Iran Mulai Bangun Program Nuklirnya Sejak Era 1980-an
A
A
A
TEHERAN - Mantan orang nomor satu di Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani mengungkapkan, negaranya telah memulai program nuklirnya sejak 1980 atau semasa perang selama delapan tahun dengan Irak. Pernyataan ini keluar di tengah-tengah upaya Iran meredakan kekhawatiran Barat soal kemungkinan Negeri Mullah itu membangun bom atom.
"Saat pertama kali memulainya, kami tengah berperang dan sejak saat itu kami berpikir kemungkinan musuh menggunakan senjata nuklir. Itu sempat terpikirkan. Tetapi tidak pernah menjadi nyata," ujar Rafsanjani seperti disitir Reuters dari kantor berita resmi Iran, IRNA, Kamis (29/10/2015).
Iran terlibat perang selama delapan tahun dengan Irak pada dekade 1980-an. Saat itu, Iran dihadapkan pada kekhawatiran jika Irak akan menggunakan senjata nuklir, mengingat diktator Irak saat itu, Saddam Hussein, tengah mengembangkan program nuklir. Namun, alih-alih menggunakan senjata nuklir, Saddam justru menggunakan senjata kimia untuk menghadapi Iran.
"Saat itu kami masih berperang dengan Irak dan Baghdad telah semakin dekat dengan program pengayaan nuklirnya, sebelum akhirnya Israel menghancurkan semuanya," tutur Rafsanjani, mengacu pada serangan udara Israel terhadap reaktor nuklir Orsirak Irak pada tahun 1981.
Dalam kesempatan itu, Rafsanjani secara tidak langsung mengakui jika program nuklir Iran yang awalnya untuk kepentingan damai akan berubah menjadi kepentingan militer jika dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan.
"Doktrin dasar kami adalah selalu menerapkan energi nuklir untuk kepentingan damai. Tetapi, kami tidak pernah meninggalkan pemikiran suatu hari jika kita terancam dan sangat mendesak, kita harus bisa berpaling dan menggunakan jalan yang lain," tukasnya.
"Saat pertama kali memulainya, kami tengah berperang dan sejak saat itu kami berpikir kemungkinan musuh menggunakan senjata nuklir. Itu sempat terpikirkan. Tetapi tidak pernah menjadi nyata," ujar Rafsanjani seperti disitir Reuters dari kantor berita resmi Iran, IRNA, Kamis (29/10/2015).
Iran terlibat perang selama delapan tahun dengan Irak pada dekade 1980-an. Saat itu, Iran dihadapkan pada kekhawatiran jika Irak akan menggunakan senjata nuklir, mengingat diktator Irak saat itu, Saddam Hussein, tengah mengembangkan program nuklir. Namun, alih-alih menggunakan senjata nuklir, Saddam justru menggunakan senjata kimia untuk menghadapi Iran.
"Saat itu kami masih berperang dengan Irak dan Baghdad telah semakin dekat dengan program pengayaan nuklirnya, sebelum akhirnya Israel menghancurkan semuanya," tutur Rafsanjani, mengacu pada serangan udara Israel terhadap reaktor nuklir Orsirak Irak pada tahun 1981.
Dalam kesempatan itu, Rafsanjani secara tidak langsung mengakui jika program nuklir Iran yang awalnya untuk kepentingan damai akan berubah menjadi kepentingan militer jika dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan.
"Doktrin dasar kami adalah selalu menerapkan energi nuklir untuk kepentingan damai. Tetapi, kami tidak pernah meninggalkan pemikiran suatu hari jika kita terancam dan sangat mendesak, kita harus bisa berpaling dan menggunakan jalan yang lain," tukasnya.
(ian)