Soal Laut China Selatan, Australia Siap Perkuat Aliansi
A
A
A
CANBERRA - Menteri Pertahanan Australia, Kevin Andrews menyatakan, ketegangan di Laut China Selatan berpotensi mengancam kepentingan Australia. Karenanya, ia akan meningkatkan aliansi dengan Amerika Serikat (AS) untuk tahun-tahun mendatang.
Langkah ini sekaligus untuk mengurangi ketidakstabilan yang dipicu oleh sikap yang ditunjukkan oleh China dan sejumlah negara Asia Pasifik lainnya.
"Persaingan dalam mengklaim wilayah dan sumber daya alam di Laut China Selatan akan terus menjadi sumber ketegangan di kawasan itu, ujar Andrews seperti dikutip dari laman International Business Times, Rabu (2/9/2015).
"Dikombinasikan dengan pertumbuhan kemampuan militer, dengan latar belakang seperti ini berpotensi untuk mengguncang wilayah tersebut dan mengancam kepentingan Australia," tambahnya.
Australia saat ini sedang mencoba untuk mengembangkan hubungan strategis dengan Jepang dan AS tanpa mengisolasi mitra dagang terbesarnya, China.
Namun, China terus melakukan upaya reklamasi besar-besaran di perairan Laut China Selatan. Hal ini memicu reaksi dari sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ini sama-sama mengklaim sebagai pemilik dari jalur pelayaran yang paling strategis di dunia ini.
"Tapi pertumbuhan di wilayah ini akan merata dan kompetitif untuk mengerahkan pengaruhyang bisa menghasilkan instabilitas," kata Andrews.
Untuk diketahui Taiwan, Brunei, Vietnam, dan Filipina saling mempunyai kepentingan dan klaim atas laut tersebut. Pasalnya, aliran dana sebesar USD 5 triliun mengalir setiap tahun dari bisnis perdagangan dan pengiriman.
Australia sendiri setiap tahunnya memperbolehkan 2.500 marinir AS untuk melakukan kunjungan ke Darwin. Hal ini dilakukan untuk memperkuat hubungan ke dua negara. Selain itu, setiap bulan Juli, negara ini mengadakan latihan perang dengan melibatkan sekitar 30.000 personil.
"Hubungan strategis dengan AS sangat penting untuk mencapai rencana pemerintah," kata Andrews.
Langkah ini sekaligus untuk mengurangi ketidakstabilan yang dipicu oleh sikap yang ditunjukkan oleh China dan sejumlah negara Asia Pasifik lainnya.
"Persaingan dalam mengklaim wilayah dan sumber daya alam di Laut China Selatan akan terus menjadi sumber ketegangan di kawasan itu, ujar Andrews seperti dikutip dari laman International Business Times, Rabu (2/9/2015).
"Dikombinasikan dengan pertumbuhan kemampuan militer, dengan latar belakang seperti ini berpotensi untuk mengguncang wilayah tersebut dan mengancam kepentingan Australia," tambahnya.
Australia saat ini sedang mencoba untuk mengembangkan hubungan strategis dengan Jepang dan AS tanpa mengisolasi mitra dagang terbesarnya, China.
Namun, China terus melakukan upaya reklamasi besar-besaran di perairan Laut China Selatan. Hal ini memicu reaksi dari sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara ini sama-sama mengklaim sebagai pemilik dari jalur pelayaran yang paling strategis di dunia ini.
"Tapi pertumbuhan di wilayah ini akan merata dan kompetitif untuk mengerahkan pengaruhyang bisa menghasilkan instabilitas," kata Andrews.
Untuk diketahui Taiwan, Brunei, Vietnam, dan Filipina saling mempunyai kepentingan dan klaim atas laut tersebut. Pasalnya, aliran dana sebesar USD 5 triliun mengalir setiap tahun dari bisnis perdagangan dan pengiriman.
Australia sendiri setiap tahunnya memperbolehkan 2.500 marinir AS untuk melakukan kunjungan ke Darwin. Hal ini dilakukan untuk memperkuat hubungan ke dua negara. Selain itu, setiap bulan Juli, negara ini mengadakan latihan perang dengan melibatkan sekitar 30.000 personil.
"Hubungan strategis dengan AS sangat penting untuk mencapai rencana pemerintah," kata Andrews.
(esn)