Saudi Hukum Mati Penyair Palestina atas Tuduhan Murtad
A
A
A
RIYADH - Sebuah pengadilan di Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang penyair pria Palestina atas tuduhan murtad. Vonis mati terhadap pria bernama Ashraf Fayadh itu dijatuhkan pada 17 November 2015.
Tuduhan murtad itu mengacu pada kegiatan diskusi dan tulisan-tulisan dalam buku puisi Ashraf Fayadh, 35.
Terdakwa Ashraf Fayadh telah membantah tuduhan itu. Dia mengklaim bahwa pria lain telah membuat tuduhan palsu untuk dilaporkan kepada polisi agama di Saudi menyusul sengketa pribadi. Fayadh masih memiliki waktu 30 hari untuk mengajukan banding atas vonis mati itu.
Human Right Watch (HRW) menyoroti kasus penyair Palestina itu. "Terlepas dari apa yang Fayadh katakana atau tidak, Arab Saudi harus berhenti menangkap orang karena keyakinan pribadi mereka,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW untuk Timur Tengah.
”Fakta bahwa Ashraf Fayadh menghadapi prospek pemenggalan dari putusan pengadilan ini,” lanjut dia, seperti dilansir situs resmi HRW, kemarin.
Meski statusnya sebagai warga Palestina, menurut The Guardian, Fayadh lahir di Arab Saudi dan merupakan anggota Edge of Arabia, sebuah organisasi seni British-Saudi. Dia telah menggelar pertunjukan seni di Jeddah dan Venice.
Dokumen-dokumen pengadilan yang diulas HRW menyatakan bahwa anggota Komite Arab Saudi untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, atau polisi agama, menangkap Fayadh di sebuah kafe di Abha, Arab Saudi wilayah selatan, pada bulan Agustus 2013.
Polisi agama pergi ke kafe itu setelah seorang pria melaporkan bahwa Fayadh telah membuat komentar cabul tentang Tuhan, Nabi Muhammad, dan negara Arab. Pria itu juga menuduh bahwa Fayadh mengedarkan buku yang ditulisnya, yang diduga mempromosikan ateisme dan kemurtadtan.
Setelah Fayadh ditangkap, menurut dokumen pengadilan itu, polisi agama menemukan foto di sebuah ponsel Fayadh, di mana penyair itu berpose dengan beberapa wanita. Fayadh mengatakan, itu adalah foto yang diambil di sebuah galeri seni.
Polisi agama menahannya selama sehari kemudian membebaskannya, tapi aparat pemerintah kembali menangkapnya pada tanggal 1 Januari 2014. Jaksa pengadilan menuduhnya dengan sejumlah tuduhan terkait penghujatan.
Termasuk, menghujat Tuhan dan Nabi Muhammad, menyebarkan ateisme dan mempromosikannya di kalangan pemuda di tempat umum; mengejek ayat-ayat Tuhan dan sabda para nabi; menyangkal Alquran; menyangkal hari kebangkitan dan sejumlah tuduhan lain.
Selama persidangan, yang terdiri dari enam sesi dengar pendapat antara Februari dan Mei 2014, Fayadh membantah berbagai tuduhan. Dia menegaskan buku puisi cinta karyanya tidak bermaksud menghina agama.
Tuduhan murtad itu mengacu pada kegiatan diskusi dan tulisan-tulisan dalam buku puisi Ashraf Fayadh, 35.
Terdakwa Ashraf Fayadh telah membantah tuduhan itu. Dia mengklaim bahwa pria lain telah membuat tuduhan palsu untuk dilaporkan kepada polisi agama di Saudi menyusul sengketa pribadi. Fayadh masih memiliki waktu 30 hari untuk mengajukan banding atas vonis mati itu.
Human Right Watch (HRW) menyoroti kasus penyair Palestina itu. "Terlepas dari apa yang Fayadh katakana atau tidak, Arab Saudi harus berhenti menangkap orang karena keyakinan pribadi mereka,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW untuk Timur Tengah.
”Fakta bahwa Ashraf Fayadh menghadapi prospek pemenggalan dari putusan pengadilan ini,” lanjut dia, seperti dilansir situs resmi HRW, kemarin.
Meski statusnya sebagai warga Palestina, menurut The Guardian, Fayadh lahir di Arab Saudi dan merupakan anggota Edge of Arabia, sebuah organisasi seni British-Saudi. Dia telah menggelar pertunjukan seni di Jeddah dan Venice.
Dokumen-dokumen pengadilan yang diulas HRW menyatakan bahwa anggota Komite Arab Saudi untuk Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan, atau polisi agama, menangkap Fayadh di sebuah kafe di Abha, Arab Saudi wilayah selatan, pada bulan Agustus 2013.
Polisi agama pergi ke kafe itu setelah seorang pria melaporkan bahwa Fayadh telah membuat komentar cabul tentang Tuhan, Nabi Muhammad, dan negara Arab. Pria itu juga menuduh bahwa Fayadh mengedarkan buku yang ditulisnya, yang diduga mempromosikan ateisme dan kemurtadtan.
Setelah Fayadh ditangkap, menurut dokumen pengadilan itu, polisi agama menemukan foto di sebuah ponsel Fayadh, di mana penyair itu berpose dengan beberapa wanita. Fayadh mengatakan, itu adalah foto yang diambil di sebuah galeri seni.
Polisi agama menahannya selama sehari kemudian membebaskannya, tapi aparat pemerintah kembali menangkapnya pada tanggal 1 Januari 2014. Jaksa pengadilan menuduhnya dengan sejumlah tuduhan terkait penghujatan.
Termasuk, menghujat Tuhan dan Nabi Muhammad, menyebarkan ateisme dan mempromosikannya di kalangan pemuda di tempat umum; mengejek ayat-ayat Tuhan dan sabda para nabi; menyangkal Alquran; menyangkal hari kebangkitan dan sejumlah tuduhan lain.
Selama persidangan, yang terdiri dari enam sesi dengar pendapat antara Februari dan Mei 2014, Fayadh membantah berbagai tuduhan. Dia menegaskan buku puisi cinta karyanya tidak bermaksud menghina agama.
(mas)