Pesawat Mata-mata AS Nekat Patroli di Laut China Selatan
A
A
A
SEOUL - Pesawat mata-mata Amerika Serikat (AS), Boeing P-8, nekat, patroli di atas Laut China Selatan. Patroli itu berlangsung sekitar tujuh jam pada hari Sabtu pekan lalu.
Hal itu disampaikan Komandan Armada Pasifik AS, Laksamana Scott Swift, saat konferensi pers di Seoul, Korea Selatan (Korsel), Senin (20/7/2015). Patroli pesawat mata-mata AS itu sebagai komitmen AS untuk kebebasan bernavigasi di wilayah internasional.
China telah mengklaim hampir 90 persen kawasan Laut China Selatan. Namun, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei dan Taiwan juga sama-sama mengklaim. Sedangkan AS menegaskan kawasan Laut China Selatan adalah kawasan internasional, di mana semua negara berhak bernavigasi di kawasan sengketa itu.
Laksamana Swift tidak memberikan rincian spesifik tentang penerbangan pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan, termasuk hasil patrolinya. Pada bulan Mei 2015 lalu, Angkatan Laut China mengusir pesawat mata-mata AS, P-8, dari kawasan Laut China Selatan karena dianggap melakukan tindakan berbahaya dan tidak bertanggung jawab.
”Kami telah mengerahkan ‘pasukan’ di seluruh wilayah untuk menunjukkan komitmen AS untuk kebebasan navigasi,” kata Swift, mengacu pada patroli pesawat mata-mata AS. Swift mengatakan komunikasi dengan China telah berlangsung positif dan terstruktur, seperti dilansir Reuters.
Sementara itu, Pemerintah China belum merespons klaim AS telah melakukan patroli di kawasan sengketa itu. China merupakan negara yang agresif dalam melakukan reklamasi di kawasan Laut China Selatan.
Beijing setidaknya telah membangun landasan pacu sepanjang 3 ribu meter di atas pulau buatan di kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
Hal itu disampaikan Komandan Armada Pasifik AS, Laksamana Scott Swift, saat konferensi pers di Seoul, Korea Selatan (Korsel), Senin (20/7/2015). Patroli pesawat mata-mata AS itu sebagai komitmen AS untuk kebebasan bernavigasi di wilayah internasional.
China telah mengklaim hampir 90 persen kawasan Laut China Selatan. Namun, Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei dan Taiwan juga sama-sama mengklaim. Sedangkan AS menegaskan kawasan Laut China Selatan adalah kawasan internasional, di mana semua negara berhak bernavigasi di kawasan sengketa itu.
Laksamana Swift tidak memberikan rincian spesifik tentang penerbangan pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan, termasuk hasil patrolinya. Pada bulan Mei 2015 lalu, Angkatan Laut China mengusir pesawat mata-mata AS, P-8, dari kawasan Laut China Selatan karena dianggap melakukan tindakan berbahaya dan tidak bertanggung jawab.
”Kami telah mengerahkan ‘pasukan’ di seluruh wilayah untuk menunjukkan komitmen AS untuk kebebasan navigasi,” kata Swift, mengacu pada patroli pesawat mata-mata AS. Swift mengatakan komunikasi dengan China telah berlangsung positif dan terstruktur, seperti dilansir Reuters.
Sementara itu, Pemerintah China belum merespons klaim AS telah melakukan patroli di kawasan sengketa itu. China merupakan negara yang agresif dalam melakukan reklamasi di kawasan Laut China Selatan.
Beijing setidaknya telah membangun landasan pacu sepanjang 3 ribu meter di atas pulau buatan di kepulauan Spratly, Laut China Selatan.
(mas)