Kesepakatan Nuklir Iran, Kekalahan Kaum Neo-Konservatif AS
A
A
A
WASHINGTON - Politisi senior Amerika Serikat (AS) Ron Paul menyatakan kesepakatan nuklir Iran merupakan pukulan dan kekalahan telak bagi kaum neo-konservatif AS. Kaum neo-konservatif di AS mayoritas adalah anggota dan pendukung partai Republik, yang memang selalu mencari celah untuk bisa menyerang Iran.
Paul, yang berpendapat melalui tulisan di kolom opini di media setempat mengatakan pada awalnya dirinya sangat menyayangkan tekanan yang diberikan enam negara kekuatan dunia kepada Iran, soal pengembangan teknologi mereka. Padahal, menurut Paul tidak pernah ada bukti yang menunjukan jika Iran telah mengembangkan senjata nuklir, semua hanya berdasarkan dugaan.
"Tetapi jika hasil utama dari kesepakatan ini adalah penghentian sanksi, dan setidaknya penangguhan sementara dari tuntutan yang diajukan oleh neo-konservatif yang konstan terus menyerukan peperangan. Ada banyak yang bisa dirayakan dari kesepakatan itu," kata Paul, seperti dilansir Iran Daily pada Jumat (24/7/2015).
Dirinya juga menuturkan, neo-konservatif juga tidak akan tinggal diam meratapi kekalahan mereka. Ini terlihat dengan upaya mereka untuk menggiring opini publik melalui media. "Tapi tetap saja sulit, mereka tidak mungkin untuk mengumpulkan cukup suara di Kongres untuk membunuh kesepakatan itu," sambungnya.
Politisi yang pernah mengajukan diri sebagai calon Presiden AS juga itu mengingatkan kepada warga dan pemerintah AS, mengenai siapa yang harus mereka dukung. Kelompok neo-konservatif yang menginginkan konflik dengan Iran, atau kelompok moderat yang melihat keuntungan hubungan dengan Iran.
Sementara itu, dalam tulisannya Paul juga tidak lupa mengomentarai mengenai normalisasi hubungan AS dan Kuba, yang menurutnya sebagai prestasi besar dalam dunia diplomasi AS.
"Seiring dengan berlangsungnya proses normalisasi hubungan dengan Kuba, langkah ini menunjukkan bahwa diplomasi dapat menghasilkan damai, perubahan positif. Presiden harus dipuji untuk kedua prestasi tersebut," imbuhnya.
Paul, yang berpendapat melalui tulisan di kolom opini di media setempat mengatakan pada awalnya dirinya sangat menyayangkan tekanan yang diberikan enam negara kekuatan dunia kepada Iran, soal pengembangan teknologi mereka. Padahal, menurut Paul tidak pernah ada bukti yang menunjukan jika Iran telah mengembangkan senjata nuklir, semua hanya berdasarkan dugaan.
"Tetapi jika hasil utama dari kesepakatan ini adalah penghentian sanksi, dan setidaknya penangguhan sementara dari tuntutan yang diajukan oleh neo-konservatif yang konstan terus menyerukan peperangan. Ada banyak yang bisa dirayakan dari kesepakatan itu," kata Paul, seperti dilansir Iran Daily pada Jumat (24/7/2015).
Dirinya juga menuturkan, neo-konservatif juga tidak akan tinggal diam meratapi kekalahan mereka. Ini terlihat dengan upaya mereka untuk menggiring opini publik melalui media. "Tapi tetap saja sulit, mereka tidak mungkin untuk mengumpulkan cukup suara di Kongres untuk membunuh kesepakatan itu," sambungnya.
Politisi yang pernah mengajukan diri sebagai calon Presiden AS juga itu mengingatkan kepada warga dan pemerintah AS, mengenai siapa yang harus mereka dukung. Kelompok neo-konservatif yang menginginkan konflik dengan Iran, atau kelompok moderat yang melihat keuntungan hubungan dengan Iran.
Sementara itu, dalam tulisannya Paul juga tidak lupa mengomentarai mengenai normalisasi hubungan AS dan Kuba, yang menurutnya sebagai prestasi besar dalam dunia diplomasi AS.
"Seiring dengan berlangsungnya proses normalisasi hubungan dengan Kuba, langkah ini menunjukkan bahwa diplomasi dapat menghasilkan damai, perubahan positif. Presiden harus dipuji untuk kedua prestasi tersebut," imbuhnya.
(esn)