususnya di sini di wilayah ini,” kata Keenan.
Dalam pertemuan tahunan pertama dari Dewan Menteri di Jakarta, Australia dan Indonesia menyepakati kerjasama kontra-terorisme kedua negara. Kerjasama itu mencakup penanganan kejahatan cyber, sharing intelijen, kerjasama teknis dan penanganan pendanaan terorisme.
Menurutnya, kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dapat membentuk basis kekerasan di Indonesia yang dia sebut “depan pintu” Australia. Pernyataan Brandis itu juga mengacu pada penangkapan para terduga teroris di beberapa wilayah yang dituduh merencanakan pengeboman di Jakarta pada perayaan Tahun Baru 2016. Mereka yang ditangkap juga diduga sel kelompok teror yang terinspirasi ISIS.
Brandis mengatakan "tidak ada keraguan sama sekali" bahwa Indonesia telah menjadi objek ambisi untuk ISIS yang telah menyatakan kekhalifahan di Afghanistan, Libya dan negara-negara lain di luar Suriah dan Irak utara.
”ISIS memiliki ambisi untuk meningkatkan kehadirannya dan tingkat aktivitas di Indonesia, baik secara langsung atau melalui pengganti,” kata Brandis kepada The Australian.
”Anda pernah mendengar ungkapan 'khalifah jauh'? ISIS memiliki niat untuk mendirikan kekhalifahan di luar Timur Tengah, kekhalifahan provinsi berlaku. Telah mengidentifikasi Indonesia sebagai lokasi ambisinya,” katanya lagi.
Australia telah mengatakan kepada pihak berwenang kontra-terorisme, bahwa kasus teror mengerikan bisa terjadi di Australia jika ISIS benar-benar menjadikan Indonesia sebagai basis.
Peringatan keras dari Brandis itu muncul sehari setelah ada pembicaraan beberapa menteri Indonesia dan Australia, kepala polisi dan petugas keamanan, di mana ancaman terorisme menjadi fokus utama pembicaraan.
Di Jakarta, Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan, mengatakan munculnya ISIS berisiko bagi keamanan kedua negara. ”Munculnya ISIS di Timur Tengah adalah sesuatu yang telah memdestabilisasi keamanan Australia, itu menggoyahkan keamanan teman dan mitra kami, khususnya di sini di wilayah ini,” kata Keenan.
Dalam pertemuan tahunan pertama dari Dewan Menteri di Jakarta, Australia dan Indonesia menyepakati kerjasama kontra-terorisme kedua negara. Kerjasama itu mencakup penanganan kejahatan cyber, sharing intelijen, kerjasama teknis dan penanganan pendanaan terorisme.
(mas)