Mantan Ketua MK RI Mengaku Coba Selamatkan Duo Bali Nine
A
A
A
SYDNEY - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI), Profesor Jimly Asshiddiqie, mengaku berada di belakang layar untuk mencoba menyelamatkan dua gembong narkoba Bali Nine asal Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari eksekusi mati.
Pengakuan Jimly itu disampaikan ketika dia berada di Australia dan dikutip media-media setempat, Senin (10/8/2015). Jimly mengklaim upayanya itu berhasil membuat eksekusi duo Bali Nine ditunda dua kali.
Kepada News Corp Australia, Jimly mengungkapkan bahwa dia secara pribadi telah berbicara dengan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam upayanya untuk menyelamatkan nyawa duo Bali Nine. Namun, pada akhirnya dua pemuda Australia itu tetap dieksekusi mati di Nusakambangan pada 29 April 2015.
Jimly menyampaikan hal itu menjelang pidatonya di Melbourne Law School. Berbagai pertimbangan disampaikan Jimly saat berupaya menyelamatkan duo Bali Nine, seperti pertimbangan politik, penjara yang penuh sesak, reaksi Australia terhadap eksekusi jika dilakukan, masalah grasi Schapelle Corby hingga persepsi bahwa kehidupan di Australia lebih penting daripada kehidupan di Indonesia.
”Saya berbicara dengan Wakil Presiden dan saya berbicara juga kepada Presiden,” kata Jimly. Saat itu, dia berharap bahwa penundaan eksekusi bisa mengubah keputusan pengadilan melalui banding.
”Selama periode penundaan eksekusi, saya mencoba untuk membahas alternatif lain,” ujarnya. Dia mengatakan usulan Australia untuk menukar duo Bali Nine dengan warga Indonesia yang dipenjara di Australia tidak dipandang baik oleh Pemerintah Indonesia.
Tapi, pada akhirnya, Presiden Indonesia, Joko Widodo, tetap memutuskan eksekusi terhadap duo Bali Nine dengan alasan Indonesia sedang dalam situasi “darurat narkoba”.
Jimly mengaku upayanya itu sia-sia. Dia juga kecewa karena pada akhirnya eksekusi mati tetap dijalankan.
Pengakuan Jimly itu disampaikan ketika dia berada di Australia dan dikutip media-media setempat, Senin (10/8/2015). Jimly mengklaim upayanya itu berhasil membuat eksekusi duo Bali Nine ditunda dua kali.
Kepada News Corp Australia, Jimly mengungkapkan bahwa dia secara pribadi telah berbicara dengan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam upayanya untuk menyelamatkan nyawa duo Bali Nine. Namun, pada akhirnya dua pemuda Australia itu tetap dieksekusi mati di Nusakambangan pada 29 April 2015.
Jimly menyampaikan hal itu menjelang pidatonya di Melbourne Law School. Berbagai pertimbangan disampaikan Jimly saat berupaya menyelamatkan duo Bali Nine, seperti pertimbangan politik, penjara yang penuh sesak, reaksi Australia terhadap eksekusi jika dilakukan, masalah grasi Schapelle Corby hingga persepsi bahwa kehidupan di Australia lebih penting daripada kehidupan di Indonesia.
”Saya berbicara dengan Wakil Presiden dan saya berbicara juga kepada Presiden,” kata Jimly. Saat itu, dia berharap bahwa penundaan eksekusi bisa mengubah keputusan pengadilan melalui banding.
”Selama periode penundaan eksekusi, saya mencoba untuk membahas alternatif lain,” ujarnya. Dia mengatakan usulan Australia untuk menukar duo Bali Nine dengan warga Indonesia yang dipenjara di Australia tidak dipandang baik oleh Pemerintah Indonesia.
Tapi, pada akhirnya, Presiden Indonesia, Joko Widodo, tetap memutuskan eksekusi terhadap duo Bali Nine dengan alasan Indonesia sedang dalam situasi “darurat narkoba”.
Jimly mengaku upayanya itu sia-sia. Dia juga kecewa karena pada akhirnya eksekusi mati tetap dijalankan.
(mas)