Uni Eropa Bilang Agresi Rusia di Suriah Akan Senasib di Afghanistan
A
A
A
BRUSSELS - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengatakan agresi Rusia di Suriah akan senasib ketika meluncurkan perang di Afghanistan di masa silam.Yaitu, mengalami kekalahan dan terusir.
Pada tahun 1988, pasukan Rusia (kala itu masih Soviet) terjebak dalam perang di Afghanistan. Mogherini mengatakan risiko seperti itu bisa dialami Rusia di Suriah jika tidak melakukan transisi politik atau pergantian rezim di Suriah.
Referensi perang Soviet-Afganistan itu disampaikan Mogherini pada Rabu malam dalam sebuah forum untuk mendukung kerja multilateral baru guna mengakhiri konflik di Suriah yang sudah berjalan empat tahun.
Pembicaraan damai Suriah sudah dijdwalkan akan digelar dengan melibatkan para menteri luar negeri dari Eropa Barat dan Amerika Serikat bersama para pejabat dari Rusia, Arab Saudi dan negara-negara yang berbatasan dengan Suriah, termasuk Iran yang untuk pertama kalinya akan dilibatkan dalam perundingan tersebut.
Iran menegaskan akan menghadiri perundingan damai untuk menentukan masa depan Suriah. Sesaat sebelum pengumuman dari Iran itu muncul, Mogherini berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohamad Javad Zarif melalui telepon. Mogherini mendesak dia untuk hadir.
”Bagi saya yang penting adalah bahwa kita berhasil melibatkan aktor yang relevan," kata Mogherini. Dia mengatakan bahwa partisipasi Rusia juga penting untuk kemajuan.
”Saya percaya bahwa Rusia menyadari bahwa jika mereka tidak bekerja sama dengan keras untuk awal dari sebuah proses politik, mereka berisiko terjebak dalam semacam skenario perang Afghanistan di Suriah, dan mereka mengambil risiko yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Arab, dan warga Muslim Rusia, seperti mengambil bagian dalam memecah Sunni-Syiah,” kata Mogherini kepada Guardian, yang dilansir Kamis (29/10/2015).
Dia melanjut kehadiran para militan Rusia di antara para “jihadis” di Suriah akan menjadi perhatian keamanan yang serius jika mereka kembali ke Rusia. ”Saya pikir Rusia melihat dengan sangat jelas, bahwa mereka bersama-sama dengan penumpukan militernya. Minat mereka adalah untuk secara aktif mendorong awal proses politik,” imbuh Mogherini.
Pada tahun 1988, pasukan Rusia (kala itu masih Soviet) terjebak dalam perang di Afghanistan. Mogherini mengatakan risiko seperti itu bisa dialami Rusia di Suriah jika tidak melakukan transisi politik atau pergantian rezim di Suriah.
Referensi perang Soviet-Afganistan itu disampaikan Mogherini pada Rabu malam dalam sebuah forum untuk mendukung kerja multilateral baru guna mengakhiri konflik di Suriah yang sudah berjalan empat tahun.
Pembicaraan damai Suriah sudah dijdwalkan akan digelar dengan melibatkan para menteri luar negeri dari Eropa Barat dan Amerika Serikat bersama para pejabat dari Rusia, Arab Saudi dan negara-negara yang berbatasan dengan Suriah, termasuk Iran yang untuk pertama kalinya akan dilibatkan dalam perundingan tersebut.
Iran menegaskan akan menghadiri perundingan damai untuk menentukan masa depan Suriah. Sesaat sebelum pengumuman dari Iran itu muncul, Mogherini berbicara dengan Menteri Luar Negeri Iran Mohamad Javad Zarif melalui telepon. Mogherini mendesak dia untuk hadir.
”Bagi saya yang penting adalah bahwa kita berhasil melibatkan aktor yang relevan," kata Mogherini. Dia mengatakan bahwa partisipasi Rusia juga penting untuk kemajuan.
”Saya percaya bahwa Rusia menyadari bahwa jika mereka tidak bekerja sama dengan keras untuk awal dari sebuah proses politik, mereka berisiko terjebak dalam semacam skenario perang Afghanistan di Suriah, dan mereka mengambil risiko yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Arab, dan warga Muslim Rusia, seperti mengambil bagian dalam memecah Sunni-Syiah,” kata Mogherini kepada Guardian, yang dilansir Kamis (29/10/2015).
Dia melanjut kehadiran para militan Rusia di antara para “jihadis” di Suriah akan menjadi perhatian keamanan yang serius jika mereka kembali ke Rusia. ”Saya pikir Rusia melihat dengan sangat jelas, bahwa mereka bersama-sama dengan penumpukan militernya. Minat mereka adalah untuk secara aktif mendorong awal proses politik,” imbuh Mogherini.
(mas)