AS Nyatakan Jaringan Radikal di Indonesia Ini sebagai Organisasi Teroris
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyatakan jaringan radikal Indonesia bernama Jamaah Ansharut Daulah (JAD) sebagai organisasi teroris. AS menjatuhkan sanksi terhadap empat militan JAD sebagai upaya untuk mengganggu operasi dan perekrutan anggota baru di Australia dan Asia Tenggara.
Menurut AS, JAD merupakan kelompok di balik rencana serangan bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari tahun 2016. Pengumuman itu disampaikan oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan AS.
Pengumuman dari AS muncul setelah polisi di Australia dan Indonesia mengganggalkan serangan teror yang terinpirasi kelompok Islamic State atau ISIS pada musim liburan.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan pada hari Selasa waktu setempat, bahwa JAD telah berafiliasi dengan ISIS. Departemen itu melarang setiap warga AS terlibat dengan kelompok itu.
Sebagai pelaksanaan sanksi, setiap properti di AS yang terkait dengan JAD akan dibekukan. Masih menurut pemerintah AS, militan JAD dianggap bertanggung jawab atas serangan bom Thamrin pada tahun 2016 yang menewaskan delapan orang termasuk para penyerang.
Departemen Keuangan AS, seperti dikutip ABC, Rabu (11/1/2017), mengumumkan sanksi dijatuhkan pada empat militan. Yakni, dua dua warga Australia yang sebelumnya diyakini telah tewas di Timur Tengah, dan dua warga Indonesia, yang salah satunya mendekam di penjara.
Pengumuman departemen itu tidak menyebut apakah empat militan itu memiliki aset di AS atau tidak. Namun, AS menegaskan komitmennya untuk membantu melawan aksi terorisme di Indonesia dan Australia.
Dua militan asal Australia yang dikenai sanksi AS itu adalah Neil Christopher Prakash alias Khaled Al-Cambodi, yang merupakan perekrut senior ISIS, dan Khaled Sharrouf, militan yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah sejak 2014.
Sedangkan dua militan asal Indonesia yang dijatuhi sanksi oleh AS adalah Bahrumsyah, yang mengirim dana untuk militan di Indonesia dari Suriah, dan mentornya, Aman Abdurrahman, yang saat ini mendekam di penjara.
Menurut AS, JAD merupakan kelompok di balik rencana serangan bom di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, pada 14 Januari tahun 2016. Pengumuman itu disampaikan oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan AS.
Pengumuman dari AS muncul setelah polisi di Australia dan Indonesia mengganggalkan serangan teror yang terinpirasi kelompok Islamic State atau ISIS pada musim liburan.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan pada hari Selasa waktu setempat, bahwa JAD telah berafiliasi dengan ISIS. Departemen itu melarang setiap warga AS terlibat dengan kelompok itu.
Sebagai pelaksanaan sanksi, setiap properti di AS yang terkait dengan JAD akan dibekukan. Masih menurut pemerintah AS, militan JAD dianggap bertanggung jawab atas serangan bom Thamrin pada tahun 2016 yang menewaskan delapan orang termasuk para penyerang.
Departemen Keuangan AS, seperti dikutip ABC, Rabu (11/1/2017), mengumumkan sanksi dijatuhkan pada empat militan. Yakni, dua dua warga Australia yang sebelumnya diyakini telah tewas di Timur Tengah, dan dua warga Indonesia, yang salah satunya mendekam di penjara.
Pengumuman departemen itu tidak menyebut apakah empat militan itu memiliki aset di AS atau tidak. Namun, AS menegaskan komitmennya untuk membantu melawan aksi terorisme di Indonesia dan Australia.
Dua militan asal Australia yang dikenai sanksi AS itu adalah Neil Christopher Prakash alias Khaled Al-Cambodi, yang merupakan perekrut senior ISIS, dan Khaled Sharrouf, militan yang bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah sejak 2014.
Sedangkan dua militan asal Indonesia yang dijatuhi sanksi oleh AS adalah Bahrumsyah, yang mengirim dana untuk militan di Indonesia dari Suriah, dan mentornya, Aman Abdurrahman, yang saat ini mendekam di penjara.
(mas)